Home / Rumah Tangga / Ayah Mana? / 3. Saat kesuciannya direnggut

Share

3. Saat kesuciannya direnggut

Author: Elara murako
last update Last Updated: 2023-01-27 16:41:33

Malam itu Vinza tak bisa tidur. Ia masih terus memutar otak bagaimana caranya meminjam seorang pria untuk pura-pura menjadi ayahnya Rufy. Anaknya sangat cerdas, ia bukan anak yang cepat lupa. Vinza jadi mengenang saat dia janji mengirimkan mainan mobil tahun lalu. Karena tergesa-gesa, Vinza lupa membeli mainan itu. Ia pikir minggu depan saat menelpon, Rufy pasti lupa. Tidak, anak itu masih ingat dan menagihnya.

Kini tubuh Vinza merebah. Ia tatap langit-langit kamar. Beberapa kali mencoba memejamkan mata, tetap tak bisa. Andai saja dia tak membuat kesalahan, mungkin tak akan ada di posisi ini. Kesalahan terbesar yang membuat masa remajanya runtuh.

FLASHBACK

“Pulang bareng, Vin?” tawar David, teman satu sekolahnya saat SMA dulu. David seorang yatim piatu dan tinggal di panti asuhan, tak jauh dari rumah tempat Vinza tinggal.

“Tumben! Bisanya juga bareng temen kamu.” Vinza melirik ke belakang. Teman David sedang jongkok di gerbang untuk menggoda setiap anak perempuan yang lewat.

David, pria berkulit putih dengan mata sipit itu memang sangat menggoda. Tubuhnya tinggi dan tegap. Banyak yang berpikir kalau dia keturunan Korea. Nyatanya tak ada yang tahu. Sejak bayi dia dibuang di depan panti dan tumbuh di sana hingga kini. Tak pernah sekali pun ada seseorang yang mencarinya dan mengaku sebagi orang tua.

“Itu, aku sekalian mau ngomong sesuatu sama kamu.”

“Ngomong apa?” Vinza menaikan alis. Ia harus sedikit menunduk saat berjalan karena jalan kampung yang ia lewati masih berupa jalan bebatuan. Salah-salah bisa tersandung.

“Maju dikit enggak apa-apa? Atau kita cari tempat sepi gitu?”

Vinza sama sekali tak curiga. Ia iyakan tawaran David itu. Mereka berjalan ke sisi, tepatnya ke pesawahan dan duduk di saung. David menunduk sambil menggeser-geser kakinya ke pematang sawah.

“Ada apa?” tanya Vinza karena David tak juga bicara.

“Kamu sama si Fathur udah jadian?”

Vinza terkekeh. “Yang bener saja! Ogah aku! Dia saja masih anak mamih, kok. Tadi pagi saja aku liat dia disuapi.”

David ikut tertawa. “Yang bener?” tanya David lagi.

“Serius.” Vinza mencabut rumput yang tubuh di tanah yang ia injak. “Eh, asli! Kamu mau ngomong apa?”

“Aku suka sama kamu, Vin. Kamu mau pacaran sama aku?” tanya David. Kali ini pria itu langsung terbuka.

Vinza meneguk ludah. “Yang bener! Jangan bercanda.”

“Beneran.” David raih jemari Vinza. Ia pegang erat tangan gadis itu. “Aku sayang sama kamu. Mau jadi pacar aku? Aku bakalan jagain kamu. Janji!”

Mata Vinza dan David saling bertatapan. Gadis mana di usia itu tak bahagia ditembak pria setampan David. Vinza tak perlu lama berpikir. Ia terima perasaan pria itu.

Tahun demi tahun berlalu. Tak terasa kini mereka sudah berada di semester akhir. Hubungan Vinza dan David masih awet. Bapak Vinza yang tahu soal itu dari Fathur, sempat marah. Ia tak mau menerima David yang tak jelas asal usulnya.

“Kayak enggak ada laki-laki lain kamu! Gimana kalau ternyata dia anak haram? Mau hancurin masa depan kamu? Bisa apa dia! Orang tuanya saja buang dia! Masa mau kamu pungut!”

“Tapi Vinza sayang sama dia, Pak.”

“Halah! Cinta! Cinta! Kamu itu masih sekolah! Fokus sama sekolah kamu! Bukannya malah pacaran sama anak enggak jelas. Kalau kamu masih pacaran sama dia! Aku nikahin kamu sama anak juragan kambing!” ancam Bapaknya.

Namun, tak semudah itu Vinza bisa melupakan David. Mereka masih berhubungan walau harus diam-diam. Untuk menumpahkan rasa rindu, mereka bertemu di hutan desa yang jaraknya tak jauh dari ladang warga. Jarang ada manusia pergi ke sana.

“Sampai kapan kita mau kayak gini, Vid. Kamu ngomong gitu sama Bapakku. Jelasin kalau kamu bisa jaga masa depanku,” pinta Vinza.

David memeluk kekasihnya. “Iya, ini juga lagi usaha. Aku mau kumpulin uang supaya bisa liatin ke Bapak kamu.”

“Uang dari mana? Kita cuman anak sekolahan.”

“Sabar, dong. Yang penting kita bisa sama-sama kan?” David kecup kening Vinza. Tangannya mengusap punggung tangan Vinza. “Kamu cantik, Vin. Tahu enggak, setiap malam aku selalu inget sama kamu.”

“Beneran? Inget apa?”

“Banyak. Senyuman kamu. Semuanya, deh!” ungkap David. Ia kecup bibir Vinza. “Aku sayang kamu.”

Gombalan demi gombalan David keluarkan hari itu. Vinza semakin larut dalam cintanya. Dari kecupan di bibir hingga hari itu ia berikan sesuatu yang harusnya ia jaga hingga ia menikah.

“Vid, aku takut kalau Bapakku tahu. Dia bisa ngamuk,” ucap Vinza sambil meraih pakaiannya yang sudah tanggal.

“Ya, kamu jangan kasih tahu, dong. Kita diam saja sampai aku nikahin kamu, ya?” timpal David sambil berpakaian.

Bagaimanapun seorang wanita yang sudah hilang kegadisannya, Vinza sangat takluk pada David. Setiap kali David meminta hal yang sama, Vinza pasti mengiyakan. Apalagi kalau David sudah mengeluarkan kata sakti.

“Cewek lain pasti mau tidur sama aku,” begitu alasannya. Hingga Vinza tetap penuhi hasrat pria itu.

Sepandainya tupai melompat, pasti akhirnya jatuh juga. Hendak berbuat tak senonoh untuk ke sekian kalinya, Vinza ketahuan oleh Bapaknya. Jelas saat itu Bapaknya murka. Rohanda meninju wajah David hingga pria itu jatuh.

“Berapa kali aku bilang! Jauhi putriku! Anak enggak jelas juga! Mimpi kamu bisa dapatin anakku? Supaya kamu bisa nikmatin warisanku?” Rohanda meludahi David. Sedang pria itu tak bisa berkata-kata. “Awas kamu kalau berani dekati anakku lagi! Ini arit (sabit) bakalan ngelayang ke leher kamu!” ancam Rohanda.

“Pak, aku beneran sayang sama anak Bapak. Kasih aku kesempatan buat buktiin kalau aku pantas buat dia,” pinta David meraih kaki Rohanda. Namun, David didorong.

“Enggak sudi! Anak haram kayak kamu mana pantas dapatkan anakku!”

Vinza diseret pulang. Di rumah ia dimarahi habis-habisan. Besoknya Vinza dilarang keluar rumah. Bahkan sekadar untuk sekolah. Tiba-tiba juragan kambing yang rumahnya masih satu RT dengan Vinza datang bersama anaknya, Hadi. Pria itu sudah agak tua, berbeda dua puluh tahun dengan Vinza.

Jelas Vinza histeris. “Ngapain dia ke sini, Bu? Ngapain? Vinza enggak mau!” tolak Vinza. Namun, baru sampai di depan pintu, ia sudah dihadang pamannya Udin. Vinza diseret dan dipaksa duduk di ruang tamu meski dia menolak.

“Aku terima lamarannya, Hadi. Kalau bisa secepatnya kita nikahin mereka,” jawab Rohanda atas lamaran keluarga itu.

“Enggak, Pak! Vinza masih mau sekolah! Vinza mau nikah sama David! Enggak mau sama lelaki lain! Pak!” tolak Vinza.

Rohanda menyeretnya ke kamar. Di sana Vinza langsung diancam. “Kalau kamu nolak, jangan salahkan Bapak kalau sampai pacar kamu itu tinggal nama! Bapak enggak segan hilangin nyawa dia!”

Di sana Vinza langsung gemetar. Ia ketakutan. “Cepat putusin dia dan nikah sama Hadi!” tegas Rohanda.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ayah Mana?   116. Ingin nonton (tamat)

    “Begini Bu Guru. Hari Minggu ini Rufy punya acara nonton di rumah. Bunda bolehin Rufy untuk nonton hanya setengah jam. Masalahnya ada dua yang mau Rufy tonton. Rufy suka Tayo juga suka Pocoyo. Baiknya Rufy pilih mana?” Bu Guru berpikir. “Mungkin untuk ini, Rufy bisa melakukan undian,” saran guru. “Undian?” Rufy rasanya belum pernah mendengar kata itu.“Iya, begini.” Guru membuat dua sobekan kertas. Ia tulis kedua nama acara itu di kedua kertas yang berbeda. Guru lipat kedua kertas dan memasukan dalam saku lalu memutar tangannya dalam saku agar kedua kertas itu teracak. Setelah itu, dia kembalikan ke atas meja. “Pilih salah satu,” saran guru dengan begitu detailnya.Rufy pilih salah satu kertas dan membacanya. “Tayo! Jadi Rufy nonton Tayo minggu ini. Yeay! Makasih banyak Bu Guru,” ucap Rufy. Dia senang karena apa yang menjadi beban belakangan ini hilang.Hari Minggu pun tiba. Rufy bangun subuh untuk salat subuh. Dia kenakan pakaian koko dan berjamaah dengan kedua orang tuanya. Selesa

  • Ayah Mana?   115. Galau

    Mr. Hang menahan tawa. “Maaf, Pak. Yang keren itu kalau banyak follower, bukan following.”“Iya, kah? Kalau gitu aku berhenti follow saja,” keluh David. “Pasti banyak yang follow anda, Pak. Apalagi anda seorang Chairman perusahaan besar. Anda tinggal umumkan saja pada media,” jelas Mr. Hang. “Benarkah?”“Iya. Apalagi kalau nama akunnya sudah centang biru. Pasti semakin banyak yang follow.”David menganggukan kepala. Ia lekas kembali memeriksa ponselnya. Tak lama dia berpikir. Jadi nama yang centang biru itu populer. Ia intip profil milik Biru Bamantara yang bercentang Biru. Di sana timbul rasa iri di hati David. “Dia pikir aku enggak bisa kayak dia apa!” Sore itu David pulang ke rumah. Dia sudah disambut pelayan dan istrinya di depan pintu. “Gimana kerjaan hari ini? Kamu sibuk terus main Instragram,” omel Vinza. “Maklum, soalnya akun aku ‘kan centang biru,” jawab David. Vinza menaikan alis. “Follower kamu baru empat biji, gimana bisa centang biru?” tanya Vinza bingung. Saking pen

  • Ayah Mana?   114. postingan

    “Aplod ini, ah!” seru Rufy saat dirinya selesai membuat vlog pribadi saat sedang mengerjakan PR. Dia punya akun instagram sendiri yang terhubung dengan akun Vinza. Jadi, Vinza bisa mengawasi penggunaan media sosial putranya. Zaman semakin maju, bukan artinya anak tak boleh memakai gadget bukan juga boleh memakai gadget. Untuk anak seusia Rufy yang baru menginjak kelas TK, penggunaan gadget hanya boleh selama lima belas menit sehari. Namun perlu diingat, orang tua harus lebih pintar dalam menggunakan teknologi dari pada putranya. Jangan seperti Koko Dapit. “Upload apa?” David mengintip ke layar ponsel Rufy. “Tadi Upi bikin vlog buat PR sendiri. Followers Rufy sudah banyak, Yah,” jawab Rufy. “Ouh. Vlog itu apa?” tanya David. David bukannya gaptek. Dia bisa melakukan peretasan, menggunakan tagar sebagai media komunikasi, bahkan merancang aplikasi. Hanya saja dia tak tahu bahasa media sosial kekinian karena dia hanya punya twitter. Itu pun tidak pernah membuat cuitan. Apalagi instagr

  • Ayah Mana?   113. ageisme

    “Penting bagi kita menambah wawasan dalam berbagai bidang. Ini membantu mencari peluang bisnis baru apalabila bisnis lama terpuruk. Jangan sampai kita main dalam kubangan sampai kita tak sadar seluruh tubuh kita kotor dan kemungkinan badan kita sakit,” jelas David saat ditanya tentang sektor baru yang kini tengah ditekuni Heaven Grouph saat jam rehat seminar. Pengisi seminar itu adalah salah satu pengusaha sukses Indonesia yang perusahaannya sudah menjadi perusahaan kelas dunia di Amerika. Karena itu David sangat bersemangat untuk datang. “Pasti wawasanmu luas sekali ya dengan usia segitu? Sepertinya Papamu sering ajak kamu jalan-jalan ke luar negeri,” ucap salah satu tamu undangan yang juga pengusaha. David melirik sumber suara. “Maaf?” tanya David bingung. “Iya, kadang bicara perubahan memang mudah. Apalagi bagi anak muda yang jiwanya masih menggebu. Hanya saja strategi kalau sedang tak untung ya pasti rugi besar. Banyak yang ingin mencoba sektor baru, justru malah bangkrut. Leb

  • Ayah Mana?   112. Berkembang

    “Bu,” panggil Cyan. “Apa?” tanya Vinza. Cyan menunjuk ke pintu. David sudah berdiri di depan pintu cattery. Kandang kucing Vinza ada di rumah keluarga Lau dan memiliki arena main sendiri. Ruangannya full AC dan ada keeper yang merawat setiap hari. “Assalamu’alaikum,” salam David. “Wa’alaikusalam, Yah,” jawab Rufy dan Vinza. Cyan berdiri lalu berlari mengulurkan tangan minta Ayahnya gendong. David lekas menggendong Cyan dan menciumnya. Lalu menghampiri Rufy pun mencium kening putranya. “Kakak gimana kabarnya?” tanya David. “Baik, Yah. Tadi Upi di sekolah dapat piala. Semua dapat piala, sih. Yang mau bikin origami dikasih piala,” cerita Rufy. “Alhamdulillah. Kakak senang dong di sekolah? Hebat anak Ayah mau belajar bikin origami,” puji Ayahnya. Rufy berjalan ke belakang David dan memeluk Ayahnya dari belakang. “Ayah baru pulang kerja?” tanya Rufy. “Sudah dari tadi. Ke rumah dulu, mandi, ganti baju baru ke sini. Kalau habis dari luar kan kita harus mandi dulu dan ganti baju.”“Iy

  • Ayah Mana?   111. kucing

    “Kucing yang ini sudah dibawa untuk diperiksa belum?” tanya Vinza memastikan kucing peliharaannya. Dia punya rumah kucing sendiri, di mana dia bisa memelihara dan breeding aneka kucing ras. Kucing yang ia pelihara awalnya hanya lima ekor dengan usia satu tahun. Vinza punya dua pasang kucing persia dan tiga ekor Scottish fold berbulu pendek. Kucing-kucing mahal itu David belikan karena tahu istrinya suka memelihara hewan. Benar saja, saat kucing Vinza berusia lebih dari setahun, mereka langsung berkembang biak dan memiliki masing-masing dua anak. Hanya ada satu kucing masih jomlo hingga Vinza jodohkan dengan kucing milik kenalan David. “Cyan, liat Unyil guling-guling,” seru Rufy menunjuk kucing scottish warna abu-abu yang masih berusia tiga bulan. Cyan mencoba berdiri meraih kucing itu, tetapi kucing berlari. Dengan langkah yang masih belum tegar, Cyan masih berusaha menangkap kucing. Akhirnya dia dapat kucing persia jingga. Dipeluk kucing itu, sayang karena salah peluk, kucingnya me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status