Wang Yihan tentu gemetaran mendengarnya, awalnya dia sangat semangat. Mendadak menggigil karena ketakutan. Pria didepannya ini bukan lah orang sembarangan. Ashraf yang ada di depannya ini juga bukan Ashraf si tukang pukul Blair Fulton. Dia adalah putra sulung keluarga Choi si pemimpin El Abro!"Bagaimana, apa kau setuju?" Tanya Ashraf lagi. "Ta-tapi kau bilang akan mengampuni nyawa ku, kenapa sekarang--""Diam! Aku memang benar-benar akan mengampuni nyawamu, tapi sebagai gantinya berikan bola mata atau jantung mu padaku." Ashraf kembali mengulangi kalimatnya. Wang Yihan bergeming, dia benar-benar bimbang dan tidak tahu harus apa sekarang. "Berikanlah seluruh kesetiaan dan hidupmu hanya pada El Abro. Itulah yang kakak ku inginkan darimu bodoh!" Sinis Lizi yang sudah jengah dalam situasi dan negosiasi yang alot itu. Wang Yihan menoleh pada Lizi, kemudian beralih pada Ashraf. Kemudian dia beringsut untuk memohon pada Ashraf. "Aku akan melakukan apa pun yang aku bisa untuk El Abro.
"Kau tidak perlu menyesali apapun kak. Kau tidak pernah salah atau gagal, di hidupku kau yang terbaik!" Lizi mengurai pelukannya. Ashraf mengangguk samar, kemudian mengusap air mata yang jatuh di wajah sang adik dengan ibu jarinya. "Kita lalui semuanya bersama-sama, aku yakin ayah dan ibu bangga melihatmu menjadi perempuan tangguh seperti sekarang Liz," ucap Ashraf. "Tentu saja, karena itu aku akan memberikan yang terbaik. Aku berjanji akan melindungi El Abro sebagai peninggalan mereka dengan baik dan akan membalaskan dendam atas kematian ayah dan ibu," ucap Lizi penuh keyakinan. "Kau pasti bisa melakukanya Liz," jawab Ashraf. Mendadak, dia merasa ragu untuk melakukan balas dendam.Setelah berbincang dengan Lizi dan mengetahui bagaimana adiknya bisa terjun langsung ke dunia mafia. Lizi sendiri berpamitan untuk mengurus beberapa bar yang sempat diserang dan membereskan beberapa kekacauan yang masi tersisa. Sementara Ashraf teringat pada Yoriko, seharian ini perempuan itu belum jug
Siang itu Ashraf mengajak Yoriko makan siang di salah satu restoran terkenal di Gangnam. Keduanya memang terbiasa pergi keluar tanpa ada pengawalan yang berarti. Ashraf senang hidup seperti orang-orang biasa pada umumnya. Pria tiga puluh tahun itu tidak terlalu suka mencolok apalagi di tempat umum. Saat ini dia tengah duduk menikmati makan siangnya dengan menghadap ke jendela besar yang menampilkan jalan di depan restoran tersebut. "Ku rasa kau harus segera pindah dari rumahmu Yoriko, aku yakin kalau Tuan Lan sudah menyiapkan serangkaian rencana untuk menghabisi nyawamu." Ashraf berkata dengan tenang sembari sibuk menikmati makanannya. Yoriko yang mendengar itu sontak menghentikan kegiatannya. Dia menaruh sumpit di atas piring kecil dan menatap Ashraf datar. "Aku tahu, tapi di mana aku temukan tempat yang aman? kau tahu bukan kalau pada anggota mafia tidak bisa hidup dengan bebas dan memilih tempat tinggal sembarangan?" Yoriko menjawabnya dengan nada yang lirih. Saat ini mereka m
Di Kungmin sendiri semuanya masih berjalan seperti biasa, pekerjaan dan juga bisnis dari Blair Fulton masih berjalan tanpa ada gangguan apapun. Hanya saja, secara internal Tuan Lan selaku pemimpin Blair Fulton merasa terguncang atas apa yang terjadi. "Orang yang ku anggap tidak berguna itu adalah anak dari Choi Mujin," gumamnya yang mendadak panik. Dia khawatir berlebihan dengan apa yang mungkin sedang Ashraf rencanakan. Dini hari tadi setelah menelfon Yoriko, pria itu mengirimkan salah satu anak buahnya yang memang berada di Gangnam untuk mencari keberadaan Ashraf ataupun Yoriko. Kediaman keluarga Choi memang sulit untuk dilacak, tapi sebagai gantinya dia mendapatkan informasi mengenai keberadaan Yoriko yang rupanya berada di satu kota yang sama dengan Ashraf. Tidak perlu menunggu lama, Tuan Lan segera mengirimkan hadiah pada Yoriko berupa bom waktu dan juga kamera tersembunyi. Itu semua dia kirimkan sebagai pancingan saja, dan dia benar-benar mendapatkan apa yang dia cari. Ashr
Setelah merasa kalau Yoriko tenang dan masalah yang ada telah ditangani oleh Kim Dohan. Ashraf mengajak Yoriko untuk pindah ke rumah yang telah pria itu siapkan. Sepanjang perjalanan Yoriko hanya diam, entah apa yang ada di dalam pikiran perempuan itu. Ashraf juga tidak berniat untuk mencari tahu, karena dia yakin Yoriko akan memberitahunya jika itu diperlukan. Setelah berkendara kurang lebih dua puluh menit dengan kecepatan sedang, keduanya sampai di salah satu rumah di kawasan Gangnam yang memang letaknya tidak terlalu jauh dari kediaman keluarga Choi. "Yoriko, kau tenanglah. Di sini kau pasti aman," ucap Ashraf saat keduanya telah berada di halaman rumah. Yoriko mengangguk pelan tanda dia mengerti. Tidak lama kemudian ada seorang pria berusia sekitar lima puluhan datang mendekati mereka berdua dengan senyuman yang ramah tapi tetap sopan. Pria itu menundukkan kepalanya begitu melihat Ashraf dan jaraknya sekitar dua meter dari tempat Ashraf berdiri. "Salam Tuan Muda," ucap pria
"Ashraf aku sungguh minta maaf padamu," ucap Wang Yihan dengan nada yang lirih. Bahkan mungkin terdengar seperti gumaman saja. Ashraf diam, dia masih memperhatikan lawan bicaranya. Dia mencari kesungguhan atau kebohongan dibalik kata-katanya yang tampak lugu dan manis. "Aku tentu bisa memaafkan mu kapan saja Master, tapi lagi-lagi semuanya tidak akan berjalan begitu saja. Aku juga butuh imbalan, dan itu juga sudah ku katakan kemarin!" tegas Ashraf.Wang Yihan mengangguk paham, dia tentu masih mengingat semuanya dengan jelas. "Aku melakukan kebaikan ini bukan semata-mata karena aku orang yang baik atau iba dengan mu Master. Aku melakukan semua ini karena memerlukan keahlian mu," ucap Ashraf dengan tegas. "Tentu saja, dan aku sungguh berterima kasih atas itu." Wang Yihan menundukkan kepalanya dalam-dalam, sebagai bentuk berterima kasih paling tulus. "Kalau begitu, aku ingin kau datang bersama anggota yang lain ke markas besar nanti malam. " Ashraf kemudian bertepuk tangan dua kali.
Setelah acara pengangkatan Consigliere itu selesai, Ashraf mencari Yoriko. Rupanya perempuan itu tengah berbincang dengan Kim Dohan dan juga Tuan Mun. Ketiganya tampak berbincang ringan dan sesekali tertawa. "Yoriko!" Panggil Ashraf begitu jarak mereka sudah dekat. Yoriko pun menoleh, dia meletakkan gelas berkaki yang berisi anggur ke atas meja didekatnya. "Ya?" "Bisakah kau ikut denganku sekarang?" tanya Ashraf dengan nada yang datar."Tentu saja," jawabnya. Sedetik kemudian Ashraf dan Yoriko berpamitan dengan yang lain. Malam itu acara dilanjutkan dengan makan-makan bersama para anggota El Abro. Ashraf sendiri sudah berpamitan pada Lizi kalau dia akan pergi lebih dulu dan tidak akan kembali malam ini ke kediaman. Ashraf meminta kunci mobil dari salah satu anggotanya, dengan sopan anggota itu memberikannya. Yoriko sendiri masih berdiri mengekor dibelakangnya. "Ini! kau yang bawa," ucap Ashraf memberikan kunci mobil Mercedez Benz G-Class pada Yoriko. "Apa? aku yang membawanya?"
Ashraf yang telah selesai menelfon pun memperhatikan Yoriko. Dia menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jas dan ikut memperhatikan kamera tersembunyi yang di bawa Yoriko. "Kau tahu lambang apa ini?" tanya Yoriko sembari menunjukkan kamera itu padanya. Ashraf menggeleng pelan, dia memang tidak tahu tapi dia tidak kehilangan akal. "Aku tidak tahu, tapi seseorang pasti bisa memberitahu kita." Yoriko hanya mengerutkan kening sebagai jawaban, dia juga tidak tahu apa yang sedang direncanakan Ashraf kali ini. "Ayo masuk ke mobil dan kita lanjutkan perjalanan ke Hongdae," ajak Ashraf kemudian berjalan masuk ke mobil dan tetap duduk di kursi penumpang sama seperti niat awalnya tadi. Yoriko kemudian menurut dan melakukan hal yang sama. Perempuan itu mulai menyalakan mesin mobil mewah tersebut dan memulai perjalanan kembali. Sekitar pukul empat dini hari, keduanya sudah sampai di salah satu bar dengan pengunjung paling ramai di jalan Hongdae. Daerah itu memang selalu ramai oleh pengunju