Share

6

Author: mapoeri
last update Last Updated: 2024-04-03 19:57:44

Nina sudah berada di Jakarta, malam kemarin dia langsung pulang setelah Kumara mendapatkan tiket pesawat. Dia bahkan tidak mampu berjalan dengan baik dan dibantu oleh petugas bandara sampai ke dalam pesawat, perutnya tidak berhenti meronta karena merasa diaduk-aduk, dia mual dan sakit kepala.

Julie berkali-kali meneleponnya semalam, namun dia sudah tidak sanggup untuk mengangkatnya. Dia tertidur sambil menangis.

Pagi ini, dia bangun dengan perut yang lagi terasa diaduk-aduk, masih pukul delapan dan dia sudah muntah hampir sepuluh kali. Kini dia terduduk diatas kasur, dari pantulan kaca lemari dia bisa melihat dirinya begitu kusut, kurus, dan pucat.

Dia menoleh kearah ponselnya, dia harus memberi tahu Tikta. Baru saja dia mau memencet tombol panggil suara bel di pintu mengejutkannya, Nina menyimpan ponselnya dan pergi ke pintu depan membuka pintu.

“Na! Kok gak bilang sudah di rumah?” Catur masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi, pria itu datang dengan baju rapi tidak seperti biasanya, aroma parfum yang menyengat, rambut penuh gel yang tertata.

“Lo mau kemana?” Tanya Nina, sedikit menjauh karena entah kenapa bau parfum milik Catur makin membuatnya begitu mual.

“Gue ada acara seminar, tapi Julie minta gue cek lo dan bawa makanan. Makan bubur, bisa?” Tanya pria itu lagi, sambil pergi ke dapur mengambil mangkok dan menuang bubur yang dia beli ke dalamnya.

Catur bekerja sebagai Carpenter, atau tukang kayu atau tukang furniture. Tidak ada bahasa keren dalam bahasa Indonesia untuk menyebut pekerjaan yang tengah dia geluti. Yah, setidaknya usahanya sudah masuk Internasional. Dia memilih kayu terbaik untuk dijadikan furniture, bukan furniture dengan corak norak yang biasa kita lihat, dia membuat furniture dengan lebih minimalis dan estetik.

Peminatnya begitu banyak dari dalam dan luar negeri sehingga dia seringkali di undang ke acara seminar sebagai pebisnis muda sukses.

Nina dan Catur bertemu ketika keduanya sama-sama di London untuk kuliah, mereka bertemu tidak sengaja di klub malam dan karena merasa dari negara yang sama keduanya kemudian sering bertemu. Catur lebih dulu pulang ke Indonesia dan mengembangkan bisnisnya, sejak saat mereka bertemu di London sampai hari ini mereka tidak pernah terpisahkan.

“Gue gak bisa lama-lama ya Nin, kalau mau ke dokter tunggu gue beres dulu. Sekitar jam dua siang gue udah balik, nanti gue kesini.” Kata Catur, menarik lengan Nina dengan lembut, membimbing wanita itu agar duduk di meja makan. Menaruh mangkok berisi bubur di depannya.

“Tur,”

“Ya?”

“Gue hamil.”

Hening panjang menyergap, Catur terdiam mendengar apa yang dikatakan Nina. Otaknya berusaha mencerna apa yang baru saja wanita itu katakan.

“Gue bakalan balik secepatnya.” Ujarnya setelah mengerti apa maksud Nina.

“Gak usah, gue mau hubungi Tikta. Gue bakalan pergi sama Tikta.”

“Tapi Nin, ‘kan belum tentu Tikta-“

Nina menaruh jari telunjuknya di bibir, mengisyaratkan Catur untuk diam, menghentikan semua omongannya.

“Hati-hati di jalan ya, nanti gue kabarin lagi kalau udah di rumah. Makasih banyak buburnya.” Ujar Nina dengan lembut.

Catur terdiam, dia kemudian mengangguk, mengelus puncak kepala Nina dan pergi. Nina melihat punggung Catur menjauh. Dia tidak tahu kalau Catur akan bereaksi demikian, pastilah bukan Catur yang melakukan hal itu padanya. Tidak mungkin.

Dia menghela napas, berjalan ke dalam kamar, diambilnya ponsel yang tergeletak diatas nakas. Dia mencari nama Tikta dan memencet tombol panggil, ada dering panjang yang tak berkesudahan. Menurut perkiraan Nina, seharusnya Tikta sudah kembali ke Jakarta sejak minggu lalu.

Tidak ada jawaban.

Dia memencet tombol telepon lagi, nada yang panjang. Dan tidak ada jawaban.

Dia menghela napas, menyimpan ponselnya, mengaduk buburnya. Tidak ada selera makan. Nina terdiam dan tiba-tiba airmatanya jatuh begitu saja.

“Ini bukan yang gue mau, bukan keinginan gue…” Gumamnya disela tangisan, entah kenapa dia jadi begitu cengeng, perasaannya begitu sensitif. Dia merasa begitu kesepian, melihat ke sekeliling apartemennya yang kosong.

Airmatanya turun lagi sampai bunyi ponselnya mengalihkan perhatiannya.

TIKTA.

“Halo?”

“Nin maaf, tadi saya lagi jalan. Loh? Nin? Lagi nangis?” Tanya Tikta diujung telepon, suaranya terdengar begitu berat dan lembut.

“Ta, bisa ketemu?” Nina berkata, masih terisak.

“Bukannya kamu di Bali?”

“Semalem pulang, pengen ketemu Ta..” Ucapnya. Tikta terdiam diujung telepon.

“Share location ya, saya kesana aja. Ke tempat kamu, boleh?”

Setelah memberitahu dimana lokasi apartemennya, telepon di tutup. Nina masih menangis sambil memakan buburnya sedikit, dia merasa lapar tapi perutnya tidak menerima apapun, lagi-lagi dia memuntahkan buburnya di wastafel.

Sejam kemudian bel pintunya berbunyi, dia membuka pintu dan mendapati Tikta di depannya. Wajah pria itu baru dia lihat dengan jelas hari ini, pria itu, tampan. Wajah begitu asia, dengan kulit yang tidak terlalu putih, bibirnya tebal.

“Kok, kamu pucet banget? Sakit?” Tanya Tikta kemudian.

“Masuk dulu.” Nina membuka pintunya, Tikta dengan sedikit canggung masuk ke apartemen wanita itu. Apartemen yang tidak terlalu luas namun begitu rapi dan wangi, melihat kearah meja makan, ada mangkok disana.

“Kamu lagi makan?”

Nina menggeleng, “Gak masuk sama sekali.”

Tikta terdiam, dia menatap Nina.

“Na kamu…”

“Iya, aku hamil.” Nina langsung menjawab, dia tidak peduli apapun asumsi yang sedang dipikirkan oleh Tikta. Dia hanya ingin memberitahu pria itu kalau dia tengah hamil.

Tikta terdiam, dia kemudian duduk diatas sofa dan menatap Nina.

“Aku baru tahu kemarin, sebulan terakhir badan aku gak enak banget. Seminggu ini aku bolak balik IGD, tapi aku masih belum kepikiran hamil karena jadwalku padat banget. Jadi kupikir aku emang kecapekan,” Nina menjelaskan, dia masih berdiri di depan Tikta. “Tapi terus aku baru ingat, aku belum haid…”

Tikta masih mendengarkan ketika Nina kemudian buka suara lagi, “Sebenarnya haidku memang gak teratur, makanya semalam aku gambling minta asistenku untuk belikan testpack. Dan ternyata hasilnya positif.” Nina menyelesaikan penjelasannya, masuk ke dalam kamar dan membawa sekantung penuh testpack. Dia membeli lagi ketika perjalanan pulang semalam, kurang lebih ada tiga puluh merk di  dalam kantung itu.

Tikta meraih kantungnya, dan melihat isinya. Semua hasilnya sama, positif.

Dia menghela napas.

“Kita ke dokter dulu aja ya?” Kata Tikta dengan lembut.

Nina terdiam di tempat, menatap Tikta dan kemudian menangis. Pria itu sedikit terkejut  dengan reaksi Nina, buru-buru dia menghampiri Nina.

“Aku harus gimana Ta?” Ujarnya sambil menangis, “Aku bahkan gak tahu ini anak siapa…” Dia menangis lagi, meraung-raung.

