Lelaki memakai kemeja itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru arah. Walaupun pandangannya terhalang oleh para pelancong yang berlalu lalang. Tapi ia tak menyerah menemukan Sang Istri. Setelah sekitar 10 menit berkeliling Pasar malam. Tiba-tiba sebuah tangan menarik ujung bajunya. Dia adalah Ayuna, gadis yang ia cari. “Om beliin itu!” pinta Ayuna mengiba. Pria yang ada di depannya itu menarik nafas lega, akhirnya yang di cari telah kembali. Mengikuti arah Ayuna. Tangan Ayuna memegang pergelangan tangan Eugene. Mereka sampai di penjual arum manis.
“Pak! beli lima ribuan dua. di bentuk Ayam ya!”
“Baik Neng!” Lelaki itu dengan sigap membuatkan pesanan Ayuna. Gadis itu senang menanti arum manis miliknya.
“Kamu dari mana?”
“Tadi Yuna liet anak kecil Om ke pisah sama ibunya, Terus Yuna nganterin ke deh.”
“Lain kali bilang dulu Kalau kamu mau pergi. gimana kalau tiba-tiba kamu ilang. Mami sama Papa pasti marah sama saya.”
“Oke siap Om" Memberi
Seorang Pria dengan rambut cepak. Seragam SMA yang acak-acakan duduk di kursi taman berwarna putih. Perasaannya tak menentu saat menunggu gadis pujaannya. Perasaan cinta itu tumbuh saat kelas sebelas akhir. Namun, sangat sulit mengungkapkan perasaannya. Pria berumur 18 tahun itu berpangku tangan, sedangkan matanya menyapu seluruh sudut taman.Suara derup langkah mendekat, “ Lay! Ternyata kamu yang ngirim Yuna hadiah dari kemarin.” Gadis itu berdiri di samping kursi. Kedua jemarinya saling bertautan satu sama lain.Lay berdiri, detak jantungnya semakin terpompa. Kupu-kupu kecil bertebaran di perut. “A-aku s-se-neng kamu datang!” ujar Lay dengan gugup. Panggilan Ayuna berubah dari ‘Gue Elo’ ke ‘Aku kamu’. Berati sesuatu yang di takutkan Ayuna terjadi.“Kenapa Lay panggil Yuna?” Lelaki itu terdiam, sedangkan alas sepatunya menghentak-hentakkan permukaan bumi. Keringat dingin bercucu
Matahari tenggelam. Di gantikan oleh rembulan yang menggantung sempurna di langit. Kilauan bintang bertaburan di hamparan malam. Angin malam masuk dari cela-cela jendela kamar Eugene. Gadis itu gelisah sambil meletakkan pakaian Eugene di keranjang kotor terbuat dari jerami. Mata hazel itu menangkap ‘Ulli’ boneka jerapa kesayangannya. Boneka itu terlihat sangat usang.“Ulli...kamu tahu enggak? Barusan Yuna megang bajunya Om Eugene. Terus bajunya berdarah, gimana dong Ulli kalau Om Eugene terluka.” Gadis itu melirik pintu kamar mandi yang tetap tertutup rapat. Jarum panjang menunjukkan angka 11. Padahal tadi Eugene masuk ketika jarum panjang di angka 1. Hampir satu jam lelaki itu di dalam kamar mandi.“Ulli! OM kok enggak keluar, jangan-jangan Om Eugene mati lagi di dalam.” Kaki jenjang Ayuna melangkah menuju pintu kamar mandi. Mengetok dada pintu. Namun, sampai lima kali ketukan. Lelaki itu tak kunjung keluar. Pera
Eugene berdiri meletakkan cangkir kopi yang tadi di seduh. Mengamati setiap huruf di kertas buram. Membaca berita terkini dari sumber terpercaya. Pria parau baya duduk di depannya sambil membawa cangkir. Eugene mendongak, memeriksa siapa yang hadir di depannya. Dia adalah Ruth Smith kepala keluarga di Keluarga Smith.“Pulang kapan?”“Udah, tadi malam.” Lelaki tua itu sibuk dengan berkasnya. Tersenyum mengembang, saat melihat tanda tangan tergores di kertas putih. Ternyata sangat gampang menipu menantunya.Sebuah nada Bib berbunyi dari balik gawai. Setelah menerima pesan dari temannya. Eugene berdiri dan melempar koran di meja. “Pa Aku berangkat dulu!”“Enggak sarapan dulu?”“Enggak Pa, makan di kantor saja. Ada tugas.”“Oh baiklah, hati-hati di jalan.” Entah kenapa perasaan Eugene tak enak. Lelaki itu segera pergi ke kantor polisi. Tanpa kembali ke kamarnya. Lelaki
Rembulan berwarna keemasan menggantung sempurna di atas langit. Bintang-bintang berhamburan, menemani rajanya malam. Malam ini terasa berbeda dari sebelumnya. Seorang polisi harus menghabiskan malam panjang menemani Sang Istri. Lelaki itu sudah menebak apa yang terjadi pada gadis yatim piatu itu. Pasti Mami Ananta yang mengurungnya. Seburuk-buruk tindakan Sang Ibu. Perempuan Paru baya itu pasti punya alasan yang kuat mengurung Ayuna.“Aku di mana?” Pertanyaan itu keluar dari bibir kecil Ayuna. Lelaki yang tertidur di kursi itu langsung terbangun setelah mendengar suara Sang Istri.Gadis itu dia sesaat, “Kenapa Yuna bisa ada di rumah sakit Om? Yuna enggak hamil kan?” Ayuna mengakat pergelangan tangan yang di pasangan Infus. “Orang kata Toby, Tantenya pernah di bawa ke rumah sakit waktu pertama hamil.”Eugene mendorong dahi Sang Istri dengan jari telunjuk, “Enggak semua orang yang di bawa ke
Perkataan Mami Ananta menggema di pikiran Eugene. Lelaki itu tak bisa membayangkan berdua dengan gadis abnormal itu. Pria beralis tebal berjalan menuju kantornya dengan melamun. Tak menyadari ada seorang lelaki berkulit gelap ada di depannya. Dua dada kekar saling terbentur. Lelaki itu memintak maaf pada Eugene dengan memberi hormat. “Pagi Komandan!”“Iya. Dari mana ?”“Kantor Anda.” Eugene bisa menebak apa yang di lakukan Surya. Pasti ia mengizinkan sepupunya untuk masuk ke dalam . Lelaki bermata coklat keemasan itu masuk ke dalam ruangan. Melihat seorang gadis cantik mengenakan mini dress pink pastel. Violet berdiri. Sekarang gadis itu sangat anggun. Beda dengan dulu, yang selalu mengenakan pakaian seksi.“Yang! Aku bawakan makanan.” Gadis itu mengeluarkan sekotak bekal untuk Eugene dari dalam paper back.“Aku sudah makan.” Eugene menyeret kursi miliknya. Mem
Panjang jarum jam dinding berada di angka dua. Seorang gadis masuk ke dalam mansion. Seragam putih abu-abu masih melekat di badan Sang gadis kecil. Buru-buru ia melangkah panjang menuju kamarnya. Tiba-tiba seorang Wanita mencengkeram pergelangan lengan Ayuna. Wanita gemuk itu menghentikan langkah Ayuna. “Ada apa Mi? Yuna buat salah lagi?”“Iya di mataku kau selalu salah, jika kau ingin menjadi menantu yang baik yang bisa ku hargai, maka segeralah beri saya cucu.” Mata Ayuna membulat. Bibir remaja SMA itu ingin membelas perintah Anata. Namun, wanita itu keburu pergi dari hadapan Ayuna.Ayuna mendengus sebal, “Ih itu Maminya Om Eugene kok enggak ngerti sih. Yuna kan masih kecil, masa di suruh punya anak. Kalau emang kebelet, ya udah suruh Om Eugene nikah sama kucing aja. Biar cepat punya anak.” Runtuk Ayuna sambil kembali melanjutkan langkah menuju kamar.Setelah berganti baju, ia mengeluarkan buku tulis. Ia ha
“Turun!” Bentak Lelaki berahang tegas. Meliat ekspresi marah Eugene membuat nyali Ayuna ciut. Menunduk sambil menautkan jemari. Melihat Sang Istri berulah, Eugene menancap gas kembali menuju bandara.Ayuna membuang wajah ke luar jendela, “Dasar Om resek!” batin Ayuna. Mengetuk-ngetuk kaca mobil hingga menimbulkan bunyi. Jika bertemu dengan pengamen. Gadis itu membukakan jendela mobil, memberikan uang recehan pada anak jalanan. Ada rasa senang pada diri Ayuna, jika berbagi dengan pengamen jalanan.Mobil beroda empat itu meraung-raung. Mereka pun sampai di depan bandara. Ayuna meneguk saliva. “Ini beneran Mas?”Eugene mengangguk. Lalu ke luar mobil, “Ayo turun!”Ayuna pun keluar mobil. Kondisi bandara sangat ramai. Suara ricuh ada di mana-mana. Ayuna menatap takjub bangunan mirip stadion. Membuat ia melupakan Eugene yang sibuk mengeluarkan Koper dan tas dari bagasi mobil. Sebuah tangan menyeret Ayuna yan
Kelap-kelap bintang bertaburan di angkasa. Menemani Sang Bulan yang memancarkan cahaya ke bumi. Langit berwarna biru tua. Semilir angin malam menggoyangkan pepohonan. Bangunan pencakar langit berdiri kokoh di seberang jalan. Bangunan itu terdiri dari tiga puluh lantai. Hotel sederhana di tengah-tengah kota.Di kamar 103 seorang pasangan suami Istri saling beradu mulut. Sang Istri yang berusia 18 tahun itu sangat marah pada Sang Suami. Ia pun berkacak pinggang sambil mengintimidasi Polisi resek yang ada di depannya.“Makanya Om, jangan ke buru-buru. Udah Yuna bilang biar Yuna sendiri yang beres-beres barang-barang. Jadi banyak yang ketinggalan kan!” bentak Ayuna sambil melotot.Lelaki itu memegang pundak Ayuna. Bulu-bulu lembut itu di sentuh Sang Suami. Saat ini Ayuna hanya menggunakan handuk piayama. “Ya udah saya beliin!”“Emang Mas punya uang? Kita aja nginep di hotel jelek ini.”“Saya punya u