Share

10. SP 3

last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-23 08:21:47

Rara menatap nanar pria di sampingnya. Dengan sisa energi yang dimiliki, Rara berusaha tersenyum. Beribu sumpah serapah mengantri di ujung lidahnya, namun dengan sekuat tenaga, ia menekan keinginannya itu. Ia tidak boleh terpancing, dan harus tetap tenang.

"Mengapa tidak menghubungi saya?" Rara meletakkan brosur yang beberapa menit lalu diterimanya.

"Aku sudah mencoba menghubungimu, tapi tidak bisa."

Rara mengeluarkan ponselnya. Benarkah tadi sang atasan menghubunginya? Dan senyumnya kembali mengembang. Bagaimana mungkin pria itu bisa menghubunginya, sedangkan dirinya sendiri tidak pernah memberikan nomor ponselnya.

"Tidak ada telpon yang masuk kecuali dari ..." Rara tidak meneruskan kalimatnya.

"Kecuali siapa?"

Layar ponsel Rara berganti dengan foto seseorang beserta nomornya dan dua kalimat, panggilan masuk.

"Ibu Ratih. Bapak ingin berbicara dengan  Ibu Ratih?" Rara menyodorkan ponselnya ke hadapan Raka. 

Bola mata Raka langsung membesar. Rara terkekeh penuh kemenangan.

"Saya duluan, Pak." Ia pamit sambil menerima panggilan dari Ratih.

Raka menggeram. Ia tidak mengira hasilnya akan seperti ini. Seharusnya ia yang jadi pemenang, tapi yang tertawa penuh kemenangan justru asisten baru yang sangat dibencinya, dan  itu hanya karena sebuah panggilan dari mamanya.    

-0-

"Doniiiiiii!" teriak Raka dari dalam ruangannya.

Suaranya yang begitu keras, membuat Susan yang sedang mengoleskan lipsticknya berjingkat kaget , hingga lipstick itu menghasilkan sebuah goresan panjang di pipinya. 

Doni yang kala itu sedang membuat jadwal pertemuan mingguan, langsung mendatangi ruangan Raka. Ia sangat tahu arti panggilan itu, dan ia harus segera menghadap bila tidak ingin lembur dadakan dititahkan Raka untuk seluruh divisi.

"Ada yang harus saya lakukan, Pak?" 

Tsk. Doni salah memilih kata, dan kini ia harus menerima akibatnya.

"Kamu suruh bagian personalia membuat SP 2 untuk karyawan baru itu. Katakan, jika bukan karena kebaikanku, ia akan langsung diusir dari perusahaan ini."

Doni mencelos. 

"Apa yang sedang kamu pikirkan? Cepat ke bagian personalia, dan segera buat apa yang aku perintahkan tadi!" 

Tanpa menganggukkan kepalanya, Doni berjalan mundur, memutar tubuhnya, berjalan meninggalkan Raka yang masih menatapnya tajam. Di dalam benaknya terbayang bagaimana ekspresi Rara, tapi, haruskah ia melaporkan semua ini kepada Widjanarko? Sang Bos Besar? Tidakkah ini akan sangat diperlukan Rara sehingga gadis itu akan selamat? 

Doni terus memikirkan apa yang sebaiknya ia lakukan. Bagaimanapun ia sekarang bekerja pada Raka, bukan Widjanarko. Sudah sepatutnya ia melakukan semua perintah Raka tanpa melakukan pengkhianatan di belakangnya, sekalipun itu demi seseorang yang sejatinya datang untuk membantu mereka.

Doni turun ke lantai empat, menuju ruangan kepala divisi personalia. Ia harus mengecek apakah data Rara sudah masuk ke file perusahaan. Jika sudah, status apa yang disandang Rara? Sebagai karyawan baru atau sebagai utusan khusus dari kantor pusat?

Di tengah perjalanannya menuju ruang personalia, ia bertemu dengan  Dewa, kepala divisi  desain. Pria berambut kuning itu dengan cepat menghampiri Doni yang jelas sedang tergesa-gesa.

