Tumpukan berkas dan tugas mahasiswa akhirnya usai ku selesaikan. 3 hari setelah kejadian di culik waktu itu, sekarang pun sudah tiba saatnya pingitan. Jadi mau nggak mau aku harus diem di rumah. Paling kalo ada mahasiswa mau konsul baru aku turun.
Rumah ku dihias sebegitu menariknya dengan berbagai jenis bunga. Apalagi kamar ku paling parah sampai rasa tidur di kuburan. Padahal nikah masih lusa, banyak sekali juga upacaranya. Ingin rasanya aku salto udara dan pergi dari rentetan acara ngga ada habisnya.
Putri, Anita dan Grace juga datang kali ini. "Ish cantiknya kayak Dewi turun dari kahyangan,"ucap Putri. "Kayangan mbahmu, orang kayak ketiban baju setengah kilo gini kalian bilang turun dari kayangan,"ucapku.
"Ya nggak gitu Yan. Please ngerti lah maksudku,"ucap Grace."Terserah kalian. Oiya aku ketemu dengan Divyan kemarin waktu di Lamongan,"ucapku santai namun menimbulkan reaksi berlebihan. "Ngapain dia,"tanya Anita
Baju putih abu abu dengan selempang wakil ketua OSIS melekat di tubuh seorang gadis yang tengah merapikan topi yang di pakainya. Hari ini akan ada acara serah terima jabatan ketua dan wakil ketua OSIS untuk periode berikutnya."Sudah cantik itu Yan,"ucap Divyan dari pintu kamar mandi. "Bukan itu. Nggak cocok kalo Chandra nya baju aja rapi baru aku amburadul,"ucapku. "Nggak gitu juga. Ehh Chandra,"ucap Divyan. Merasa sudah rapi, aku keluar dari kamar mandi."Ibu ketua OSIS cantik banget bikin pangling,"ucap Chandra. "Ngomong lagi ku pukul pakai sepatu pdh kamu Dra,"ucapku kesal. "Iya dah. Ayo,"ucap Chandra menarik lengan ku mengikuti langkah panjang nya menuju lapangan upacara. Acara ini sekaligus momentum pelepasan, jadi wajar kalo semua siswa turut andil."Dyandra,"aku menoleh mendapati Nafisa dan Alagra yang melambai ta
Divyan masih saja berlalu lalang di depan mata ku membuat jengah. Hari ini hari dimana tiba keluarga ku menyerahkan diri ku pada Chandra. Masih muak dan berharap ada keajaiban lain. Namun nyatanya itu hanya ilusi. Karena hingga saat ini tak ada keinginan sedikit pun untuk menjalin hubungan dengan nya.Riasan menawan juga tak membuat ku tersenyum sedikit pun. "Nduk. Ayo,"ucap Nafisa dan Maheswari membuka pintu dengan wajah berbinar. Di saat begini terpaksa harus menyunggingkan seutas senyum palsu. Pahit yang di usahakan manis.Tambah lagi tanggungan hidup dengan adanya suami tanpa kehendak ku. Acara akad pada pagi ini hanya di hadiri teman dekat dan keluarga saja. Kecuali pergelaran resepsi nanti malam. Menuruni anak tangga sambil memasang wajah palsu yang tampak seolah-olah bahagia.Hingga di duduk kan bersama dengan Chandra. Aku harus memanggil nya apa? Suami? Cih, baru memikirkan nya saja sudah membuat ku mual. Apalagi memperagakan langsung. "Ayo Nduk. Di paka
Pagi hari di kediaman ku tak ada bedanya. Selain kehadiran Chandra yang juga bagian keluarga ku. Bahkan semalam, aku memilih tidur di kamar tamu tanpa sepengetahuan siapapun di rumah. Barang ku sudah di kemas apik dalam koper, menyisakan baju yang ku pakai saat ini.Hari berpisah dan melanjutkan perjalanan ke jenjang pernikahan meski bukan impian. Nyatanya dia sudah bersumpah di hadapan Allah dan para malaikat serta sah di mata hukum mau pun agama. Maaf, aku cuma enggan menyebut namanya selain di depan keluarga."Ayah Bunda, Bapak Ibu, Kak, Dyan berangkat,"ucapku bergegas keluar. "Dy ingat sudah nikah Nduk. Suami mu itu kok nggak di sapa. Maaf ya jeng Dyan ini memang kebiasaan rada judes sama lawan jenis,"ucap Maheswari membuat ku tersenyum tipis."Pagi Mas,"ucapku singkat. "Di kejar sana toh Dra. Masa mau di ajari Ayah,"ucap Alagra. "Bukan Yah. Itu loh Dy ehh Dek Dyan ngga mau sarapan dulu? Habis ini perjalanan jauh,"ucap
