Share

4. Hamil Di Luar nikah

Malam itu diantar Rohanda, Vinza datang ke panti untuk bertemu David. Melihat Vinza di halaman panti, David lekas berlari dan memeluk gadis itu. “Kamu ke mana? Kenapa enggak ke sekolah? Bapak kamu enggak nyakitin kamu, kan?” tanya David.

Vinza menggeleng. David memeluknya, tetapi langsung Vinza dorong. “Kita putus saja, Vid,” ungkap Vinza.

David diam. Ia kaget. “Kenapa? Aku sayang kamu, Vin. Aku akan ngomong sama Bapak kamu. Aku bakalan kasih dia uang banyak asal kita bisa sama-sama lagi. Aku enggak mau kehilangan kamu,” tegas David.

“Sebanyak apa? Apa bisa lebih banyak dari uang Pak Dedih, juragan kambing? Kalau enggak sebanyak itu, mending kamu mundur. Biar aku nikah sama anak Pak Dedih. Masa depan aku lebih kejamin, Vid.”

“Apa?” David kaget mendengarnya. “Vin, yang bener! Kamu masih sekolah. Gimana caranya mau nikah. Enggak! Kalau pun kamu mau nikah, aku yang akan nikahin kamu!”

Vinza tetap menggeleng. “Aku sadar. Kalau kamu itu anak enggak jelas. Mungkin sudah nikah, aku bakalan hidup melarat sama kamu. Aku enggak mau. Kita putus saja.”

Melihat itu Rohanda tertawa. Vinza berbalik dan meninggalkan David di sana sendirian. David berlutut. “Kamu kok gitu, Vin? Padahal aku beneran sayang sama kamu. Aku beneran mau nikah sama kamu,” batinnya. Lirih David melihat Vinza berjalan semakin menjauh. Sedang Vinza menangis. Ia tak bisa membayangkan akan menikah dan hidup dengan pria setua Hadi yang lebih cocok jadi pamannya.

***

Vinza masih duduk di sisi jendela. Ia menangis berhari-hari menangisi takdir. Sudah malas baginya untuk makan bahkan mandi. Bukan hanya karena tak bisa lagi bertemu David. Vinza pun akan resmi menjadi istri pria tua dalam hitungan hari.

“Vin, makan dulu. Kamu harus kuat supaya bisa duduk di pelaminan buat nyalamin tamu nanti!” tawar ibunya.

Vinza menggeleng. Mungkin hanya dia pengantin yang mengutuk hari pernikahannya. Dia malu bertemu dengan teman-teman. Apalagi ia putus sekolah untuk menikah karena uang. Iya, ‘kan? Terlihat jelas.

“Neng, makan dulu!” Lagi, Romlah, ibunya Vinza memanggil.

Tak tahan dengan panggilan ibunya, Vinza turun dari jendela. Namun, ia terjungkal dan jatuh ke lantai. Tubuhnya lemas. Romlah yang melihat itu lekas berlari masuk ke kamar dan meraih Vinza. “Neng, kenapa kamu?” tanya wanita itu khawatir.

Vinza masih mendengar suara ibunya saat itu pun dengan wajah khawatir Romlah. Tak lama ia melihat wajah Rohanda dan gelap. Begitu bangun, Vinza sudah berada di ruang perawatan. Terlihat dari pintu ruangan yang terbuka orang tuanya tengah beradu argumen dengan keluarga Pak Dedih. Tak tahu apa yang mereka ributkan.

Vinza bangkit sambil berpegangan ke ranjang pasien. “Mana mau anakku dinikahin dengan perempuan kotor begitu! Ini masalah serius! Anak kamu itu tukang zina!” teriak Pak Dedih.

Vinza kaget, ia turun dari ranjang pasien dan berjalan sambil berpegangan ke dinding. Para perawat di sana menonton kejadian itu. “Bu, ada apa?” tanya Vinza.

Romlah yang melihat putrinya lekas mendekati Vinza dan memeluk anak itu. “Vin, siapa bapaknya? Siapa bapak anak kamu?” tanya Romlah.

Jelas Vinza terbelelak. “Anak? Anak apa?” tanya Vinza.

Pak Dedih dan Hadi menatap Vinza dengan tajam. “Kembalikan uang lamaran yang kami beri! Kami anggap hutang! Kalau enggak bayar, ladangmu kami ambil!” ancamnya.

Pak Dedih dan Hadi langsung meninggalkan tempat itu. Rohanda menatap tajam Vinza. Ia hampiri dan tampar anak perempuan satu-satunya itu. “Anak kurang ajar! Berani kamu bikin malu orang tua! Siapa? Siapa yang hamilin kamu?” bentak Rohanda.

Vinza menggeleng. Ia usap pipinya yang nyeri dan sakit. “Sudah, Pak. Jangan kasar gitu sama anak kita. Dia anak kita satu-satunya!” tangis Romlah pecah.

“Halah! Kamu itu manjain anak kamu, makanya dia jadi wanita murahan kayak gitu!” bentak Rohanda.

Vinza lekas berlutut di depan bapaknya. “Pak, maafin Vinza, Pak. Vinza enggak tahu bakal kayak gini. Maaf,” ucap Vinza.

Namun, Rohanda mendorongnya hingga Vinza jatuh ke lantai. “Ini pasti kerjaan anak enggak jelas itu, kan!” Rohanda lekas pergi ke luar.

Vinza sudah tahu akan ke mana bapaknya pergi. Ia mencoba menyusul dengan tubuhnya yang lemas. Romlah bantu memapah anaknya. Benar apa yang Vinza kira. Bapaknya pergi ke panti tempat David tinggal. Di sana Rohanda membuat keributan.

“Berapa kali aku bilang. Sudah dua minggu David pergi dari sini. Dia cuman ninggalin surat kalau dia sudah nemuin orang tuanya. Ini juga kami bantu lapor ke polisi.”

Mendengar itu, Vinza rubuh. Ia duduk berlutut. Tangisnya pecah. “Bohong! David ke mana? Dia harus tanggung jawab! Anakku gimana kalau enggak ada ayahnya? Bu, tolong cari David!”

Bu Afifah kaget mendengar pengakuan Vinza. Ia dekati wanita itu dan memeluknya. “Ya Allah, Neng. Kenapa bisa gini? Iya, biar ibu bantu carikan. Ibu janji.”

Nyatanya David tak kembali. Ladang Rohanda dijual demi menutupi hutang pada Dedih juga pada bank. Hutang yang membengkak yang dulu ia ambil sebagai modal bertani. Akhirnya Rohanda jatuh sakit, kena stroke.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status