“Berengsek! Itu bukan anakku!” “Ini anakmu, Jonathan! Mana mungkin milik orang lain?!” Gealarnya Enjelyn, gadis muda yang terjebak bekerja pada seorang pria kejam bernama Jonathan Aleskar Gragino—seorang pria matang berusia 35 tahun, keras, arogan, pemabuk, dan dikuasai sisi gelap. Saat Gea mengandung anaknya, Jonathan justru tidak mau mengakuinya. Dengan kata-kata kasar dan sikap arogannya, ia menuduh Gea hamil bersama laki-laki lain, bukan dengan dirinya. Tahun-tahun berlalu. Saat takdir mempertemukan mereka kembali, bisakah Jonathan menerima darah dagingnya sendiri? Atau justru iblis dalam dirinya kembali menguasai, menyeret Gea pada balas dendam dan lingkaran gelap yang tak berujung?
View More“Ini hari pertamaku, aku harus bersiap. Aku tidak boleh menyerah demi anak semata wayangku, aku harus bisa membiayai pengobatannya!”
Baru saja kakinya hendak melangkah menuju lift, suasana langsung hening ketika seorang pria berwajah tegas memasuki lobi.
Postur tubuhnya tegap, langkahnya mantap, dan sorot matanya dingin namun memikat. Semua karyawan menunduk memberi salam.
Itu adalah Jonathan, CEO muda yang terkenal karismatik sekaligus ditakuti oleh para kalangan pengusaha yang bahkan sudah lama berkecimpung di dunia bisnis.
Jonathan bersama asistennya langsung memasuki lift sambil membawa aura dominannya, sementara Gea masih tercengang karena kharisma pria muda itu.
“Permisi,” sapa seseorang membuat Gea kaget.
“Gea, kan?” wanita itu tersenyum “Mari ikut saya.”
Gea, wanita itu menarik napas dalam-dalam sebelum menyusul wanita yang menyapanya tadi naik ke lantai atas menggunakan akses lift karyawan.
Setibanya mereka di lantai tiga puluh lima, Gea langsung diarahkan ke meja kerjanya yang terletak di dalam ruangan CEO–yakni Jonathan.
“Kamu duduk saja di situ, nanti bos kami masuk setelah pukul delapan pas.” lanjutnya sebelum berbalik pergi meninggalkan Gea seorang diri.
Gea menelan ludahnya susah payah dan menatap kepergian wanita itu dengan ragu.
Ia memandangi meja kerjanya yang berdampingan dengan sang CEO, sebelum membawa tubuhnya duduk disana sambil menunggu atasannya itu datang.
Tak lama kemudian, pintu terbuka membuat Gea panik dan cepat-cepat berdiri. “Selamat pagi, Pak …!” mulutnya terbuka lebar, tercengang.
Sosok yang disebut sebagai atasannya itu, adalah pria yang dia temui di lobi tadi. Pria yang dia kira anak CEO dari perusahaan ini ternyata atasannya sendiri.
Jonathan hanya meliriknya sekilas sebelum mendudukan dirinya di kursi kerjanya. Pria itu dengan santai menaikkan kedua kakinya ke atas meja, lalu memejamkan mata sambil melipat tangan di dada.
Gea menatapnya bingung, namun dia tidak mengatakan apa-apa.
Hari pertamanya terasa aneh.
Sejak pagi, ia duduk di meja sekretaris tanpa diberi satu pun pekerjaan.
Jonathan sama sekali tidak menyapa atau memerintahkannya, bahkan saat istirahat makan siang–pria itu tampak dingin dan kaku.
Hingga jam kerja hampir selesai, Gea memberanikan diri membereskan meja, bersiap untuk pulang.
“Pak Jo, saya pamit pulang …!”
Namun suara dingin memotong langkahnya.
“Siapa yang menyuruhmu pulang?”
Gea menoleh kaget. “Bu-bukannya sudah jam pulang, Pak?”
Tatapan Jonathan menusuk tajam. “Tidak ada yang boleh pulang sebelum saya suruh.”
Suaranya sinis, penuh wibawa.
Gea menelan ludah. “Ba-baik, Pak.”
Jonathan meliriknya sekilas, ekspresinya datar. “Sekretaris baru?”
“I-iya, Pak. Nama saya Gealarnya Enjelyn.” Ia menunduk sopan, mencoba menyembunyikan kegugupannya. “Tapi Bapak bisa panggil saya Gea saja.”
Jonathan tidak membalas perkenalanan Gea, pria itu malah terfokus ke layar laptopnya sejak tadi tanpa melirik sedikitpun ke arahnya.
“Aku yang sejak tadi di sini, apa dianggap patung? Mentang-mentang Bos, main seenaknya saja mendiamkan orang begitu., Sopankah begitu walaupun dia yang punya perusahaan?” Gea terus menggerutu dalam hati, merasa kesal dan sakit hati tentu nya.
Bagaimana tidak?
Gea sudah didiamkan selama delapan jam.
Apalagi dirinya tipe orang paling tidak suka didiamkan.
“Kalo bukan karena biaya pengobatan Nina, aku sudah pergi sejak tadi, daripada didiamkan seperti ini.” gerutunya. “Bos macam apa yang memperlakukan sekretarisnya sedingin ini?”
Merasa muak dengan diamnya sang bos, Gea akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.
“Maaf, Pak. Dari tadi saya tidak diberi pekerjaan. Apa yang harus saya lakukan?” Jantungnya berdetak kencang, takut salah bicara. Dia takut kalau ucapan itu malah membuatnya dihukum atau bahkan dipecat.
Jonathan menyandarkan punggung ke kursi, sudut bibirnya terangkat miring. Senyum itu sinis, tapi anehnya justru menambah pesona.
“Kerjaan, ya?”
“I-iya, Pak.”
Jonathan berpikir sejenak, lalu berkata dingin.
“Pesankan saya wanita malam, dan hotel bintang lima. Soal bayaran, kamu ambil uangnya pada asisten saya. Terserah berapa yang diminta wanita malam yang kamu dapatkan, bayar saja.” Jonathan memandang Gea, dari atas ke bawah.
“Aku mau yang bisa tahan lama di ranjang, dan pandai memuaskanku dengan berbagai gaya,” lanjut Jonathan sinis.
Gea tercekat. “Wa-wanita malam … Pak?”
Tatapan Jonathan tak berubah. “Apa sekretarisku tidak mengerti bahasa sederhana?”
Dengan perasaan kacau, Gea hanya bisa mengangguk. “Baik, Pak.”
Tangannya gemetar saat menekan layar ponsel, otaknya berpacu. “Bagaimana caranya? Ke mana aku harus mencari wanita malam?”
“Oh iya, kalau kau bingung, tanya saja ke wanita yang mengantarmu tadi. Bayarannya, atur sendiri dengan dia.” Jonathan kembali menatap laptop. “Sebelum jam 8, kau bisa?”
“Bi-bisa, Pak!” Gea terpaksa melakukan ini, meski tidak pernah ia bayangkan bekerja jadi sekretaris CEO ternyata sekotor ini. “Un-untuk biaya?”
Jonathan menatap Gea kembali, kali ini sorotannya sangat tajam. “Aku bilang sekali lagi, dengar baik-baik! Sebelum jam 7, kau harus dapat wanita malam. Bayarannya, terserah permintaan wanita itu, kau yang atur dengan wanita dari tim PR tadi. Ingat juga ciri-ciri wanita yang aku mau. Sampai kau gagal atau wanitanya tidak sesuai kemauanku, kau dipecat!”
Gleg!
Dipecat di hari pertama bekerja?
Ucapan itu menampilkan kilas balik kondisi putrinya yang sedang dirawat di sebuah klinik.
Kemarin, sesuatu terjadi pada sang anak.
Saat selesai interview, dia sudah membawa jajan ciki kesukaan Nina, anak semata wayangnya.
Pintu kamar dibuka, Gea langsung menghamburkan ciki itu di lantai. Dia melihat Nina duduk lemas di sisi ranjang dengan wajah pucat.
Gea panik.
Hari sudah malam.
Dompetnya kosong, uang belanja kemarin sudah habis.
Bagaimana caranya dia membawa sang anak untuk periksa ke dokter? Ia buru-buru meraih ponselnya di dalam saku celana, mencoba menghubungi Aris, suaminya yang tidak pulang dua hari ini.
Nomor Aris tidak aktif.
Sekuat mungkin, Gea menahan tangis, dia harus menemukan solusi terlebih dahulu sebelum air matanya menetes!
Dengan mata sembab, ia menggendong Nina sebisanya, lalu berlari ke rumah tetangga terdekat. Ia mengetuk pintu keras-keras sambil menangis.
Setelah susah payah mengetuk pintu, akhirnya dia dibukakan.
Tetangga yang keluar adalah Bu Rani, wanita paruh baya yang merupakan ibu RT di daerah tempatnya tinggal, menatap Gea dari ujung kepala sampai kaki.
Gea terisak, memeluk Nina yang semakin lemas dan terisak di pelukannya.
“Bu, saya janji … saya bukan mau nipu. Nina sakit, muntah terus dari tadi. Saya takut ada apa-apa. Tolong … saya janji, saya akan balikin besok.”
Bu Rani menyilangkan tangan di dada, tatapannya sinis dan angkuh.
“Besok? Besok kamu dapat duit dari mana? Suami kamu aja kerjaannya nggak jelas, mabuk tiap malam. Mau ganti pakai apa kamu? Daun?!” celetuknya tajam.
Gea terus memohon dengan satu tangan di depan wajah, sementara tangan yang lain menahan Nina di gendongannya. Rani sempat terdiam, menatap wajah pucat Nina, lalu kembali menatap Gea.
Sebagai sesama ibu, dia tahu, Nina benar-benar sakit dan Gea butuh bantuannya, terlebih Gea menunjukkan berkas kontrak kerja kalau Gea adalah sekretaris baru yang sudah dia tandatangani.
“Gea!”
“Tuli ya, kamu!?”
Bentakan Jonathan kembali membuat Gea sadar kalau dia tidak bisa larut dalam kesedihan itu. Ada tugas yang harus dilakukannya.
Setelah mengangguk paham, Gea turun ke lantai satu, tapi langkahnya terhenti ketika Jonathan kembali memanggilnya.
“Dari interview kemarin, aku tahu kamu butuh uang.” Jonathan menyilangkan tangannya di dada seraya menatap Gea. “Kamu dapat bonus kalau perempuan itu benar-benar sesuai tipeku.”
“Hotel Viceroy, kamar 1205. Ingat baik-baik!”
Sudah?
Hanya itu yang disampaikan?
Gea kemudian berpaling dan turun kembali ke lantai satu. Dia bertemu wanita yang tadi mengarahkannya naik. Wanita itu sepertinya mantan sekretaris Jonathan.
Dengan ragu-ragu, Gea menatap dan bertanya perihal bagaimana dia mendapat wanita malam untuk Jonathan. Saat ingin menyapa, tiba-tiba ponselnya berdering.
“Halo, dengan Ibu Gea?” suara perempuan di ujung telepon terdengar ramah. “Anak ibu mengalami mual serius dan harus segera ditangani. Kondisinya semakin memburuk dan wajahnya semakin pucat!”
Setelah beberapa menit kemudian momen intim Jonathan dan Gea di ranjang akhirnya selesai. Jonathan tertidur lelap di samping Gea, berbeda dengan Gea yang Masih terjaga sambil menatap langit-langit kamar.“Aku harus pergi ke klinik sekarang!” gumam Gea sambil menuruni ranjang dan memakai kembali pakaiannya usai membersihkan diri di kamar mandi.Sebelum dirinya meninggalkan kamar hotel, tatapannya beralih pada Jonathan yang Masih terlelap di atas ranjangnya.“Saya harus pergi sekarang, Pak. Anak saya pasti sudah menunggu, dan saya … harus segera membayar biaya berobatnya di klinik.” ucap Gea lirih, hatinya bahkan terasa perih seperti diiris oleh pisau yang tajam.“Terima kasih atas bantuannya,” ucapan sebelum benar-benar meninggalkan kamar hotel.Hujan turun dengan derasnya tepat saat Gea melangkah keluar dari pintu hotel Viceroy. Langit mendadak berubah kelam, menggantungkan awan gelap yang pekat seolah ingin menumpahkan semua beban dunia sekaligus. Gea menatap langit dengan raut kece
Gea sudah pasrah dengan semua nya, demi uang Gea akan rela melakukan apapun.Tangan kekar Jonathan mulai menarik tali lingerie Gea, mulai melepaskan pakaian tipis itu dari sang pemilik tubuh.Sementara Gea dibawah kungkungan Jonathan menelan ludahnya kasar, saat melihat tubuh kokoh Jonathan di atasnya.“Saya akan mencoba kamu malam ini, jika saya merasa puas dengan permainan kamu, maka saya akan terus melanjutkannya! Namun jika permainan kamu buruk, saya akan segera mendepak kamu dari hadapan saya Gea.” Ucap Jonathan suaranya berat dan serak, tapi matanya tak lepas dari tubuh Gea yang berada dibawah kungkungan.Gea mengalunkan tangannya pada leher Jonathan, wajahnya tersenyum penuh godaan.“Main saja dulu pak, baru bapak bisa menilai permainan saya.” bisik Gea lembut tepat di telinga Jonathan.“Kebetulan punya saya memang sudah menegang.”Tangan kekar mengusap lembut punggung belakang Gea, sementara lidah panjangnya membasahi cuping telinga Gea. Dengan penuh godaan. Gea mendesah ket
Jonathan merasa heran dengan keberadaan Gea di kamar ini. Bukannya dia meminta Gea untuk memesankan wanita malam?Tapi kenapa justru Gea sendiri yang ada di sana?“Kenapa malah ada kamu disini?” tanya Jonathan dingin, melangkah maju mendekati Gea, tatapan pria itu sinis.Tubuh Gea semakin gemetar.“Jangan diam saja! Cepat jawab!” bentak Jonathan, tangannya terulur mencengkram dagu Gea—agar wanita itu menatapnya.Gea menggigit bibirnya kuat. Ia sadar akan apa yang dia lakukan saat ini. Mengingat kondisi sang anak, serta biaya pengobatan—ia harus tegas mengatakan sebenarnya.“Saya butuh uang, Pak. Jadi saya yang akan memuaskan Bapak. Saya sudah berpengalaman, dan saya yakin … saya bisa membuat Bapak puas,” jawab Gea gugup.Jonathan terdiam sejenak, tatapannya masih tertuju pada Gea.“Kamu yakin bisa memuaskan saya? Permainan ranjang saya sangat kuat, kamu yakin bisa kuat bermain dengan pria maniak ranjang seperti saya?” ucap Jonathan tepat di dekat telinga Gea, suaranya pelan namun begi
Gea terhenyak. Wanita yang ada di hadapannya seperti angin lalu. Bayang-bayang wajah Nina terlintas di pikirannya.Gadis yang biasanya aktif, murah senyum, apalagi dengan gingsul kiri yang manis itu, kini terbaring lemah tidak berdaya. Entah bagaimana rambut hitam lurusnya itu, sudah dua hari dia terbaring. Mungkin rambut Nina sudah kusut.Terlebih, wajahnya yang selalu ceria, sekarang berubah pucat.Gea tidak bisa membayangkan itu. “Dok, tapi dia tidak apa-apa, kan?”“kita harus menyuntikkan vitamin dan protein ke dalam infus agar penyakit gerd dan mualnya sembuh.”“Tolong, Dok, tolong beri dia infus. Saya janji, besok saya lunasi semua biayanya! Saya sudah bekerja dan saya akan mendapat gaji besok pagi. Setelah kerja, saya janji datang dan mengurus semua admininstrasi anak saya!”“Mohon maaf sebelumnya, Ibu, kita memiliki peraturan yang harus ditaati. Ibu harus melunasi biaya rawat inap agar kita bisa menjalankan penanganan!”“Pliss, Dok, saya benar-benar tidak memiliki uang sama se
“Ini hari pertamaku, aku harus bersiap. Aku tidak boleh menyerah demi anak semata wayangku, aku harus bisa membiayai pengobatannya!”Baru saja kakinya hendak melangkah menuju lift, suasana langsung hening ketika seorang pria berwajah tegas memasuki lobi.Postur tubuhnya tegap, langkahnya mantap, dan sorot matanya dingin namun memikat. Semua karyawan menunduk memberi salam.Itu adalah Jonathan, CEO muda yang terkenal karismatik sekaligus ditakuti oleh para kalangan pengusaha yang bahkan sudah lama berkecimpung di dunia bisnis.Jonathan bersama asistennya langsung memasuki lift sambil membawa aura dominannya, sementara Gea masih tercengang karena kharisma pria muda itu.“Permisi,” sapa seseorang membuat Gea kaget.“Gea, kan?” wanita itu tersenyum “Mari ikut saya.”Gea, wanita itu menarik napas dalam-dalam sebelum menyusul wanita yang menyapanya tadi naik ke lantai atas menggunakan akses lift karyawan.Setibanya mereka di lantai tiga puluh lima, Gea langsung diarahkan ke meja kerjanya ya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments