Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku

Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku

last updateLast Updated : 2025-11-14
By:  Nadia StynUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
27Chapters
12views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Anna berniat menggoda seorang pria tampan di bar, tetapi pria itu tiba-tiba memanggilnya “Paula” dan hampir menciumnya. Keesokan harinya, Anna terkejut mengetahui bahwa pria itu adalah Mark Christopher Lawrence—CEO Lawrence Company, bos barunya. Ketika Lily, putri kecil Mark, mulai memanggilnya “Mommy”, Mark yang sangat arogan memaksa Anna bersandiwara demi membahagiakan Lily, membuat Anna terseret masuk ke dalam kehidupan ganda, menjadi sekretaris Mark sekaligus pengganti Paula, istri Mark yang menghilang dua tahun lalu.

View More

Chapter 1

1. Pria di Bar Semalam

Usai mendapat kabar bahwa aku diterima kerja, aku berpesta dan minum-minum. Tapi ternyata, itu membawaku pada malapetaka tak terduga.

Tiga gelas wiski sudah tandas, dan aku tahu aku sudah melewati batasku.

Tiap kali terpengaruh alkohol, aku tidak bisa mengontrol diri dan selalu bertingkah sesuka hati.

“Anna, kau mau ke mana?” tanya Jane, sahabatku.

Aku hanya menunjuk toilet yang ada di ujung. Jane kemudian mengingatkanku, “Kau mabuk. Jangan berbuat yang aneh-aneh!”

Saat berjalan sedikit gontai, mataku terkunci pada sosok yang sangat menarik di depan sana.

Seorang pria tampan berdasi merah marun, duduk sendirian, memancarkan aura dingin yang pekat. Aura itu membuatku lupa pada peringatan Jane, bahkan lupa pada niatku untuk ke toilet.

Pikiranku yang dipengaruhi alkohol hanya bisa membatin satu hal, "Dia idamanku."

"Hai," sapaku dengan suara serak yang sengaja kubuat menggoda.

Pria itu sudah mengangkat gelas kacanya, namun gerakannya terhenti. Dia mengangkat pandangan, dan saat itulah mata kami bertemu.

Dia membeku. Kedua mata birunya yang tajam perlahan melebar.

Dia tidak membalas sapaanku. Sebaliknya, dia berbisik dengan suaranya yang tercekat penuh kerinduan. "Paula?"

Aku yang masih punya setengah kesadaran, hanya bisa mengerjap bingung. Siapa Paula?

Sebelum aku sempat buka mulut, dia sudah bangkit. Tangannya terulur, nyaris gemetar, menyentuh pipiku.

Tindakannya itu membuatku terkesiap, membeku di tempat. Sentuhannya hangat, tapi sarat akan kehilangan.

"Kau kembali...," gumamnya lagi, ibu jarinya mengusap pelan tulang pipiku.

Jantungku berdebar tak karuan. Tiba-tiba, dia terhenti. Matanya terpaku lekat pada mataku. Dia menundukkan wajahnya dan mendekat.

Aku bisa merasakan napasnya yang hangat menerpa kulitku, beraroma wiski. Aku menahan napas. Matanya yang tadi berkabut dan penuh kerinduan, kini menatapku lekat, seolah dia baru saja sadar siapa aku.

Tepat saat bibirnya nyaris menyentuh bibirku, sesuatu seperti menahannya.

"Kau bukan dia,” ucap pria itu.

Dalam sekejap, kehangatan yang terpancar darinya lenyap. Cara tatapannya berubah, kini penuh ... rasa jijik? Atau mungkin kecewa.

Dia menarik tangannya dari wajahku seolah baru saja menyentuh bara api, lantas mendesis, “Ah, lupakan.”

Tanpa berkata apa-apa lagi, dia berbalik, menyambar jasnya dari sofa, dan berjalan cepat keluar dari bar.

Aku masih mematung bingung di sudut sofa. Pipiku pun masih terasa hangat bekas sentuhan tangannya.

***

"Siapkan mentalmu, Anna!"

Suara Margaret, resepsionis Lawrence Company, membuyarkan lamunanku. Ini hari pertamaku. Kepalaku masih berdenyut pusing, akibat alkohol yang kuminum semalam.

"Memangnya kenapa?" tanyaku, berusaha fokus.

"Tuan Lawrence," bisik Margaret. "CEO kita. Dia sudah memecat tujuh sekretaris dalam dua tahun terakhir. Kau yang kedelapan jika dia memecat lagi. Dia itu killer. Terlalu keras, banyak menuntut, dan berhati dingin. Jadi, kuatkan dirimu untuk menghadapinya."

Jantungku yang tadinya berdebar pelan, kini mulai gugup.

Tujuh sekretaris dalam dua tahun? Itu tidak normal.

Margaret mengantarku ke lantai 35 gedung Lawrence Company, lantai para eksekutif perusahaan pengembangan teknologi itu. Begitu pintu lift terbuka, suasana yang terpancar di lantai itu langsung terasa kaku. Dia menunjukkan meja kubikalku, tepat di depan ruangan terbesar di ujung koridor, ruang sang CEO.

Kuperhatikan, pintu kayu mahoni ruangan CEO itu terukir nama: Mark Christopher Lawrence.

Tepat sedetik kemudian, aku mendengar suara sapaan yang tak jauh di belakangku.

"Selamat pagi, Tuan Lawrence," sapa beberapa karyawan, serempak dan tegang.

Suara-suara itu membuatku otomatis berbalik, tanganku refleks merapikan rok pensilku yang sebenarnya tidak kusut, dan mengangkat kepala dengan senyum profesional nomor satu yang sudah kusiapkan sejak di lift.

Senyumku mati di wajah.

Celaka.

Seluruh darah di tubuhku langsung surut ke kaki. Perutku melilit seketika, dan aku bersumpah telingaku berdenging. Tubuhku menegang kaku, sampai rasanya sulit bernapas.

Yang barusan disebut Tuan Lawrence oleh orang-orang adalah pria itu.

Pria di bar semalam.

Pria yang menatapku seolah aku adalah hantu, lalu menyebutku “Paula”. Pria yang... astaga... pria yang menyentuh wajahku dengan tatapan rindu gila, lalu sedetik kemudian mendorongku seolah aku menjijikkan dan pergi begitu saja.

Dia adalah Mark Christopher Lawrence. CEO Lawrence Company. Bos killer yang Margaret bilang sudah memecat tujuh sekretaris.

Ya Tuhan. Ini canggung sekali. Jantungku bukan hanya terasa akan melompat keluar, rasanya sudah meledak di dalam dadaku.

Aku hanya berdiri di sana seperti orang bodoh, senyum konyolku yang tadi sudah kusiapkan pasti terlihat seperti ringisan orang kesakitan.

Apa dia akan mengenaliku? Apa dia ingat kejadian semalam? Apa dia ingat dia hampir menciumku?

Lebih penting lagi, apa dia akan langsung memecatku di hari pertama?

Aku ingin sekali bersembunyi di bawah meja kubikalku. Aku tidak tahu harus apa. Haruskah aku menyapanya? Atau lebih baik aku pura-pura tidak melihat, menunduk, dan berharap dia tidak menyadari keberadaanku?

Sialan. Kenapa juga aku harus mabuk dan berniat menggodanya semalam?

Aku bisa merasakan pipiku memanas. Aku yakin wajahku sudah semerah dasi yang dia kenakan di bar.

Aku memaksakan diri menelan ludah, lantas menunduk kecil. "Selamat pagi, Tuan."

“Pagi.” Mark Christopher Lawrence merespons sapaanku, tapi hanya satu kata yang datar, bahkan dia tidak melirikku sama sekali! Dia menatap lurus ke depan, wajahnya sedingin es, seolah aku adalah debu tak terlihat di lantai marmer.

Mark melenggang lurus melewati mejaku dan aku pun terduduk kembali di kursi, lemas. Dia... dia tidak mengenaliku? Atau dia pura-pura tidak kenal?

Belum sempat aku menarik napas, telepon di mejaku berdering nyaring.

Aku mengangkatnya dengan tangan yang sedikit gemetar.

[Segera siapkan laporan keuangan bulan lalu yang tersimpan di arsip digital!]

Suara bariton yang dingin dan tajam itu menusuk telingaku. Itu suara bosku.

“Ba-baik, Tuan.”

Sungguh, ini adalah hari pertama yang mendebarkan!

Memasuki hari kedua, ketiga, dan keempat, jantungku terus berdebar setiap kali mendengar pintu ruangan Mark terbuka. Aku masih tegang tiap kali harus bicara dengannya, cemas jika dia tiba-tiba mengungkit kejadian di bar dan menendangku keluar.

Tepat jam setengah satu siang, ketika dia menyuruhku mausk ke ruangannya, aku menarik napas panjang sebelum masuk ke ruangan Mark. Mark tidak berpaling dari iPad-nya saat aku berdiri kaku di depan mejanya.

“Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”

“Lily putriku, pengasuhnya berhenti pagi ini,” katanya datar, masih menatap layar. “Aku ada rapat dewan sebentar lagi. Kau jemput dia di sekolah. Sekarang.”

Aku mengerjap. “Maaf, Tuan?”

Mark akhirnya mengangkat kepalanya. Tatapan biru tajamnya menusukku. “Apa ada yang tidak jelas, Anastasia Walter? Kubilang, jemput putriku.”

Aku belum merespons, tetapi dia langsung menyebutkan nama sebuah sekolah elite di Manhattan dan berlanjut berkata, “David, asistenku, akan menunggumu di sana. Kau bisa pergi sekarang.”

Ini jelas di luar job desk seorang sekretaris CEO. Gaji yang mereka tawarkan memang fantastis, tapi aku tidak tahu kalau pekerjaanku akan mencakup tugas pribadi sang CEO juga.

Perjalanan ke sekolah itu memakan waktu hampir tiga puluh menit. Sekolahnya megah, lebih mirip istana kecil daripada tempat belajar.

Di gerbang depan, aku melihat seorang pria tinggi berpakaian serba hitam, wajahnya kaku seperti batu.

Dia pasti David.

Di sebelahnya, berdiri seorang gadis kecil berambut pirang, mengenakan seragam sekolah yang rapi. Dia menunduk, memainkan tali ransel pink-nya dengan tenang, tampak mungil dan kesepian.

Itu pasti Lily.

Aku menghampiri mereka dengan sedikit gugup, menyiapkan senyum ceria sebelum menyapa putri bosku.

"Halo!” sapaku pada gadis kecil itu.

Aku berlutut menyejajarkan tingginya setelah dia mendongak untuk menatapku. "Kau pasti Lily, ‘kan? Aku Anna. Aku sekretaris baru ayah—"

Kalimatku terputus, karena tiba-tiba dia langsung maju menubrukku. Kedua lengan mungilnya memeluk leherku erat, saking eratnya sampai aku nyaris kehilangan keseimbangan.

Aku tercenung bingung, pun juga terkejut.

Dapat kurasakan tubuh mungil Lily yang menempel denganku gemetar. Dengan suaranya yang menyayat hati, Lily berbisik di telingaku, “Ibu?”

Dia menarik diri sedikit, menangkup wajahku dengan kedua tangan mungilnya. Matanya yang lugu dipenuhi air mata yang siap tumpah. “Ibu... Kau kembali untukku?”

***

Bersambung .....

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
27 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status