Chandra POVKata orang awal pernikahan itu rasanya legit. Aku nikah malah sepet gini rek. Liat nah istri cantik nan menawan, itu bibir nya di kasih berapa ton peredam suara sih. Diam nya seorang wanita itu tampak anggun. Iya bener memang, ngga ada yang nyalahin.Lah tapi kalo kayak dia modelnya ngga ada enaknya sama sekali. Apa salah nikahi orang ya?"Baju mu,"ucap Dyan menyusun baju ku. Kalo cowok, dingin tuh kayak pas aja kan. Nah kalo cewek apalagi istri, sungguh meresahkan sob. "Dy mau kemana lagi. Ayo tidur,"ucapku melirik jam dinding."Aku di sofa,"ucap Dyan membuat ku melotot seketika. "Nggak usah ngadi ngadi. Mending kamu tidur, kalo nggak mau ku cium,"ucap ku mengeluarkan jurus jitu. "Mesum,"ucap Dyan singkat namun beranjak mendekat.Kalo kalian bayangin pipi nya bersemu merah kayak baper gitu. Anda salah. Dia ngomong itu ngga sinkron dengan eskpresi data
"IBU WADANSKUADRON UAYUUU POLL GESS," Suara nyaring terdengar menyayat telinga ku. "Kayaknya ada yang heboh nih,"ucap Azriel. "Pilih yang ada manis-manisnya makanya,"ucap Chandra membuat ku sebal. "Kira mu iklan air mineral. Yang ada manis manisnya,"ucap Gerald. "Kayaknya sehabis nikah bukan tambah bener tambah sengklek,"ucap Azriel. "Masuk lewat sini Ger,"ucapku tak mau menanggapi percakapan tak berfaedah mereka. "Mending Bu Chandra masuk aja. Mereka tuh biasanya satu server kalo sama sesama wanita,"ucap Gerald. Sembari mengetuk pintu Mess Wara dengan hati-hati. "Siap," Aku tercengang begitu ada yang hormat begitu pintu terbuka. Ahh iya aku kesini sama 3 orang itu. "Bu Chandra mari masuk. Izin membawa masuk Pak,"ucapnya. "Jangan sampai lecet ya,"ucap Chandra membuat ku ingin mual. Apaan lecet? Epik banget. "Nama saya Zhevanya Arlova Tandialo. Biasa dipanggil Vanya. Biasanya temen saya Shindyca Fatma tapi lagi cuti ni
Chandra POVPagi ini aku sudah memakai seragam PDL lengkap sambil menikmati teh melati buatan Dyan. Perdebatan semalam ya ber ending seperti itu. Jangan bayangkan bakal nangis gila ya. Bagi nya air mata itu haram hukumnya.Nggak mau kalah dengan sifat dingin nya, aku pun berencana membuat bibir nya berkata lebih banyak dari biasanya. Liat lah dia sedari tadi mondar-mandir cari baju batik nya. Aduh ehh kok rasanya malah terpesona sama dia sih.Liat nah tinggi yang ya ku akui kalo tes Wara ngga lolos. Rambut pendek ala militer, wajah putih mulus bak kapas. Bibir pink alami dan jangan lupakan wajah yang simetris. Hah bisa khilaf liat Dyan dari tadi kayak setrika di depan mata ku."Dra,"Yes, akhirnya manggil kan dia. "Kenapa Yan?,"tanya ku pura-pura nggak tau. "Nggak jadi,"ucap Dyan kembali beranjak. Dasar cewek, gengsi mulu. Hah pemandangan ku memang agak aneh. Pasangan
"Dra bisa nggak lagu lain,"tanyaku bosan mendengar lagu yang sama selama satu jam. Mobil sudah memasuki kota Surabaya tapi sore menjelang malam ini agak macet. Bosan ku dengar lagu nya sampai hafal mati ku dengar.Now the day bleedsInto nightfallAnd you're not hereLantun ku malah membuat teringat lagu ini terputar di bandara Jenderal Edward Lawrence Logan, Cambridge, USA. "Merdu tapi sarat dengan duka. Lagu ini juga yang ku dengar tiap kali datang ke Bandara Adisutjipto,"ucap Chandra.Aish masuk jebakan aku. "Aku ngga sedih,"ucapku masih berusaha tersenyum walau pedih. "Kita pernah dalam kondisi yang sama. Tapi nyatanya transisi ku jadi lebih cerah. Sembunyi di balik senyum cerah ku beda dengan mu sembunyi di balik dingin,"ucap Chandra."Lupakan,"ucapku malas berkelit.
Aroma masakan menguar harum memasuki Indra penciuman ku. Setelah ku rasa pas, baru lah ku matikan kompor. "Sweetie udah matang tuh nasinya,"ucap Chandra menyempatkan mengecup singkat pipi ku. Hah sejak kapan sih manusia ini normal. Tapi aku bukan model baper kayak gitu. The real of Dyandra ya nggak ada baper bapernya sama sekali. Kegiatan masak bersama begini memang sudah kebiasaan sejak awal pernikahan. Meskipun belakangan terakhir sikap udah nggak terlalu dingin. Entah kena efek apa. "Assalamu'alaikum," "Wa'alaikumussalam. Biar aku aja yang buka. Kamu nggak berjilbab,"ucap Chandra membuat ku mengangguk. "Wah manten anyar. Mari sarapan bareng,"ucap Chandra membuat ku bergegas memakai jilbab sebelum menyapa tamu yang dimaksud. "Izin Bu,"ucap Shindyca dengan wajah sumringah. Iyalah namanya manten anyar. Kecuali aku yang jelas. "Izin segala Mbak. Jadi ini mas Ceng cengan nya Shindyca,"ucap Chandra membua