Tikta menghela napas kemudian memeluk Nina erat. Bagaimanapun ketika pagi datang, hanya dia dan Nina yang berada disana dalam keadaan telanjang. Tikta tidak berpikir akan sampai sejauh ini, kehamilan. Dia yakin orangtuanya akan marah kalau tahu, tapi dia tidak mampu meninggalkan Nina.

Wanita itu begitu terlihat kusut dan berantakan. Memori tentang Nina yang dia lihat ketika mereka bertemu di klub malam hilang begitu saja tergantikan dengan Nina yang terlihat ringkih dan payah.

“Nin… Saya tahu ini gila..” Kata Tikta kemudian, masih memeluk Nina. “Kamu mau nikah sama saya?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ayah dari Anakku Ternyata   SPIN OFF - PAVITA [END]

    Aku mencintai keluargaku.Namun ketika tahu kalau papa kami bukanlah orangtua kandung abang, aku sedikit bingung untuk bereaksi apa. Ada kalanya abang bilang kalau dia dan papa tidak begitu mirip, saat itu aku pikir dia terlalu berpikiran negatif karena omongan orang lain mengenai betapa tidak miripnya mereka kerap kali terdengar.“Kamu sudah dengar sendiri, papa bukan orangtua kandungku.”“Tapi, papa tetaplah orangtua kita.”“Orangtuamu.” Katanya menatapku dengan penuh rasa sedih.Aku tahu betapa memiliki seorang ayah adalah harapan terbesar kami, patah hatinya kurasakan meskipun dia tidak bilang dengan terus terang. Tatapan mata penuh kesedihan itu sudah bisa menjadi jawaban bagaimana pada akhirnya dia harus mengiyakan ucapan orang-orang mengenai betapa beda dia dan papa.Dan, pada dasarnya, mereka memang berbeda.“Abang masih marah?” Tanya Ibu ketika melihatku turun dari lantai dua, matanya terlihat bengkak dan suaranya agak serak. Di depan ibu yang tengah duduk di kursi meja makan

  • Ayah dari Anakku Ternyata   SPIN OFF - RAGNALA TIKTA [2]

    “Ga..” Papa memelukku ketika ibu menyampaikan kabar duka tentang kepergian ayah padaku. Ibu sudah menangis dengan begitu histeris, Pavita memeluknya berusaha menenangkan.Papa kemudian membawa kami pulang ke Indonesia, dimana ayah akan dikebumikan. Tidak ada siapapun disana selain kami sebagai keluarganya, hanya ada rasa kesepian yang berat. Tangis yang keluar hanya muncul dari ibu dan juga sahabatnya, tante Julie. Selain itu aku hanya menatap tubuh ayah yang sudah kaku.Ketika pemakaman sudah berakhir, ibu dibawa kembali ke kamar hotel oleh Pavita. Sedangkan aku dan papa masih berdiam diri di depan makam ayah.“Ucapkan salam terakhirmu.” Kata papa sambil mengelus punggungku.“Kenapa dia meninggalkanku?”Papa menoleh, tahu benar kalau aku tidak tengah mencari jawaban atas pertanyaan yang baru saja kulontarkan. Aku tidak menginginkan jawaban.“Aku bahkan belum mengenalnya dengan baik.”Dan sejurus kemudian airmataku mulai meleleh, tangisku pecah.Ayah menghela napasnya, seperti tahu in

  • Ayah dari Anakku Ternyata   SPIN OFF- RAGNALA TIKTA [1]

    “Itu papa?” Tanyaku pada ibu yang kemudian mengangguk pelan sambil menggendong adikku, Pavita.Aku ingat benar momen itu, momen dimana orang yang selama ini aku pikir tidak pernah ada di hidup kami kemudian muncul dengan senyum lebar. Segala kecanggungannya begitu terasa di setiap ujung jari yang merangkul aku dan adikku dengan erat.Selama hanya ada kami bertiga, ibu selalu menghindari pertanyaanku mengenai sosok seorang ayah. Ada kalanya, keperluan sekolah membuatku bertanya apakah aku memiliki seorang ayah yang nantinya akan ibu jawab dengan isakan tangis atau hanya anggukan.Tidak ada penjelasan sampai ia kemudian mulai menyinggung bahwa beberapa orang memiliki ayah lebih dari satu orang. Aku yang masih terlalu kecil tidak begitu mengerti hingga akhirnya menyadari kalau yang ibu maksud beberapa anak memiliki dua orang ayah salah satunya adalah diriku.Pertemuan dengan papa begitu canggung, Pavita sampai tidak berani mendekat karena masih belum terbiasa dan merasa bahwa pria di dep

