Share

OBAT NYAMUK

Author: Mommy Alkai
last update Last Updated: 2022-11-06 07:42:17

"Tadi saya pikir, Mas Kenzi sudah mau tidur, jadi tidak perlu apa-apa lagi."

Ya kali perlu di nina boboin kaya bayi!

"Daripada ngobrol sama Adi, nanti sore kan, harus ikut saya ketemu Alsha. Lebih baik kamu istirahat, Disty!"

"Hah? Saya ikut juga?" Aku melongo tak percaya.

"Mau bagaimana lagi? Itu udah perintah Mami."

Makin cool nih Bos, nggak suka ngebantah Maminya! Tapi apa tadi? Nemenin dia pacaran? 

"Udah sana, istirahat!" perintahnya lagi.

Kulangkahkan kaki menuju kamar perlahan. Sambil berjalan, aku terus berpikir. Sepertinya ada yang aneh dengan sikap majikanku itu. Ah ... aku nggak mau kegeeran, takut sudah terbang tinggi, nanti malah dijatuhkan lagi!

Lelah. Aku baru saja hendak masuk ke dalam kamar. Tapi saat melewati kamar Bude Ning, aku malah ingin masuk ke sana.

Begitu kubuka sedikit pintunya, Bude sedang tiduran sambil mengoleskan balsam di pinggangnya.

"Kalau sudah tidak kuat bekerja, sebaiknya pulang ke kampung saja Bude, istirahat!" kataku sembari mengambil alih pot balsam dari tangannya, lalu membantu dia menggosok bagian belakang tubuhnya.

Bude ini sudah berumur lebih dari lima puluh tahun. Suaminya meninggal saat anak-anaknya masih kecil. Sejak itu, Bude merantau ke sini dan langsung bekerja pada keluarga Bu Arini.

Sementara dua anaknya, dia titipkan pada ibuku.

Setahun sekali, Bude akan pulang kampung dan menemui anak-anaknya. Tapi setelah besar dan punya keluarga masing-masing, ternyata kedua anak lelaki Bude terlalu nyaman karena sering dikirimi uang sejak dulu. Mereka jadi tergantung dengan tangan tua Bude sampai malas bekerja.

"Cuma sakit pinggang, Dis. Sebentar juga sembuh! Oya, bagaimana hari pertama kamu kerja?"

"Biasa saja Bude. Mas Kenzi orang yang baik seperti Bu Arini."

"Ya, Mas Kenzi memang orang baik, Nduk. Karena itu, Bu Arini ingin kamu terus mengawasinya. Termasuk dari Mbak Sa—. Sopo njenenge pacar Mas Kenzi iku, ya?"

"Mbak Alsha Bude! tadi di lapangan, Disty sempat kenalan lewat panggilan video. Tapi ... kenapa Mas Kenzi harus diawasi dari dia?"

"Bu Arini sebetulnya nggak suka sama dia, Dis! Kakak-kakaknya juga. Tapi Mas Kenzi ini udah bucin akut sama dia, jadi nggak bisa di bilangin!"

Ya ampun Bude gaul banget, sampai tahu bucin gaes!

"Jadi ... Bu Arini sengaja minta aku buat buntutin Mas Kenzi karena nggak menyukai Mbak Alsha, Bude?"

"Hooh, Dis!"

"Oh iya, Tania sekretarisnya Mas Kenzi juga. Dia itu masih sepupunya Mbak Alsha. Jadi sebelas dua belas lah, Bu Arini nggak suka sama mereka."

"Heuuum ...."

Aku mengerti sekarang. Kenapa sampai aku yang harus dipekerjakan di sini, karena Bude adalah orang kepercayaan Bu Arini. Tapi aku heran, kenapa keluarga Mas Kenzi bisa tidak menyukai wanita cantik itu?

Baru saja aku mau bertanya lagi sama Bude, dengkuran kecil terdengar. Aih, ternyata Bude sudah tertidur pulas, mendengkur pula!

Karena malas beranjak dari sana lagi, aku memilih tidur di samping Bude.

***

"Dis, bangun Dis!" seru Bude panik.

 

Aku terperanjat mendengar suara Bude yang terdengar terburu-buru itu.

"Ada apa Bude?"

"Kamu ada janji sama Mas Kenzi? Dia sudah nungguin lho!"

Ya ampun, benar juga!

"Astaghfirullah! Jam berapa ini, Bude?"

"Jam empat, Nduk. Bude pikir kamu nggak ada janji, jadi Bude anteng biarin kamu tidur."

"Aduh, gimana ini Bude? Mana belum ashar, belum mandi, belum makan juga ...!"

Di tengah kebingungan dengan nyawa yang masih setengah berada di alam nyata, