Di waktu yang bersamaan. Steiner membuka pintu ruangan Komisaris Rizel. Claudia yang terkejut, hanya diam memasang wajah yang tegang. Mereka saling menatap, terdiam beberapa detik. "Apa yang kamu lakukan disini Claudia?" Tanya Steiner. "Aku... aku menyimpan berkas ke atas meja Pak Rizel saja kok, kamu sendiri mau apa?" Steiner terdiam dan memegang erat sesuatu di tangannya "Kamu bawa apa Steiner?" Claudia menatap curiga. "Aku tidak tau, apakah tindakan ku ini benar atau salah" "Loh, memangnya ada apa?" "Aku hanya ingin menyimpan jas Pak Komisaris Rizel yang terkena tembakan saat beliau di bawa ke rumah sakit" Steiner membuka kantong plastik berwarna hitam itu kepada Claudia. "Oh, cuman jas rupanya" Jawab Claudia. "Tidak, tidak hanya jas, tapi aku menemukan sesuatu di saku bagian dalam jas Pak Komisaris" Steiner merogok saku dalam jas menggunakan sarung tangan. "Ini, Jagdkommando, pisau untuk membunuh para korban" Steiner menunjukan pisau Asmodeus kepada Claudia. "Kenapa ad
"Apa kabar para polisi penegak hukum, kalian telah menangkap siapa? sekumpulan badut tengah bermain drama, sangat lucu sekali" Ucap Asmodeus. Asmodeus berjalan beberapa langkah, mendekat ke kamera "Saya masih bebas, seperti seekor burung gagak yang terbang tinggi, hinggap ke satu nyawa ke nyawa lainnya, sekumpulan bedebah telah menangkap orang yang salah" Masyarakat dan seluruh anggota kepolisian yang menyaksikan kembalinya Asmodeus, hanya menatap dengan kedua bola mata yang terbuka lebar. Terkejut dan seolah tak percaya. Asmodeus membuka penutup mata dari sandera itu dan memberikan pernyataan yang mengejutkan. Delista dan Rizel membisu mendengarkan perkataan Asmodeus. "Dia adalah Torio, anak tunggal dari Komisaris Axel, akan membongkar satu persatu kebusukan oknum Polisi yang memiliki jabatan tinggi di dalam institusinya" Menyaksikan pernyataan Asmodeus, Jenderal Vares yang berada di ruangan kantornya, beranjak dari tempat duduk. Menatap tajam ke arah layar televisi. Mengkerutkan
"Serega Alifar, pengusaha kaya raya dan bawahannya adalah seorang Polisi, Jenderal Vares" Ucap Asmodeus. Ucapannya membuat semua yang menyaksikan siaran langsung, membisu. "Serega dan Jenderal Vares? tapi apa salahku?" Ujar Rizel. "Ini bukti-bukti kekompakan mereka di dalam bisnis haram" Asmodeus menunjukan bukti lainnya melalui foto yang di susun menjadi satu video. Sama seperti halnya Axel, Jenderal Vares tertangkap basah saat bersama Serega, di sebuah pabrik sabu dan di satu tempat perjudian ilegal. Mereka terlihat akrab, seperti sahabat yang telah lama saling mengenal. Melihat semua bukti nyata itu, Rizel menyaksikan siaran langsung itu di ruang tengah markas kepolisian, bersama anggota lainnya. Juga, Rizel menggelengkan kepala. Seakan tidak percaya atas semua yang telah di lihatnya. Sedangkan di departemen pusat, emosi Vares semakin memuncak "Lacak keberadaannya sekarang! dia tidak akan sempat untuk jauh-jauh melarikan diri" Perintah Vares kepada semua bawahannya yang berad
Regu kepolisian Cyber Crime telah berhasil menemukan titik lokasi Asmodeus berada, melalui pelacakan alamat IP. Sang Jenderal menghubungi semua pasukan khusus untuk melakukan penyergapan Asmodeus. Pasukan anggota polisi khusus, tengah berkumpul di lapangan terbuka. Di bawah perintah Vares, mereka mengenakan seragam anti peluru dan bersenjatakan lengkap. Beberapa barracuda terpajang rapih, bersiap untuk bertempur. "Tangkap dia hidup atau mati!" Perintah Sang Jenderal. "Siap, laksanakan!" Hentakan kaki para pasukan khusus terdengar keras dan bergema. Semua pasukan pergi menuju lokasi yang di tunjuk sebagai tempat Asmodeus berada. Sedangkan Vares kembali menuju ruangan Cyber Crime untuk memantau pergerakan Asmodeus. Vares memasuki ruang utama, suasana terasa sangat hening, polisi yang berjaga dan bekerja di dalam ruangan, tidak terlihat beraktivitas. Vares berhenti, berdiri di tengah ruangan utama "Kemana orang-orang ini, mereka pasti sedang bermalas-malasan menonton aksi si bodoh A
"Maaf Pak Komisaris, aku Brigadir Darius" "Brigadir Darius? kalau tidak salah kamu bertugas di kantor pusat kan?" "Betul Pak" "Ada apa memangnya?" "Aku di perintahkan untuk melaporkan mawar besi yang tertancap di kepala Jenderal Vares" "Di perintahkan? bukankah itu berada di wilayah kantor pusat?" "Betul Pak, tapi Pak Edmund mempercayakan kasus ini kepada Pak Rizel" "Kalau begitu aku terima, besok akan aku selidiki lebih lanjut" "Siap Pak, terima kasih" Panggilan pun berakhir. "Siapa itu sayang?" Tanya Delista. "Brigadir Darius, anggota kepolisian di kantor pusat" "Darius? memangnya ada apa Pak?" Timpal Steiner. "Pak Kadiv memerintahkan ku untuk melanjutkan memecahkan kasus ini, sekaligus memintaku untuk menyelidiki mawar besi yang tertancap di Jenderal Vares" "Ayah, kenapa tidak cuti saja? istirahatlah, dari sepulang liburan, Ayah belum juga rehat di rumah" Pinta Genia. "Ayah kan sudah cuti sayang, tapi mungkin itu bisa saja, namun tidak sekarang yah" Rizel membalasny
Media sosial menjadi khalayak ramai oleh penggemar fanatik Asmodeus. Sekumpulan remaja tanggung membentuk sebuah komunitas bernama "Asmonism". Berawal dari puluhan pengikut, hingga menembus puluhan ribu orang. Asmodeus adalah dewa, keadilan yang di tunggu oleh masyarakat yang telah muak dengan sistem negara yang telah ada. Tetapi, manusia tidak selamanya sama dalam sudut pandang. Ada siang, pastilah akan ada malam. Tidak sedikit masyarakat yang meminta Asmodeus untuk di tangkap. Aksi hukum rimba dan keji tidak lagi berlaku di jaman era modern. Aksi unjuk rasa terbagi menjadi dua kubu. Asmonism dan Anti-Asmodeus, saling bentrok satu sama lain. Kericuhan yang semakin terjadi, membuat Rizel bekerja siang dan malam. Duduk di depan komputer, melacak keberadaan Asmodeus. Meja kantornya terpenuhi oleh gelas plastik, sisa kopi yang telah di seduhnya. Menjelang pagi, Rizel mengumpulkan semua barang bukti yang ada, memeriksanya satu persatu. Hingga membaca kembali satu pesan dari mawar besi ya
Seorang diri Rizel berpatroli. Mengenakan pakaian biasa, berjalan kaki. Sesekali menggunakan walkie talkie untuk memastikan keadaan, kepada semua anggota yang di perintahkan. Matahari telah terbenam. Rizel beristirahat di sebuah lapangan, tempat bermain anak-anak. Duduk di atas kursi ayunan. Memakan kentang goreng, melihat ke arah jalan yang mulai sepi dari hiruk-pikuk kehidupan manusia. Seorang wanita, turun dari bus bersama kedua anaknya. Berusia sekitar 7 tahun dan 12 tahun. Terdengar selintas, Sang anak yang paling kecil meminta untuk di gendong kepada Ibunya. "Ibu lelah Nak, jalan kaki saja yah" Sebagai seorang kakak, anak yang berusia remaja berjongkok di hadapan nya "Yuk sama kakak gendong" "Hore, aku di gendong sama Kakak" Jawab riang anak kecil itu kepada kakaknya. Hujan turun malam itu. Rizel mencari tempat berteduh, mobilnya terparkir cukup jauh. Coffe shop, tempatnya berteduh, Rizel berdiri di depan Cafe itu. Dari jarak yang cukup jauh, terdengar suara ban mobil ber
Tidak lama Bruno berkunjung, dari rumah Thomas. Dia pergi ke suatu tempat "Yayasan Harapan Senja" . Seorang wanita dewasa, menyambut kedatangannya dan mengajak Bruno ke ruang tamu. "Bagaimana pengajuan untuk penitipan anakku apakah bisa di proses, Bu Rose?" "Bisa, tapi apa Pak Bruno yakin untuk menitipkannya kepada kami?" "Yakin, jika keadaan sudah aman dan membaik, aku akan mengambilnya kembali" "Kenapa Pak Bruno tidak menitipkan ke sanak saudara saja?" "Demi keamanan Bu, aku harus melakukan hal ini" "Baiklah, tunggu sebentar aku akan membawa kertas formulir untuk Pak Bruno tanda tangani" Bruno dan Elrose telah sepakat. Form formulir telah terisi dan di tanda tangani Bruno. Ada satu hal penting yang di lupakan olehnya. Hingga sampai pulang dari rumah. Bruno mencoba mengingat hal tersebut. Hari terenggutnya nyawa Bruno dan Lucia telah tiba. Razel telah di bawa ke yayasan harapan senja, di jemput oleh Rose Lamia di rumah sakit. Pagi itu, Rizel pergi ke taman kanak-kanak, di ant