Aizar sejak kecil hidup bersama keluarga angkat, meski sebenarnya dia adalah seorang anak dari keturunan keluarga kaya. Setelah tumbuh dewasa, Aizar menjadi lelaki yang tampan dan kuat, meskipun ada sisi liar yang tidak bisa dipisahkan dari dirinya sejak ia mendapatkan sebuah liontin di hutan angker. Dalam pencarian keluarganya ke kota, Aizar bertemu banyak wanita yang jatuh hati padanya, sisi liar dalam diri Aizar memanfaatkan keadaan itu. Apalagi setelah Aizar bertemu ibunya yang berasal dari keluarga miliarder, sifat liar dalam diri Aizar pun kian menjadi-jadi. Sampai akhirnya, Aizar bertemu dengan Furi yang membuatnya jatuh hati. Bisakah Aizar meraih mimpi-mimpinya?
Lihat lebih banyakSetelah tersesat tiga hari dua malam, Aizar masih belum juga sampai ke tepi hutan. Ia memutuskan untuk beristirahat di dekat sebatang kayu besar yang sudah tumbang karena dimakan usia.
Saat tengah malam Aizar terbangun mendengar suara-suara berisik yang berada tidak jauh darinya. Dilingkupi rasa penasaran, ia berjalan mengendap-endap mencari sumber suara itu.
Setelah berjalan beberapa langkah mendekati semak-semak yang lebat, lalu menyibaknya, Aizar tercengang melihat di depannya ada sebuah bangunan besar nan megah, bak sebuah istana kerajaan. Dari sana lah sumber suara musik dan suara-suara orang yang sedang berkumpul itu berasal…
“Hei, Aryo... apa yang kau buat di sini?” tiba-tiba seorang pemuda menepuk tubuh Aizar yang terbalut kaos hitam berlengan panjang. Saat Aizar menoleh ke belakang, tampaklah seorang lelaki yang sebaya dengannya tersenyum penuh persahabatan.
“Rambut kamu sekarang ikal dan gondrong begini, Yo? Apa kamu sudah malas merawat diri, ya?” tambah pemuda itu keheranan, Aizar malah mengerutkan kening.
“Ayolah, kita ikut pesta di rumah ketua kampung, rugi kalau tidak ikut, banyak gadis-gadis cantik di sana...” tambah lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya itu.
“Maaf…, aku tidak bisa ikut ke sana,” jelas Aizar merasa sangat aneh berbicara dengan orang asing di tengah hutan.
“Walaupun sudah bertahun-tahun aku tidak pulang, aku tahu kok kamu punya masalah dengan seorang gadis yang menolakmu, menyebabkan kamu selalu menyendiri dan enggan bergaul dengan siapa pun, apalagi sama perempuan,” ujar pemuda itu sambil mengembangkan senyum.
“Mulai hari ini kamu tidak perlu menyendiri lagi Yo, aku bisa jadi kawan mainmu, seperti waktu kita kecil dulu. Ayolah… pergi bersamaku ke rumah kepala kampung,” ajak pemuda itu sambil meraih lengan kanan Aizar. Aizar pun akhirnya tak kuasa menolak, bahkan dalam dirinya mulai tumbuh rasa penasaran akan pesta yang dimaksud pemuda itu.
“Tunggu sebentar, Yo…” ucap pemuda itu tiba-tiba. Lalu, ia mengeluarkan sebuah kalung berwarna hitam dan memiliki liontin berwarna kehijauan, semacam batu giok.
“Ini kalung pemberian orang tua angkatku di perantauan, katanya kalau aku memakai kalung ini semua wanita akan tertarik padaku,” jelas pemuda itu sambil mengenakan kalung itu di lehernya. “Kapan-kapan kamu boleh mencobanya, Yo, tapi hari ini aku ingin membuktikannya terlebih dahulu,” tambahnya. Aizar hanya mengiyakan tanpa sedikitpun percaya dengan ucapan pemuda itu.