  • Ayah dari Anakku Ternyata   SPIN OFF - RAGNALA CATUR [2]

    “Hi, aku ayah kamu. Catur Rangga.”Aku masih begitu mengingat bagaimana akhirnya kami bertemu. Catur Rangga adalah ayah biologisku. Orang yang terlihat biasa saja, tingginya mungkin sekitar seratus tujuh puluh senti sekian, kulitnya seputih susu persis denganku.Ketika aku melihat wajahnya, aku baru mengerti.Ah, itulah kenapa orang-orang bilang aku tidak mirip dengan Pavita karena pada dasarnya aku mirip dengan orang ini. Hampir sembilan puluh persen fitur wajahku benar-benar mirip dengannya.Dia menyondorkan tangannya dengan canggung ketika pada akhirnya aku menyambut uluran tangan itu dan menjabatnya, tangannya berkeringat dan dingin. Aku rasa bukan hanya aku yang merasa gugup.Aku duduk di depannya, kami memilih meja berkursi dua berhadapan di pojok sebuah coffee shop. Papa mengantarku dengan mobil dan tengah menungguku di ujung jalan, dia bilang tidak akan ikut dan hanya ingin membuatku menikmati waktu bersama ayah biologisku.Pria itu masih menunduk di depanku, aku bisa mengerti

  • Ayah dari Anakku Ternyata   SPIN OFF - RAGNALA CATUR [1]

    Ketika aku mulai tumbuh remaja, ibu selalu bicara mengenai ayah. Bahwa di dunia ini ada beberapa anak yang memiliki dua ayah.“Ada yang punya ayah secara biologis, ada juga yang tidak.”“Maksudnya bagaimana bu?” Tanyaku kala itu ketika ibu tiba-tiba bicara mengenai hal yang baru saja dia ucapkan, kami tengah berada di dalam mobil.Sore sudah menjelang, langit berwarna jingga dan hanya ada kami berdua di parkiran daycare adikku.“Ya, ada yang kita panggil ayah namun bukan orang yang memberi kita kehidupan. Tapi dia adalah sosok yang menjelma sebagai ayah yang kita tahu sebagai anak. Ada juga seorang ayah yang memberikan kita kehidupan dan mungkin karena satu hal dia tidak menjadi sosok yang kita tahu.”Kalimat ibu begitu rumit, aku yang masih kecil tidak mengerti.Pembahasan itu berakhir begitu saja ketika adikku datang dan masuk ke dalam mobil dengan senyum lebar di wajahnya.Pembahasan ibu mengenai

  • Ayah dari Anakku Ternyata   SPIN OFF - CATUR GATA

    Catur menatap pria di depannya, pria yang selama beberapa bulan terakhir menghantuinya. Pria itu menuntut banyak hal dari Catur termasuk memaksanya untuk ‘membawa’ kembali Nina.“Gue sudah bilang gue gak akan diem aja, lo ngerti maksud gue gak?” Gata melotot, wajahnya terlihat begitu merah karena emosi sudah mencapai puncaknya. Dia berjalan kesana kemari di depan Catur yang masih duduk dengan rokok di sela jarinya.Pria itu sudah berkali-kali datang menemui Catur, ketika dia datang ke warehouse dan Catur mencoba untuk menggertak serta mengancamnya pria itu malah semakin menjadi-jadi ketimbang takut akan hal itu.“Bisa berhenti obsesi sama Tikta gak sih lo?” Catur menghisap rokoknya disela perkataannya, berusaha untuk tetap tenang juga menghadapi pria di depannya yang semakin lama dia yakini sebagai seorang dengan gangguan jiwa.Gata menghentikan langkahnya, dengan penuh kedramatisan dia menoleh pada Catur. Pria itu suda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status