"Nona Kirani menderita maag kronis. Dia terlambat makan sehingga pingsan," ujar Dokter yang menangani Kirani. Kacamata Dokter itu ia naikkan saat berbicara dengan Theo.
Theo berdecak kesal karena ia tidak tahu jika ternyata Kirani memiliki riwayat penyakit maag kronis. Dia juga lupa menanyakan kepada perempuan itu apakah tadi pagi sudah sarapan atau belum."Sebaiknya Nona Kirani dirawat dulu di sini selama dua hari," tambah Dokter lagi.Theo mengangguk dan meminta perawat untuk memindahkan Kirani ke ruang rawat inap VVIP. Ia tidak ingin dianggap sebagai Bos yang kejam karena meletakkan asisten pribadinya di ruangan kelas biasa.Lelaki itu mengikuti perawat yang membawa brangkar Kirani menuju ruang rawat inap yang sudah ia pesan. Lelaki itu menatap cemas pada Kirani yang masih pingsan dan belum sadarkan diri ."Maafin aku, Kirani. Aku benar-benar bersalah karena sudah memberi hukuman yang salah padamu." Theo menggenggam erat tangan Kirani dan mencium punggung tangan perempuan itu dengan hangat. Ia menyesal karena tadi pagi memberi hukuman di hari pertama Kirani bekerja.Theo tiba-tiba teringat pada Kevin yang saat ini pasti tengah menunggu kabar dari ibunya. Terlebih ia teringat kalau Kevin mengatakan kebiasaan ibunya yang selalu menghubunginya pada saat jam makan siang. Tentu saja saat Kirani masih bekerja sebagai officer girl di kantor Theo."Sial! Ponsel Kirani dipakaikan sidik jari." Theo berdecih karena ternyata ponsel Kirani tidak bisa ia buka secara sembarang. Ia memutuskan untuk menghubungi Kevin terlebih dahulu untuk menanyakan tanggal-tanggal penting yang biasa diingat oleh Kirani."Emangnya kenapa Daddy menanyakan tanggal kelahiranku?" Kevin bertanya di seberang telepon ketika Theo menanyakan tanggal lahirnya."Ya nggak apa-apa sih. Kali aja Daddy bisa memberikan kejutan padamu kalau tahu hari ulang tahunmu," sahut Theo dengan nada lembut."Aku lahir tanggal dua belas Desember, Dad.""Wow angka yang cantik.""Iya dong.""Lalu, ibumu sendiri lahir tanggal berapa?""Hmmm. Kenapa Daddy mempertanyakan tentang tanggal lahir ibuku juga?""Barangkali nanti Daddy bisa membantumu membelikan kado untuk ibumu ketika dia ulang tahun.""Bagus juga ide Daddy.""Ayo beri tahu tanggal lahir ibumu." Theo mendesak Kevin agar memberitahukan tanggal lahir Kirani karena ia sudah tidak sabar lagi ingin membuka ponsel perempuan itu."Sebentar ya. Kevin tanya nenek dulu." Kevin berlari ke dapur menghampiri neneknya yang sedang memasak sup ayam kesukaannya."Nenek tahu tanggal lahir Ibu?" Kevin langsung menghampiri perempuan paruh baya yang tengah memindahkan sup ayam dari panci ke dalam mangkuk berwarna putih."Tanggal tiga puluh Agustus tahun 2000," seru neneknya Kevin. Perempuan itu menaikkan satu alisnya ke atas karena tidak mengerti mengapa Kevin menanyakan tentang tanggal lahir Kirani."Terima kasih, Nenek!"Kevin segera mendekatkan ponsel di telinganya dan hendak memberitahukan kepada Theo tanggal lahir ibunya."Daddy sudah tahu. Terima kasih, ya." Theo mematikan panggilan telepon setelah dirasa tidak ada lagi yang ingin dibicarakannya dengan Kevin.Lelaki itu mengerutkan kening ketika menyadari tahun lahir Kirani yang masih muda."Usianya baru dua puluh tiga tahun. Tapi dia sudah memiliki anak yang berumur lima tahun. Dia juga sudah menyelesaikan kuliahnya." Theo mengetuk-ngetuk dagunya sambil memikirkan tentang masa lalu Kirani yang masih berusia muda tapi sudah memiliki seorang anak dan sudah lulusan sarjana."Nanti saja aku tanyakan kalau Kirani sudah sadarkan diri. Atau nanti aku lihat saja cv-nya di HRD." Theo pun berusaha memasukkan angka demi angka yang sesuai dengan tanggal lahir Kevin dan tanggal lahir Kirani."Berhasil." Senyum mengembang di bibir Theo ketika ia berhasil memasukkan angka 12 12 20 di ponsel kirani.Lelaki itu segera membuka w******p dan mengirimkan pesan kepada Kevin."Nak, maaf ya. Ibu tidak bisa melakukan panggilan video denganmu hari ini. Pekerjaan Ibu sangat banyak. Jangan lupa istirahat dan makan siang, ya." Begitulah pesan yang dikirimkan oleh Theo kepada Kevin melalui ponsel Kirani.Theo tersenyum melihat pesan yang dikirimkannya sudah berubah centang dua berwarna biru. Terlihat jelas seseorang sedang merekam audio yang menandakan Kevin tengah mengirimkan pesan voice note sebagai balasannya."Ibu tenang saja. Hari ini nenek masak sup kesukaanku. Ibu jangan terlalu lelah, ya." Suara Kevin yang begitu merdu di ponsel Kirani membuat Theo terkekeh.Lelaki itu mengirimkan stiker seorang perempuan yang memegangi hatinya dan menyerahkan hati itu kepada seseorang. Pesan tersebut pun dibalas oleh Kevin dengan mengirimkan stiker hati beterbangan."Pasti aku akan merasa sangat bahagia kalau berada di tengah-tengah mereka. Hubungan Kirani dan Kevin cukup baik. Hubungan Kevin dan aku pun cukup baik. Jadi ... Aku juga harus membuat hubunganku dengan Kirani menjadi baik." Theo mengulum senyum seorang diri, ketika ia teringat bagaimana ia merampok bibir Kirani untuk kesekian kalinya.Bibir yang saat ini menjadi candu bagi Theo walaupun baru 2 hari Kirani bekerja dengannya."Bos!"Theo terkejut ketika melihat Kirani yang tengah memanggilnya dan berusaha menggapai dirinya. Lelaki itu meletakkan ponsel Kirani di atas nakas dan duduk di samping Kirani dengan wajah cemas."Kenapa kamu tidak memberitahukan kepadaku kalau kamu memiliki riwayat penyakit maag kronis? Seharusnya kamu memberitahukan masalah ini ketika kamu hendak bekerja denganku!" Suara bariton Theo begitu galak di telinga Kirani.Lelaki itu berbicara sambil berkacak pinggang di hadapan Kirani dan menatap tajam pada perempuan itu. Hal itu membuat Kirani mengurungkan niatnya yang hendak marah-marah pada Theo."Kalau sudah begini, perusahaan bisa bangkrut. Tahu tidak!" Theo berdiri tepat di samping Kirani sambil menunjuk-nunjuk tabung infus yang berada di tiangnya."Biaya infus sudah berapa? Biaya ruangan ini sudah berapa? Belum lagi biaya yang lain-lainnya. Kamu tuh bener-bener merepotkanku." Theo masih berbicara kasar di hadapan Kirani.Kirani mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia benar-benar merasa kesal pada lelaki yang berada di hadapannya ini. Dadanya naik turun menahan amarah pada Theo yang sedikitpun tidak peduli padanya.Tadinya Kirani pikir, Theo pasti akan mencemaskannya dan menanyakan apakah Kirani merasakan sakit. Namun ternyata hal tersebut berbanding terbalik dengan apa yang ia dapatkan."Seharusnya Bos menyalahkan diri Bos sendiri. Kalau saja Bos tidak meminta saya buru-buru datang ke apartemen, pasti saya masih sempat sarapan. Tapi apa? Bos langsung memberi saya hukuman ketika saya sudah sampai di apartemen!" Air mata mengalir deras di pipi Kirani.Ia sudah tidak sanggup lagi berpura-pura tegar di hadapan Bos galak yang ada di hadapannya. Ia sudah tidak sanggup lagi berpura-pura menjadi wanita hebat di hadapan bosnya itu."Itu salahmu sendiri! Aku sudah memberikan aturan kepadamu tentang keberadaanmu di apartemen selama bekerja denganku. Kamu juga sudah menandatangani perjanjian kita bahwa kamu digaji lima puluh juta setiap bulannya. Kalau kamu terlambat, sudah menjadi konsekuensi kamu untuk menerima hukuman dariku," sahut Theo masih dengan nada kasar.Kirani menutup wajah karena sudah tidak sanggup lagi berdebat dengan Theo. Ia sangat kesal karena ternyata memiliki seorang Bos yang tidak punya hati sama sekali. Kirani hendak menyerah."Tapi setidaknya Bos tidak mengurung saya di apartemen. Atau Bos bisa kirim saya makanan," lirih Kirani."Kamu pikir kamu siapa? Asisten Pribadi saya wajib memiliki mental baja!""Kalau begitu, Aku mau berhenti saja dari pekerjaan ini. Aku nggak sanggup terus-terusan disalahkan seperti ini!" Kirani menatap tajam pada Theo sambil berusaha melepaskan selang infus yang menancap di punggung tangannya."Brengsek kalian berdua!" Tomo menatap penuh kebencian pada Kirani yang tengah digandeng oleh Theo. "Kamu yang brengsek. Hukuman yang pantas untukmu adalah hukum mati karena kamu sudah merusak masa depan Kirani!" Theo tak kalah menatap Tomo dengan penuh kebencian. "Theo. Kamu harus membebaskan aku." Bella yang diringkus oleh polisi pun ikut berteriak di hadapan Theo. "Membebaskanmu? Untuk apa? Kamu juga pantas mendekam di dalam penjara." Bella mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Aku akan segera menghubungi kedua orang tuamu untuk membebaskanku," ujarnya dengan lantang. "Itu tidak akan pernah terjadi. Kami tidak akan pernah membebaskanmu," ujar nyonya Marissa yang tiba-tiba datang bersama suaminya. "Tante, Tante harus membebaskan aku agar aku bisa membantu tante untuk menyingkirkan Kirani." Bella berusaha memberontak agar bisa mendekati nyonya Marissa. "Menyingkirkan Kirani? Kenapa aku harus menyingkirkan Kirani?" Nyonya Marisa menyunggingkan senyumnya."Maksud Tante apa? Bukankah
"Itu 'kan mobil daddy? Gimana ini?" Kevin terbelalak ketika melihat mobil Evan sudah terparkir di halaman rumahnya. "Kayaknya iya. Aduh mana ibumu belum pulang." Ibunya Kirani pun ikut cemas karena putrinya belum datang. Mereka berdua kebingungan karena tidak tahu harus berbuat apa. "Sebaiknya kamu hampiri Evan. Nenek akan menghubungi ibumu dan meminta dia pulang sekarang," ujar ibunya Kirani.Kevin terburu-buru menghampiri mobil tersebut membuat Kirani yang berada di dalam mobil itu semakin merasa ketakutan. Ia khawatir jika Kevin tidak bisa menerima kedatangan Theo yang hendak mengutarakan keinginan untuk menikahinya. "Sayang, Ayo kita turun," ujar Theo yang segera turun dari mobil dan membuka pintu mobil untuk Kirani. Dengan berat hati akhirnya Kirani segera turun dari mobil dan bergandengan tangan bersama Theo. "Ibu? Kok Ibu sudah duluan sama Daddy Evan?" Kevin mengerutkan keningnya ketika melihat ibunya yang sedang digandeng oleh Evan. "Daddy Evan? Mana orangnya?" Kirani m
"Ibu mau pergi kerja? Malam-malam begini?" Kevin terkejut ketika melihat Kirani yang sudah bersiap-siap hendak berangkat ke kantor. "Bukannya kamu istirahat dulu selama beberapa hari? Kok malah pergi lagi?" Ibunya Kirani pun menatap heran pada putrinya. "Aku tiba-tiba ada meeting penting, Bu." Kirani menyahut dengan tergesa-gesa. "Inilah makanya Daddy Evan ingin menikahi Ibu. Dia tidak mau Ibu bekerja tanpa kenal waktu seperti ini." Kirani menoleh pada Kevin yang tengah berbicara sambil menatapnya dengan cemas. "Benar sekali, Kirani. Apa sebaiknya kamu tolak saja permintaan dari atasanmu itu? Bilang kamu tidak ikut meeting malam ini. Kamu sudah bekerja dengan sepenuh waktu. Tidak ada salahnya kalau kamu istirahat dulu hari ini." Ibunya Kirani pun mendekati putrinya. "Besok Daddy Evan datang ke sini untuk bicarakan tentang pernikahan. Bagaimana mungkin Ibu mau pergi?" Kevin menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca. "Ibu nggak akan ninggalin Kevin 'kan? Ibu nggak akan kabur dari pe
"Kamu harus menguatkan hati jika suatu saat trauma Kirani kembali kambuh. Kita tidak tahu bagaimana kondisi Kirani selanjutnya. Tapi mudah-mudahan saja dengan perasaan nyaman yang dia rasakan setiap di dekat anda, dia benar-benar tidak ingat lagi pada trauma itu," ujar Dokter Dwi."Nggak masalah, Dokter. Saya bisa mengerti bagaimana keadaan Kirani. Yang pasti saya tidak akan menuruti keinginan saya untuk meminta hak sebagai suami."Theo menyalami Dokter Dwi sebelum kembali ke ruangan Kirani dan membawa kekasihnya itu untuk segera pulang. "Bos." Kirani terkejut ketika melihat Theo yang sudah berada di luar ruangan sambil merentangkan kedua tangannya. Perempuan itu berlari berhambur memeluk Theo dan membenamkan kepalanya di dada bilang sang atasan. "Aku kangen." Theo mengecup kening Kirani dan memeluk perempuan itu dengan erat. Sesekali diciumnya dengan gemas sambil membingkai wajah kekasihnya itu dengan penuh cinta. "Kita pulang ya," bisik Theo pada Kirani seraya melambaikan tangan
"Iya. Daddy bersedia menikah dengan ibumu," sahut Theo sambil tersenyum."Bagaimana kalau Ibu tidak mau menikah dengan Daddy?" Kevin mengerjapkan matanya. "Bisa kita atur nanti. Yang penting Kevin bilang sama Ibu kalau Kevin ingin menikahkan Ibu dengan Daddy.""Oke deh." Kevin mengacungkan jari jempolnya. "Horeeee. Akhirnya Kevin punya Ayah," ujarnya lagi sambil berhambur memeluk Theo. Theo segera berpamitan pada ibunya Kirani dan Kevin. Ia berencana mendatangi Wira dan membicarakan masalah perusahaan. Sepanjang perjalanan menuju perusahaannya, Theo tak berhenti memikirkan Kirani yang saat ini masih berada di klinik Dokter Dwi. Betapa ia ingin menghubungi sang dokter dan menanyakan bagaimana keadaan Kirani saat ini, tapi ia khawatir jika pertanyaannya nanti justru akan mengganggu Dokter Dwi yang tengah fokus merawat kekasihnya. Sesampai di halaman kantornya, Theo langsung terburu-buru menuju ruangan Wira. "Kamu tuh bener-bener nggak ada otak ya. Bisa-bisanya kamu membatalkan meet
"Bella, Tomo?" Kirani dan Theo sama-sama terkejut melihat klien mereka yang masuk ke dalam ruangan. "Ah, aku lupa memberitahu kalian kalau klien yang datang dari Perancis itu meminta diwakilkan pada pemilik saham di grup mereka yaitu Bella dan Tomo," ujar Wira berusaha menenangkan Kirani dan Theo.Kirani terkejut ketika menoleh ke arah Tomo yang sedang memainkan lidahnya. Lidah Tomo dimainkan persis seperti saat ia melakukan pelecehan pada Kirani.Kirani tiba-tiba merasakan sakit kepala yang teramat sangat. Kenangan bagaimana Tomo yang telah melecehkannya di masa lalu dan beberapa bulan yang lalu pun seketika berputar-putar di otaknya. "Jangan!" Kirani tiba-tiba duduk di bawah kursi sambil menutup wajahnya. Hal itu membuat Theo merasa cemas hingga berusaha menenangkan Kirani. "Lepaskan aku!" Kirani menepis tangan Theo berkali-kali. Bersamaan dengan itu juga, Tomo mendekati Kirani dan berbicara pada perempuan itu. "Kemarilah, Sayangku," bisiknya di telinga Kirani."Menyingkir kamu