Saat Aizar dan pemuda itu sudah mendekati rumah ketua kampung, rupanya perhatian orang-orang yang semuanya berpakaian dominan warna hitam serta memakai udeng hanya tertuju pada si pemuda itu. Sepertinya benar yang dikatakan pemuda itu kalau ia baru saja pulang dari merantau. Hampir semua orang menyalami dan menanyakan kabarnya. Namun, sebaliknya pada Aizar orang-orang memandang sebelah mata dan sama sekali tak ada seorang pun yang menyapa.
Saat melewati kerumunan para wanita pun, pandangan mereka hanya tertuju pada pemuda itu, kehadiran Aizar seperti tidak dianggap, bahkan ada wanita yang menghinanya...
“Berani-beraninya kamu muncul di keramaian dengan pakaian lusuh begini, Aryo!” cibir seorang wanita yang memakai kemben sehingga memperlihatkan bagian dadanya.
“Iya nih, dia gak tahu apa, pesta ini hanya untuk orang-orang berkelas. Kamu itu cuma anak kampung yang miskin!” tambah wanita berpakaian serupa di sampingnya sambil menatap sinis ke arah Aizar.
Detik itu Aizar merasa kehadirannya tak diinginkan. sehingga ia mulai berpikir untuk tidak mau terlalu larut bersama orang-orang yang menggelar pesta di halaman rumah ketua kampung. Sebaliknya pemuda itu mulai dikerumuni wanita-wanita cantik. Bahkan saat tangannya dengan nakal mulai menyentuhi tubuh wanita-wanita itu di balik keremangan cahaya di sudut-sudut ruangan, mereka sama sekali tak marah ataupun menolak bahkan membalasnya dengan manja. Melihat itu semua kelaki-lakian Aizar seketika terusik…
“Rupanya benar yang dikatakan pemuda itu, kalung yang dimilikinya adalah kalung pemikat wanita. Pasti senang kalau bisa memiliki kalung sakti itu,” pikir Aizar sambil merenung.
Di tengah-tengah pesta untuk orang dewasa itu, tiba-tiba datang seorang pemuda berwajah mirip dengan Aizar. “Itukah pemuda yang bernama Aryo? Seperti melihat diriku di dalam cermin. Pantas saja semua orang tadi menganggap aku Aryo,” pikir Aizar seketika.
“Lho, Aryo? Ini kamu...? terus, lelaki yang bersamaku tadi siapa?” ucap pemuda itu merasa terkejut bercampur heran saat bertemu dengan lelaki yang sesungguhnya bernama Aryo. Memang sulit dibedakan kemiripannya dengan Aizar, hanya bedanya pada bola mata lelaki itu tampak sipit dan berambut lurus, sedangkan rambut Aizar ikal dan sedikit gondrong.
Menyadari hal itu, Aizar segera pergi meninggalkan tempat itu karena tidak ingin terjadi masalah karena dirinya bukan bagian dari kelompok mereka.
Dalam beberapa saat, Aizar sudah menjauh meninggalkan tempat tadi ia beristirahat di dekat pohon kayu besar yang tumbang. Ia terpaksa berjalan lumayan jauh untuk mendapatkan tempat peristirahatan baru yang aman dan tidak akan diketahui oleh orang-orang misterius yang ditemuinya sedang mengadakan pesta.
“Lebih baik, aku melanjutkan tidur, karena perjalananku masih jauh, aku butuh istirahat agar besok tubuhku menjadi segar dan bertenaga,” gumam Aizar saat sudah bersandar di bawah sebuah pohon di samping api unggun yang dibuatnya kembali.
Saat mulai memejamkan mata, Aizar termenung mengingat kalung sakti yang dimiliki pemuda itu, sambil berandai-andai dia bisa memilikinya.
Jika aku bisa memiliki liontin sakti itu, maka yang kuimpikan selama ini akan menjadi kenyataan. Siapa yang tidak mau dikelilingi banyak wanita cantik? gumam Aizar dengan khayalan melanglang buana, membayangkan dirinya berada pada posisi pemuda itu, dengan leluasa menyentuhi tubuh wanita-wanita cantik dan berakhir dengan mencumbuinya satu per satu di atas ranjang dengan sepuas hati.
“Akhhh…” desah Aizar saat menyadari bagian bawahnya telah menegang karena khayalannya itu. Tangan kanannya pun refleks perlahan menyelusup masuk ke dalam celana dan merasakan kehangatan benda di dalamnya, “Kalau aku sudah bertemu dengan keluargaku yang kaya raya di kota nanti, kamu pasti akan kugunakan untuk memuaskan wanita-wanita cantik di luar sana,” gumam Aizar sambil terus berkhayal hingga ia terlelap sendiri di tengah belantara hutan dalam pencarian keluarganya...
Jalan sudah lengang saat Aizar melintas di sebuah club malam, tampak jelas plang nama tempat itu "Red Night Club". Detik itu ia teringat seorang wanita berdada besar yang memberinya kartu nama. Lala, nama wanita itu. Aizar pun memelankan laju mobilnya, tertarik dengan kemegahan dan kemewahan club malam itu. Tampak mobil-mobil mewah terparkir di halaman bangunan yang dominan warna merah. Lampu-lampu aneka warna menghiasi setiap sudutnya. “Bikin penasaran, seperti apa di dalam sana?” batin Aizar sambil termenung menatap ke arah klub malam itu dari dalam mobil yang berhenti di bahu jalan. Lagi-lagi Aizar menggelengkan kepalanya, “Saat ini aku bukan orang biasa, tidak mungkin aku masuk ke tempat asing sendirian,” gumamnya lalu mengembuskan napas.Beberapa saat kemudian, Aizar melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah di tengah malam yang hening. Sesampai di rumah semua orang sudah tidur, ia memutuskan untuk pergi ke halaman belakang rumah, lalu ia merebahkan tubuhnya di atas gazebo. Saa
Aizar keluar rumah membawa mobil sedan hitamnya menuju cafe yang disebutkan Furi. Sesampainya di tempat minum kopi itu, rupanya Furi sudah menunggu dengan segelas kopi panas yang mengepul di atas meja di hadapannya.“Maaf ya telat, aku tadi muter-muter dulu mencari cafe ini,” ucap Aizar setelah mendekati Furi. “Ini tempat minum kopi favoritku,” jelas Furi saat Aizar duduk di depannya. “Kamu mau minum apa?” tambahnya sambil meletakan menu di depan Aizar.“Samakan saja dengan kopi yang kamu pesan,” jelas Aizar.Furi pun melambaikan tangannya pada pelayan yang berdiri di depan bartender, lalu memesankan kopi untuk Aizar dan juga beberapa piring kudapan untuk mereka berdua makan.“Padahal sudah cukup malam, tapi tempat ini masih ramai ya?” ujar Aizar sambil memperhatikan sekeliling cafe bernuansa klasik itu.“Di sini memang tempat nongkrong orang sampai larut malam, makanya aku mengajak kamu ke sini,” jelas Furi.“Berarti kamu sering ke sini, ya?”Furi hanya mengangguk.“Sama siapa biasan
“Dari awal aku sudah menduga, kehadiranku tidak diinginkan,” batin Aizar saat kembali ke ruang keluarga. Ia duduk menyendiri di depan TV menonton program musik walaupun tidak bisa menghiburnya. “Aizar, pergilah makan? Semua orang sudah makan, tinggal kamu saja yang belum,” ucap Cempaka saat datang menghampirinya. “Aku belum ingin makan, Mah, nanti kalau sudah lapar aku ambil sendiri,” balas Aizar sambil menoleh ke arah mamanya.“Jangan telat makan ya, Nak, nanti sakit seperti adikmu,” tambah Cempaka, lalu ia bermaksud pergi melihat Debby di kamarnya, tapi Aizar menolak saat diajak menemui adiknya dengan alasan barus saja menemuinya.Sejurus Cempaka pergi, anggota keluarga yang lain datang memenuhi ruang keluarga.“Rupanya di sini boss besar kita,” ucap Dharma menyindir Aizar.“I-iya, Om… aku barusan habis menemani Debby di kamarnya, sekarang gantian Mama yang menemaninya,” jawab Aizar beralasan.“Sayang juga kamu dengan adikmu ya…? ya memang harus begitu. Sebagai keluarga besar kita