"Pak Doni!" panggilnya dengan nada cukup keras.

Doni yang tengah terburu-buru dengan sangat terpaksa menghentikan langkahnya. 

"Aku sedang tidak ada waktu untuk sekedar menjawab pertanyaan singkatmu. Cukup kau ingat apa yang tadi aku katakan padamu," tandas Doni dengan nada dingin, lalu kembali melanjutkan langkahnya yang dibuat semakin lebar.

Dewa terpaksa gigit jari. Maksud hati ingin mendapat informasi terbaru tentang karyawan baru bernama Rara, tapi dirinya justru diacuhkan seperti ini.

-0-

Rara kembali mengantongi ponselnya. Ia memberi jawaban yang bertolak belakang dengan  pertanyaan Ratih mengenai hari-hari pertamanya bekerja bersama Raka, mengatakan semua baik-baik saja dan masih dalam batas wajar. Ia masih bisa mengatasi semuanya sendiri. 

Ia berhenti sejenak setelah langkahnya berada sekitar seratus meter dari toko terakhir yang ia datangi. Ia berusaha mengingat ucapan Raka dan itu membuat dirinya menghela nafas panjang. 

'Apa yang harus aku lakukan jika sudah kembali ke kantor? Haruskah aku bersikap seolah tidak terjadi apa-apa? Bagaimana dengan perintah yang sebelumnya di berikan padanya, bahwa ia hanya diberikan waktu dua jam untuk membawa pulang laptop dengan spek khusus gamer, dan kenyataannya ia gagal karena sang atasan sudah lebih dulu membeli, di tempat yang naasnya adalah tempat terakhir yang ia datangi dan barang ia cari sedang diambilkan pelayan di gudang toko?

Pesan singkat masuk ke ponsel Rara. Dengan cepat ia membuka kotak masuk dan membaca pesan tersebut. 

*Segera kembali ke kantor, ada surat cinta untukmu. Pesanku: Bersikaplah biasa seperti  tidak terjadi apa-apa.*

Rara tertegun. Apa lagi yang dilakukan oleh atasan barunya itu? Mengapa  begitu membencinya? Bukankah seharusnya ia didukung dan dimanjakan, karena kedatangannya untuk menyelamatkan perusahaan dari ambang kehancuran?

Dimanjakan? Rara segera meralat kata itu. Hal yang sama sekali tidak akan pernah ia dapatkan dari seorang Raka.

Rara membalas pesan Doni. 

*Tolong. Jangan pernah memberikan nomor ponsel saya pada siapapun.*

Nada pesan kembali terdengar.

*Pesan diterima. Segera datang ke kantor.*

Dua puluh menit kemudian, Rara sudah berjalan kembali di lobi. Ia melangkah ringan, meski batinnya sedang sibuk menenangkan emosinya yang masih meledak-ledak. Kini, ia merasa tidak lagi semangat seperti di awal saat ia menerima tugas ini. Dia merasa di-prank oleh bos besarnya. 

Ingin protes, tapi dirinya tahu diri. Ia tidak selayaknya melakukan hal itu, mengingat apa yang sudah ia terima dari pasangan suami Widjanarko dan Ratih. 

Ia terus melangkah hingga akhirnya berhenti tepat di pintu lift lantai empat yang masih bergerak turun dari lantai tujuh. Saat menunggu, tiba-tiba sebuah sapaan mengejutkan dirinya. 

"Hai, Rara!" Dewa ternyata sudah berdiri tepat di samping Rara.

"Selamat Siang, Pak Dewa."

Dewa mengembangkan senyumnya mengetahui sapaannya dijawab dengan begitu ramah oleh Rara. Kini, ia mulai sibuk mengamati wajah Rara, dengan begitu serius. Penilaian demi penilaian mulai terbetik di hatinya, dan itu semua membuatnya tersenyum bahagia. Bahagia karena mengenal sosok cantik karyawan baru di perusahaannya.

Ting. Pintu lift terbuka seiring dengan teguran diluar dugaan Rara, yang membuat dirinya mematung seketika.

"Mengapa kamu masih di sini? Bukankah personalia sudah menerbitkan SP 3 untukmu?"

Doni yang berdiri tepat di belakang Raka terkejut. "Pak, bukannya tadi Bapak memerintahkan untuk memberikan SP du..."

"Tiga. Aku berubah pikiran. Segera proses semuanya," ucap Raka melenggang keluar dari lift, meninggalkan Dewa yang terperangah, tidak paham dengan yang baru saja ia dengar. 'Siapa yang dapat SP3?' batinnya bingung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   104. Janji Raka (Tamat)

    Sudah satu tahun, Rara menjalankan tugas barunya sebagai direktur. Dan selama itu juga ia membantu dan membimbing Raka, untk memahami dengan jelas pekerjaan seorang direktur. Raka sendiri, setelah berjanji pada kedua orang tuanya, sedikit demi sedikit berubah. Salah satu alasan dirinya berubah, karena ia memiliki dua pesaing tangguh di perusahaannya. Dan dirinya tidak mau mengalah. Tidak akan ia biarkan dirinya hanya menjadi penonton saja. Ia harus menjadi tokoh utama dalam drama di perusahaannya. Melihat kemajuan dan semangat Raka untuk menambah ilmunya, membuat Rara yakin jika dirinya tidak akan berlama-lama di perusahaan ini. Semakin cepat tranfer ilmu yang mereka lakukan, maka semakin cepat pula ia mengembalikan posisi direktur ini kepada Raka. Dan kini sudah genap satu tahun. Saatnya untuk mengembalikan jabatan direktur kepada Raka Orang-orang yang melakukan kecurangan sudah mendapatkan hukuman masing-masing. Mereka dipecat dari perusahaan, kecuali satu orang, sesuai dengan

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   103. Karangan Bunga Untuk Rara

    Rara menendang batu kerikil yang berserakan di jalan masuk rumah kontrakannya. Kepalanya mendadak pusing. Baru kali ini ia merasakan tekanan batin yang luar biasa menyiksanya. Inilah yang ia takutkan sejak dulu. Ketika kehadirannya justru menjadi awal pertengkaran orang-orang di sekitarnya. Padahal Rara sangat sadar diri. Ia tidak pernah mengharapkan perhatian lebih dari seseorang. Ia selalu berusaha menutup dirinya dari yang namanya cinta. Kini, dirinya justru terjebak dalam masalah yang berpusar pada hal yang sangat ia hindari. Rara duduk sejenak di kursi di teras kecilnya. Ada tukang bakso yang sedang berjalan ke arahnya. Mungkin semangkuk bakso dengan sedikit sambal bisa mengurangi kegundahan hatinya. Rara berjalan ke pagar, menunggu gerobak bakso itu berhenti di depan rumahnya. Sedangkan di seberang, ada gerobak es teler yang sedang mangkal. Tanpa pikir panjang, Rara melambaikan tangannya, memesan satu gelas es teler. Sore ini, dia ingin memanjakan dirinya dengan semangkok

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   102. Pengakuan Raka

    Penampilan Raka benar-benar kacau pagi itu. Setya sendiri terkejut dengan kedatangan Raka yang tidak biasa. Raka sudah begitu lama tidak lagi main di bar nya. Teman kuliahnya itu hanya mampir tapi tidak pernah lagi memesan minuman berwarna kuning itu. Akan tetapi, pagi itu begitu aneh. "Berikan minuman favoritku?" teriak Raka. Kepalanya terasa berat. Ia ingin membuang sesuatu dalam kepalanya tapi tidak bisa. Tangannya memegangi kedua sisi kepalanya. "Hah?" Setya terkejut. Ia tidak segera membuat pesanan Raka. Ia mencoba menerka penampilan sahabatnya itu. Masih begitu pagi, tapi mengapa wajahnya sudah sangat suntuk. "Set!! Apa telingamu sedang bermasalah?" Nada bicara Raka mulai meninggi. Ia sangat tidak sabar, seakan ingin segera membuang sesuatu yang sangat mengganjalnya. "Eh. Aku baik-baik saja. Tentu aku tidak ada masalah. Ada apa denganmu? Hari masih begitu pagi. Tidak baik untuk mengkonsumsi minuman ini. Kau pasti belum sarapan, bukan? Aku sarankan untuk sarapan dulu, maka ak

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   101. Mabuk

    "Jadi anak itu datang sendiri? Apakah mungkin dia sudah menguntitmu?" "Mungkin, Pa. Raka juga tidak tahu." "Nekat juga orangnya ya? Untung kamu tolak perjodohan itu. Bisa mati berdiri mama kamu, berhadapan dengan mantu seperti dia" Widjanarko menggelengkan kepalanya. "Benny pasti sudah tahu cerita ini. Kalau sampai dia berani menelpon Papa, berarti dia sudah tidak butuh uang lagi. Tapi, kalau dia masih waras dan masih membutuhkan uang untuk hidup, dia pasti akan memilih damai, tidak akan berani memperpanjang masalah ini, apalagi melanjutkan perjodohan ngawur ini." "Oh iya, Ka. Besok lagi kalau kamu ke rumah Rara, bawa semua hadiah yang diberikan Benny kemarin. Daripada di sini tidak dimakan, lebih baik di rumah Rara. Biar anak gadis itu tambah gemuk, dan tambah imut. Mama suka sekali melihat pipi Rara yang chubby." Yang dipuji Rara, yang merah padam wajahnya justru Raka. Ia merasa pilihannya tidak salah. "Ka. Mumpung kamu ada di sini, Papa ingin bertanya sesuatu hal sama kamu."

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   100. Saingan Yang Tidak Sepadan

    Rara memilih untuk menghindar dari pertengkaran kecil itu. Ia sama sekali tidak berminat untuk ikut campur. Tidak ada untungnya sama sekali. Rara hendak menelpon Wisnu tapi ia ternyata salah memilih nama. Yang ia tekan justru nama Widjanarko. Tanpa sengaja, Rara menekan tombol video, dan menyorot langsung ke arah Raka dan gadis itu. Raka yang yang berjalan ke arahnya dan gadis bernama Icha itu terlihat jelas dalam video. Kejadian dimana dirinya disiram air oleh Icha juga terekam hingga akhirnya air membuat ponselnya basah. Rara yang terkejut dan panik langsung meraih ponsel dan mengelapnya dengan ujung tuniknya. Malang nian dirinya. Apa ini resiko yang harus ia terima karena berjalan bersama Raka? "APA YANG KAMU LAKUKAN??!!! seru Raka begitu keras. Pria itu mendorong Icha hingga terjungkal nyaris menabrak meja makan di belakangnya. Raka langsung menghampiri Rara yang terlihat begitu kaget dan masih mengelap ponselnya dengan ujung tuniknya. "Ayo, kita pergi dari sini!" ajak Raka.

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   99. Tamu Tak Diundang

    "Kamu ada waktu malam ini?" Keduanya, tanpa sengaja, mengucapkan kalimat yang sama secara bersamaan. Rara tergelak. Begitu juga dengan Raka. Keadaan kemudian menjadi hening. Mereka berdiri di depan pintu lift, menunggu datangnya lift yang baru saja bergerak dari lantai satu. "Silakan. Pak Raka dulu, ada yang mau ditanyakan?" Rara mempersilakan Raka berbicara lebih dulu. "Tidak. Kamu saja dulu. Lady first, pria belakangan." "Tidak. Bapak saja dulu. Saya tidak begitu penting." "Hmm. Ya sudah kalau begitu." Raka berdeham sebentar. "Apakah kamu ada waktu luang malam ini?" Rara berpikir sejenak. Tidak mungkin ia langsung memberi jawaban. "Kelihatannya saya punya waktu kosong nanti malam. Ada apa?" "Hmm. Aku ingat-ingat, selama kita berhubungan satu dengan yang lain, kita belum pernah sekalipun makan malam bareng'kan?" Rara diam sambil berpikir. "Perasaan kita pernah keluar makan bareng, Pak. Ada Pak Wisnu juga."" "Tsk. Itu bukan makan malam. Kopi bareng itu. Kopi anti ngantuk k

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   98. Pengembalian Wewenang

    Widjanarko berdiri menghadap jendela besar di belakang kursi kerjanya. Ia baru saja menerima telpon dari Rara jika gadis itu ingin bertemu dengannya. Rara ingin membahas soal kelanjutan hasil audit kemarin. Ada sesuatu yang dikhawatirkan Widjanarko. Ia takut jika mereka-mereka ini akan menaruh dendam pada Rara, karena telah membongkar kejahatan mereka dan membuat mereka kehilangan ladang uang mereka. Ini sangat mengganggu Widjanarko. "Pak. Mbak Rara sudah di sini." Irwan, sekretaris Widjanarko datang memberitahu soal kedatangan Rara. "Langsung kamu suruh masuk." Irwan mengangguk dan kembali keluar. Menit berikutnya Rara sudah berada di ruangan Widjanarko. "Siang, Ra. Apakah semuanya baik-baik di sana?" "Baik, Pak. Semua aman terkendali." "Syukurlah kalau begitu. Bagaimana dengan putraku? Apakah dia sangat merepotkanmu? Pasti sangat susah membimbing orang dewasa dengan sifat keras kepala seperti Raka." "Jujur, sangat susah, Pak. Akan tetapi, Pak Raka sudah mulai berubah sedikit

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   97. Kamu Tidak Sendiri

    "Jadi, katakan padaku, apa keputusanmu?" Wisnu mengulangi pertanyaannya untuk ke sekian kalinya. "Tidak mengapa kita membahas ini tanpa Raka?" "Tergantung yang akan kita bahas apa dulu? Jika yang akan kita bahas adalah tentang perasaan kita berdua, maka tidak perlu ada orang lain di sini." Aaiihh! Semburat merah jambu langsung menghiasi pipi Rara. Ingin rasanya ia menutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya, tapi Rara terlalu malu untuk melakukan itu. Senyum bahagia menghiasi wajah Wisnu. "Apakah itu yang ingin kamu bahas sekarang?" "Ti-dak. Tidak. Tentu saja tidak. Ini bukanlah waktu dan tempat yang tepat untuk membahas masalah yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan." Wajah Rara terasa semakin panas. Tidak tega melihat Rara yang semakin salah tingkah, Wisnu mengurungkan niatnya untuk menggoda Rara lebih jauh. "Baiklah. Karena aku tidak mau orang lain melihat wajahmu yang seperti ini, kita ganti saja topiknya sekarang. Oke?" Rara dengan cepat menganggukkan

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   96. Siapa Yang Kamu Pilih?

    Pintu ruang rapat dewan direksi terbuka dari luar. Doni datang menghampiri Rara. "Sekarang waktunya untuk cek kesehatan. Dokter Riswan sudah menunggu di klinik." "Biarkan dia yang datang kemari." Wisnu memberi titah kepada Doni. "Rara sekarang bukan karyawan biasa. Sudah selayaknya dia yang datang kemari, melayani atasannya." "Biar. Tidak apa-apa, Pak. Biar saya yang datang ke sana." "Tidak boleh! Bagaimana mungkin aku membiarkan direktur mendatangi klinik seperti yang karyawan biasa? Aku akan menyuruhnya datang kemari." Wisnu langsung menelpon klinik, meminta orang klinik untuk datang ke ruang direktur. "Sekarang saatnya kamu kembali ke ruanganmu." Wisnu menarik tangan Rara, berjalan meninggalkan ruang rapat. "Sudah kamu bereskan semua barang-barang di sana?" tanya Wisnu pada Raka yang berjalan di belakangnya. "Kalau aku tidak salah, sudah. Tapi tidak tahu kalau sudah berantakan lagi." Sikap Raka terhadap Wisnu tetap tidak berubah. Ia semakin menganggap sepupunya sebagai riva

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status