Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya.
Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.”
“Yuna Paham kok.”
Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya.
“Haha? Apa ini?”
“Sepertinya kamu pendarahan. Aku akan membawamu keluar dari sini.” Ayuna mengangguk. Mereka pun berdiri kembali melanjutkan perjalanan. Surya tahu pintu keluar. Mereka pun naik di atas bukit. Menyelusuri jalan semak belukar dan rerumputan. Hutan buatan itu terlihat sepi. Sepertinya Violet dan anak buahnya lengah.
Berberapa jam kemudian. Mereka sampai di pintu keluar rahasia. Yang berada di bawah tanah yang di tutup oleh rumput-rumput buatan. Jika pintu rumput di tarik akan berbentuk kotak dan ada sebuah lubang hitam.
“Enggak papa ini?” Ayuna terlihat ragu dengan pintu keluar yang Surya tunjukkan.
Surya memegang tangan Ayuna. “ Percaya sama aku. Kamu pasti bisa keluar.”
Tiba-tiba suara langkah mendekat membuat Surya menyuruh Ayuna segera masuk ke dalam terowongan. “Kamu ikutin jalan di sini. Jangan pernah melihat kebelakang. Aku akan mengalihkan perhatian mereka.”
Surya menuntut Ayuna untuk masuk ke dalam lubang bawah tanah. Saat Ayuna hendak menunggu Surya, lelaki itu malah menutup pintu kembali dan membuatnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Pintu itu hanya Surya dan orang tua Violet yang tahu. Karena gadis itu tidak pernah tertarik dengan hutan keluarga mereka. Bahkan saat usianya 23 tahun ia memilih tinggal sendiri apartemen.
Ayuna pun berlari mengikuti jalan lorong itu. Dengan langkah yang sangat panjang. Akhirnya ia sampai di ujung pintu. Saat Ayuna berusaha membuka ternyata pintu itu berada di sebuah lapangan bisbol. Ayuna pun buru-buru melompat dari dalam. Semu orang yang berada di sana melihat dengan takut. Wajah penuh tanah, baju lusuh dan berwarna coklat, kaki pincang.
Tangis pun pecah karena perjungannya telah usai. Matahari sedikit demi sedikit meninggi. Membuat Ayuna tidak minum sama sekali tiba-tiba pingsan.
***
Eugene dan kedua temanny berhasil melumpuhkan 20 pereman dalam sekejap mata. Eugene mengikat ketua preman. Ia bertanya tentang anak buah yang menculik gadis SMA. Awalnya ia tak mengaku. Karena bagi mereka patang membocorkan identitas pelanggan mereka.
“Baiklah. Kau mau menguji kesabarkanku. Apa aku mau bocorkan ke polisi bahwa kau juga bos dari bandar narkoba. Dan semua data kejauhanmu bertahun-tahun yang lalu aku juga tahu. Semua sudah kuselidiki. Tak ada yang bisa menolongmu kali ini jika kau masuk ke dalam penjara.”
Membuat wajah preman tengil itu tampak cemas. Ia pun memberikan informasi siapa saja pelanggan yang menggunakan jasa mereka. Yang membuat Eugene tercengang salah satu pelanggan Preman itu adalah Violet.
“Cepat kita ke rumahnya.”
“Anda sudah tahu inspektur?”
“Iya. Aku pastikan dia.” Mereka pun langsung berangkat ke rumah Violet. Eugene mengabaikan suara ponsel berdering miliknya. Pikirannya adalah menyelamatkan Sang Istri tercinta.
Mereka pun sampai. Dan segera menyerbu rumah Violet. Berberapa pelayan mencegah tapi langsung di terobos oleh Eugene. Mereka pun mencari seluruh isi rumah tapi tak mendapatkan Violet. Membuat Eugene marah dan kesal. Ia terdiam sesaat saat tiba-tiba Violet masuk dengan wajah kemayu seolah dia tidak berdosa.
“Oh Sayangku. Kenapa kau bisa ada di sini?”
“Aku hanya ingin bertanya padamu. Dimana Ayuna?”
“Oh Istri kecilmu itu. Mana aku tahu. “
“Jangan bohong ya kau Violet. Kau yang menculiknya kan.”
“Enggak sayang.” Eugene tertunduk melihat alas sepatu Violet kotor. Bahkan ada jejak kaki. Eugene merunduk mengambil bekas kaki Violet. Bau tanah membuat Eugene mengingat hutan yang berada di belakang rumah Violet. Tempat itu sangat cocok untuk menyandar orang.
“Kebelakang!” Instruksi Eugene membuat kedua temannya mengikuti.
“Mua kemana kau?” menarik tangan Eugene.
“Lepaskan. Aku ingin membuktikan istriku ada bersamamu.”
Eugene berlari keluar rumah. Di ikuti ketiga temannya. Mereka masuk ke dalam hutan buatan yang terlihat asli. Ada sebuah rumah tua di sana. Eugene ingat itu adalah rumah kecil keluarga Violet. Karena orang tuanya sangat suka dengan hutan terkadang mereka tinggal di sana. Tapi karena mereka sibuk, rumah itu tak pernah di tinggali.
Eugene mendobrak pintu. Mencari siapa saja yang ada di dalam. Tapi tak ada siapa-siapa. Seluruh ruangan kosong.
“Di mana gadis itu menyembunyikannya.”
Violet dengan wajah tegang menghampiri mereka. “Sudah ku bilang bukan. Aku tidak menyembunyikan dia.”
“Tolong!” Sebuah teriak nyaring terdengar. Eugene dan kedua teman-teman keluar dari rumah tua itu mencari sumber suara. Menerjang semak-semak belukar. Violet melihatnya sangat geram. Apalagi polisi lain menahannya. Mereka takut Violet kabur. “Bangsat kau! Berani-berani menahanku seperti ini. Lepaskan ku bilang!”
“Tidak kami harus menahanmu.”
Eugene mengajar dua lelaki yang membawa sandra. “Berhenti kalian berdua!” teriakan Eugene tidak di idahkan. Bahkan mereka semakin cepat berlari.
Eugene mengeluarkan pistol. Mengangkat pistol ke atas. “Kalian berhenti atau kutembak.” Mereka semakin berlari.
Dor!
Mereka terdiam seketika sambil mengangkat kedua tangan. Anak buah Eugene menangkapnya. Dan dua polisi datang membantu. Yang membuat Eugene kecewa ternyata ia tak menemukan Sang Istri.
Surya di bebaskan. Kedua penjahat di bawa lari. “Surya. Di mana istriku?”
“Dia lewat pintu rahasia. Dan saat ini mungkin berada di lapang bisbol. Cepat kesana dan bawalah dia. Kondisinya sangat buruk.”
Air mata Eugene jatuh saat melihat Sang Istri berada di atas ranjang. Setelah Surya memberitahu di mana Ayuna berada ia segera mencari gadis itu. Dan dia mendapati Sang Istri berada di rumah sakit yang tidak jauh dari lapangan golf. Eugene meraih tangan Ayuna, memandang keadaan gadis itu yang sangat memperihatinkan. Seluruh tubuhnya lebam-lebam, membuat hati Eugene seperti di sayat oleh silet-silet kecil.“Maafkan aku Sayang….” Tangis Eugene pecah walaupun tanpa suara. Tapi rasa sakit dan rasa kecewa pada diri sendiri menyergap. Perasaan campur aduk berkecamuk, apalagi perasaan dia harus melihat istrinya dalam kondisi seperti ini. “Jika ada sesuatu terjadi padamu dan anak kita. Maka akulah yang harus di salahkan karena tidak bisa menjagamu.”Decit pintu terbuka, Pria botak berjas putih masuk ke dalam ruang yang di tempati Ayuna. Wanita berpakaian perawat mengikutinya dari belakang. “Apa Anda keluarga dari pasien?”Eugen
Hujan deras mengguyur kota A yang berada di tengah-tengah perkotaan. Tanah berwarna merah masih basah atas guyuran hujan. Dari atas langit, terlihat gundukan yang masih baru di keliling payung-payung berwarna hitam. Semua orang menatap dua pusaran suami istri tersebut. Seorang gadis berusia 18 tahun menangis di dalam dekapan Sang Pembantu yang sudah di anggap seperti Orang tuan sendiri. Selendang berwarna hitam menutupi atas rambut yang tergerai. Perempuan berusia 38 tahun itu menepuk-nepuk punggung gadis berusia 18 tahun.“Sudah Sayang! Tuan dan Nyonya akan tenang di atas. Yuna harus kuat!” Ayuna mengangguk dalam pelukan Emma.Satu persatu payung mulai menjauh. Namun, hanya dua orang di area pemakaman dalam kondisi hujan tetap bertahan. Meratapi dua gundukan itu.“Sayang, Ayo kita pulang!"“Yuna enggak mau pulang, ingin tetap berada di sini bersama Mama Papa!” ujar Ayuna polos sambil menggeleng.“Papa sama Mama bakalan sedih kalau Nona Ayun
Pintu coklat tua itu perlahan-lahan terbuka. Seorang mengedarkan pandang , lalu menunduk. Bu Eda melihat Ayuna jongkok di bawahnya. Ayuna mendongak melihat wajah Sang guru. “Eh Ibu guru, Engapain di sini?” Bu Eda melotot melihat wajah Ayuna yang tepat di bawahnya.“Berdiri Ayuna! Sekarang ikut saya ke lapangan,” bentak Bu Eda. Dengan cemberut, Ayuna berdiri dan mengikuti Bu Eda dari belakang. Semua lorong sangat sepi, karena jam pelajaran sudah di mulai berberapa jam lalu. Bukannya sedih, Ayuna semakin ceria. Ia berjalan dengan loncat-loncat.Bu Eda berhenti, menoleh ke belakang. Membuat Ayuna mengerem mendadak laju kakinya, hingga ia akan terhitung ke depan. “Ada apa Bu?”Bu Eda melotot, sia-sia memberi hukuman pada gadis seperti Ayuna. Karena gadis itu akan berulah kembali. “Ayuna, Saya pusing melihat tingkah lakumu. Agar kamu jera, kali ini ibu tidak ijin kan kamu masuk kelas." Bu Eda mengeluarkan surat peringatan. Berwarna merah. Ayuna menerima surat itu.
Pria beralih tebal itu mengamuk. Menyapu seluruh barang dengan lengannya yang kokoh. Membanting gelas kaca yang ada di atas meja. Kobaran api membara dari balik Manik berwarna amber, memancarkan letupan kemarahan yang berada di ubun-ubun. Panggilan Sang Kekasih menggema dari balik layar pipih. Meraih benda komunikasi canggih masa kini. Menatap nanar foto Sang Kekasih depan layar. Menyungging senyum kebencian dan melempar benda pipih itu ke lantai hingga pecah menjadi dua bagian.Eugene marah, lelaki itu adalah seorang polisi terkenal di kota A. Dan merupakan anak bungsu dari keluarga Smith. Eugene menjatuhkan pantat kasar di atas kursi. Memasukkan jemari berotot itu ke dalam rambut, mengacak-ngacak dengan kasar. Lalu memegang kepala karena penat, membayangkan Pengkhianatan Violet. Bayangan Sang Kekasih terlintas, Saat Violet bercumbu mesra dengan selingkuhannya tepat di depan mata Eugene. Padahal 2 hari lagi, ia berniat melamar Violet. N
Dua orang wanita berpakaian pelayan membukan pintu berwarna emas. Ayuna meneguk saliva, suasana dingin mencekam. Hawa dingin dari lubang-lubang Ac membuat Ayuna semakin ngeri. Gadis itu bertanya-tanya, kenapa orang tua Pria asing itu mencarinya. Kursi berwarna coklat yang membelakangi Ayuna berputar. Tampak lelaki berumur sekitar 60 tahun menatap lekat Ayuna sambil memegang album tua.“Lihatlah, putri kecil Robert sudah tumbuh besar,” ujar SmithAyuna mendelik, gadis bermata bening itu menoleh pada Pria di sampingnya. Namun, pria itu menatap luruh ke depan, seolah-olah mengabaikannya. “Pasti kau bertanya-tanya, kenapa lelaki tua ini bisa tahu namamu dan nama orang tua mu, bukan?” Ayuna yang polos itu mengangguk.Smith memegang kepala Ayuna, Ia tersenyum hangat. Lelaki tua itu seperti menemukan anak perempuannya kembali. “kau sangat mirip dengan ibumu, cantik.” Ucapan Ruth Smith membuat Ayuna bersemu merah. Pujian kecil itu, be
Hati-hati berganti dengan cepat. Tak terasa hari suci pernikahan Ayuna akan segera datang. Sepanjang hari, gadis itu tak henti-henti memikirkan cara untuk kabur dari rumah. Menghindari pernikahannya sendiri, tapi seluruh sisi rumahnya di jaga ketat oleh anak buah Ruth Smith. Membuat pergerakan Ayuna tak leluasa, bahkan untuk pergi bersama Wanda dan Toby saja sulit.Ayuna berdiri di depan ranjang, melihat sebuah kalender yang sudah di lingkarinya. “empat hari sebelum hari pernikahan, Yuna harus ngapain?” Ayuna mondar-mandir sambil menggigit ujung kukuk. Dengan wajah pucat dan berkeringat. Tiba-tiba bayangan video yang di perlihatkan Wanda terlintas. Ia tak bisa membayangkan adegan jorok seperti itu terjadi padanya. Baru pertama melihat, tapi mampu membuat bulu kuduk Ayuna berdiri. Gadis bermata besar dengan manik hanzel itu menggeleng-gelengkan kepala.“Oh tidak! Yuna kau mikirin apa sih.” Ayuna memukul-mukul kepala.Pintu kamar Ayuna ter
Gadis kecil itu pasrah saat tubuhnya di tarik Eugene. Ayuna mendongak menatap bola mata calon suaminya. Lelaki itu seperti membenci perempuan yang berada di depan pintu bioskop. Mereka sampai di loket, Eugene membeli dua tiket dan juga popcorn. “Om Yuna ke toilet dulu ya?” Lelaki itu mengangguk. Gadis itu bergegas pergi dari loket, menuju pintu keluar. Ayuna sudah memesan taksi di pintu keluar. Tak peduli dengan masalah Eugene. Yang terpenting ia harus pergi dari tempat ini. Untuk sementara, gadis itu akan mencari tempat menginap yang murah.Mata gadis itu berbinar saat melihat sebuah taksi sudah menunggu, “ Syukurlah semua berjalan lancar,” ujar Ayuna.“Apa yang lancar? Dan kau mau ke mana?” Ayuna menelan saliva. Saat suara bariton bertanya padanya. Ayuna memutar badannya, mantap Eugene. “Kau mau kabur?”“Mana mungkin,” tukas Ayuna. Eugene langsung merampas tas selempang Ayuna. Membuat gadi
Manik Hazel itu menatap keluar kaca mobil. Kedua jemari saling bertautan. Melirik seorang lelaki yang ada di sampingnya. Berkali-kali ia meneguk saliva, tenggorokan gadis itu terasa kering. Badan ramping itu menegang. Bunyi gawai membuatnya segera merogoh sakunya. Ia akan mencurahkan segala kegundahannya pada kedua Sang Sahabat.“Kenapa? “ suara bariton itu membuat Ayuna tersentak, hampir saja ia menjatuhkan smartphone miliknya.“Ah enggak papa,” cicit Ayuna sambil memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku. Eugene semakin menancapkan gas, membuat wajah Ayuna semakin pucat. Jika lelaki itu berani menyentuh tubuhnya, ia akan menghajarnya habis-habisan. Tak berselang lama. Mobil berwarna perak itu sampai di depan hotel bintang lima. Seorang staff hotel membukakan pintu mobil untuk Ayuna dan Eugene. Ayuna dengan ragu keluar dari dalam mobil. Mereka tersenyum ramah, membuat Ayuna semakin kiku.“Selamat siang Tuan dan Nyonya, mari say