Sesampainya di rumah pada sore hari, Aizar mendapati Debby sudah pulang dari rumah sakit, “Aku ingin melihat, Debby, Mah,” ucapnya pada Cempaka yang sedang duduk menghilangkan lelahnya di ruang keluarga.“Jangan diganggu, dia sedang istirahat,” tiba-tiba Nek Ariy datang melarang Aizar. “I-iya, Nek…,” ucap Aizar sambil mengangguk, lalu dengan lesu ia duduk di samping mamanya.“Oh iya, aku dengar kamu sudah diangkat jadi Presdir menggantikan kakekmu selama liburan? Memangnya kamu siap?” tanya Nek Ariy sambil memandang ke arah Aizar dengan ekor matanya.“I-iya, Nek… aku akan berusaha…”“Kalau kamu keberatan tinggal bilang saja, tidak perlu memaksakan diri,” ujar Nek Ariy memotong ucapan Aizar.“Aizar pasti siap, Mih… lagipula nanti dibantu Sony dan direksi lainnya. Hitung-hitung latihan ya, Aizar? Biar Aizar bisa lebih paham tugas-tugas seorang pimpinan perusahaan itu seperti apa. Pada saatnya nanti, Aizar akan lebih siap ketika benar-benar diserahkan jabatan sebagai seorang Presdir yan
“Aku hanyalah anak muda yang dibesarkan di dusun terpencil di pedalaman. Tempat tinggalku dikelilingi belantara hutan ulin, hewan-hewan liar adalah teman mainku sehari-hari. Aku berdiri di sini, sekarang ini, bukanlah karena kehebatanku, tapi karena kerja keras dan perjuangan tak kenal lelah dari Kek Prambudi yang merintis Shine Group dari nol hingga kini menjadi salah satu produsen elektronik ternama di tanah air. Dengan demikian, aku tidak akan pernah lupa, tanpa Kek Pram aku hanyalah seorang anak dusun yang tiada siapa pun memandangnya. Jadi, aku berjanji akan menjaga apa yang sudah diamanatkan beliau. Aku akan bertekad meneruskan apa saja yang sudah dirintis beliau dan membuat Shine Group lebih sukses dan lebih maju lagi!” ucap Aizar dengan penuh semangat menyampaikan ucapannya setelah ditunjuk menjadi seorang Presdir di depan peserta rapat. Tepuk tangan seketika terdengar mewarnai seisi ruangan, “Hidup Pak Aizar! Hidup Pak Pram!” ujar beberapa orang direksi mengelu-elukan Aizar d
Bagi Adirah, pria bertubuh tegap dan gagah seperti Aizar adalah pria idamannya. Saat pertama kali bertemu, ia langsung jatuh hati. Namun, saat ini semua keinginan itu hanya dalam angan-angannya. Ia tak bisa berharap banyak pada Aizar, karena dia adalah seorang boss yang harus dilayani dan dihormati. “Yang penting Pak Boss senang, itu saja sudah cukup bagiku,” batin Adirah yang selalu curi-curi pandang untuk menikmati wajah Aizar setiap berdekatan dengannya.“Kenapa, Dirah?” tanya Aizar tiba-tiba menengok ke arah Adirah di depan meja kerjanya.“T-tidak apa-apa, Pak…” jawab Dirah gugup, lalu mengalihkan pandangannya ke layar komputer.“Sudah disusun semua laporannya?” tanya Aizar memastikan.“Sedikit lagi, Pa,” jawab Adirah.“Kalau sudah selesai langsung print saja ya. Aku mau ke balkon sebentar, menikmati udara pagi yang segar agar pikiranku lebih tenang saat rapat nanti,” jelas Aizar lalu berjalan keluar ruangan menuju taman di samping ruang kerjanya.“Duh, gagahnya Pak Boss-ku…” guma
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen