“Amei minta dipijat ma, badan Amei pegal-pegal.” Untungnya isi kepala Amelia cepat tanggap memproduksi kebohongan yang dapat diterima logika. “Kan ada Amanda. Mama juga suka dipijat sama Amanda.” Sopia membuang kecurigaannya seiring menghampiri Amelia, memeriksa tubuh putrinya, “mana yang sakit?” “Kedua tangan Amei sama pundak.” “Makannya jangan keluar menjelang malam, mungkin kamu masuk angin.” Segera, pijatan sayang Sopia mendarat di bagian tubuh yang disebutkan Amelia, “lain kali kalau pegal lagi panggil saja Amanda jangan bibi, bibi harus memasak membantu bibi yang lain.” “Iya, Amei minta maaf. Tadi sekalian minta bibi bawakan camilan.” Mudah sekali untuk Amelia memperpanjang kebohongannya demi menyelamatkan dirinya dan bibi. “Tadi Amei menemui siapa? Kok cepat sekali, katanya akan bertemu teman-teman.” Pijatan Sopia terasa sangat nyaman di tubuh Amelia karena wanita ini memang pintar memijat sama seperti Amanda. “Banyak teman-teman yang cansel pertemuan, tidak asik jadi kita
William memang berpapasan dengan Nitara, keduanya sempat saling menatap walau kemudian Nitara menundukan wajahnya sebagai tanda hormat, dirinya masih ingin menyembunyikan status yang diinginkan banyak kaum wanita jika mereka adalah sepasang kekasih yang sedang bersiap-siap melangkah ke pelaminan. “Mau apa ya, William di sini?” gumam Nitara kala kekasihnya sudah melewatinya, berjalan bersama salah satu karyawan gedung ini guna mengantarkannya pada ruangan Adhinatha. Beberapa lantai dinaiki si pria hingga saat keluar dari lift, dipijaknya lantai yang sama dengan Amelia. Namun, takdir belum memertemukan mereka di detik ini. Segera, William dan Adhinatha berjabat saat tiba di ruangan yang sama. Kedua pria ini sudah melakukan pertemuan sebanyak dua kali, tetapi baru kali ini terjadi kerjasama bisnis. Adhinatha ingin memanggil Amelia supaya menyaksikan kerjasama bersama orang hebat, apalagi Willian adalah putra pengusaha paling hebat di negara ini. Namun, dirasa tanggung dan terlambat maka
“Bagus sekali kamu ingin menemui William!” Bangga Adhinatha yang berpikir jika Amelia mulai menunjukan ketertarikan pada bisnis. “Iya pa. Amei ingin sekali menemui William,” kata Amelia bersama antusias. “Papa akan mengatur jadwal pertemuan kalian, tetapi saat ada keperluan bisnis karena William tidak akan bisa ditemui secara pribadi.” “Kapan itu, pa?” Amelia menunjukan ketidak sabarannya. “Tidak akan lama lagi. Intinya kami akan membangun bisnis besar, kami akan sering bertemu.” “Boleh Amei meminta kontak William?” “Tidak ada sayang, papa hanya memiliki nomor perusahaan.” “Pa, coba katakan pada William jika Amei ingin bertemu untuk membahas bisnis!” “Sayang ..., papa baru saja membahasnya dengan William, lagipula Amei belum tahu apapun tentang kerja sama bisnis.” Sebenarnya Amelia sudah menebak jawaban ayahnya ini, tetapi karena penasaran kalimatnya tetap disampaikan. “Iya sih, iya sudah tidak apa Amei minta nomor kantornya saja, mungkin suatu hari Amei membutuhkannya saat Am
“Iya, siapa?” Suara Amelia sangat lembut saat berjaga-jaga mungkin peneleponnya kali ini adalah William. “Saya pria yang pernah kamu hubungi.” Suara bariton itu hadir lagi karena memang William berinisiatif menghubungi wanita murahan yang pernah menghubunginya. “Apa kamu ....” Amelia sedikit enggan menyebut nama Erland atau William karena panggilannya pernah diputus begitu saja oleh si pria. “Pria yang kamu sebut pernah tidur dengan kamu dua tahun lalu!” “Erland!” Amelia segera menginjak rem saking senang bercampur kaget, tetapi dirinya berhenti di tempat tidak tepat maka segera bunyi-bunyian klakson menamparnya hingga wanita ini segera menyimpan alat komunikasi untuk menepikan mobil sekalian meminta maaf kepada pengguna jalan yang merasa terganggu olehnya hingga wajahnya menyembul di balik jendela. “Erland, apa benar ini kamu? Syukurlah, akhirnya kamu mau merespon aku!” William bergeming sesaat karena dirasa pernah mendengar suara sejenis, tetapi tidak mengingatnya sama sekali pa
“Bagaimana, apa papa sudah mendapatkan informasi tentang wanita itu?” penasaran William. Saat seorang wanita menghubunginya, mengatakan jika dia pernah tidur dengannya dua tahun lalu. Maka, segera pria ini menyadari jika wanita itu yang pernah dicari Erland dua tahun lalu. Namun, karena dirinya harus berhati-hati maka lebih baik panggilan diputus, berpura-pura tak acuh, tetapi nyatanya William menceritakan semuanya pada Bagaswara. “Mudah saja untuk papa menemukannya. Hanya saja apakah Erland masih memiliki minat pada wanita itu. Papa tidak yakin!” “Mengapa, sudah jelas Erland sangat antusias pada wanita itu?” “Lihatlah yang terjadi pada Erland sekarang. Saudara kembar kamu seperti mayat hidup!” Embusan udara cukup panjang dibuang William, kemudian mendengus kasar. “Sepertinya yang lebih dulu harus kita cari adalah si penabrak. William yakin dia melakukannya dengan sengaja!” “Sengaja ataupun tidak, kita tidak menemukan petunjuk apapun. Sepertinya dia sudah memperhitungkan segalanya
William membulatkan matanya, membidik Amelia selama beberapa saat, kemudian dirinya memasukan satu tangannya yang kekar ke dalam saku celana bahan berwarna hitam, menatap penuh ejekan pada Amelia. “Jadi kamu adalah wanita jalang itu.” Sebelah bibirnya menyungging mencibir. Kalimat William segera mengguncang keseimbangan mental Amelia hingga dirinya tidak mampu berdiri tegap seperti si pria, segera tubuhnya lunglai, jatuh ke atas kursi. “Jadi ..., selama ini, itu yang kamu pikirkan tentang aku?” “Hm ..., kurang lebih begitu.” William berlaga jika dirinya adalah Erland. Pria ini sudah mendengar kesucian wanita yang ditiduri saudara kembarnya, tetapi dirinya tidak boleh begitu saja percaya pada wajah polos wanita di hadapannya karena manusia bisa berubah kapan saja. Amelia menundukan wajahnya sesaat, sendu sedang mengacau perasaannya selama beberapa saat. “Iya sudah, tidak apa kamu menganggapku jalang. Tapi ..., jangan pernah menyangkal tentang anak kita!” ceplos wanita ini segera kare
Hari ini Amelia bertemu Nitara di halaman perusahaan, Amelia baru saja keluar dari mobil milik Adhinatha, sedangkan Nitara baru saja keluar dari mobilnya William. ‘Itu wanita yang kemarin. Gawat kalau dia melihat aku di sini!’ Sebisa mungkin pria ini menghindari wanita yang pernah ditiduri Erland karena jika tidak begitu maka akan berabe. “Sayang, aku langsung pergi ya,” pamit William pada sang kekasih tanpa berani menunjukan diri di bawah langit yang sama dengan Amelia. “Iya. Hati-hati.” Lambaian tangan gemulai Nitara. Sepeninggalan William, wanita ini segera menghampiri Amelia yang sengaja menunggunya, “hari ini kamu diantar?” tanyanya karena kala Adhinatha keluar dari mobil, perhatiannya sedang fokus pada calon suaminya. Jadi dirinya masih belum mengetahui status sahabatnya yang adalah anak bos besar di sini. “Iya. Aku lagi dikawal. Entahlah, orangtuaku selalu berlebihan,” keluhan Amelia karena khusus hari ini dirinya akan selalu bersama Adhinatha atas perintah Sopia yang terlalu
Pukul empat tiba begitu saja, tapi Amelia tidak dapat kemanapun, dirinya harus selalu bersama sang ayah. Sementara, William menepati janjinya, pria ini tiba pukul empat kurang lima menit. “Di mana dia? Bukankah kemarin-kemarin dia yang mengejarku karena ingin bicara.” Duduk tenang dan santai dilakukannya untuk menghilangkan kecewa pada kenyataan jika dirinya dibuat menunggu. Sepuluh menit berlalu, Amelia belum juga menunjukan batang hidungnya. Panggilan di udara segera diarahkan pada si wanita, tetapi tidak mendapatkan respon. “Menyebalkan, jadi sekarang dia berani mempermainkanku. Ck, sepertinya dia memang pembohong pasti keberadaan Kenzo juga hanya isapan jempol. Zaman sekarang banyak sekali manusia jago edit, paling foto balita yang ditunjukannya hasil editan hingga sangat mirip dengan Erland!” Pria ini berlalu dengan kesal. Di sisi lain Amelia sedang bersama Adhinatha, menjamu beberapa kolega yang datang ke perusahaan. ‘Menyebalkan ..., kenapa harus seperti ini!’ Raungnya di dala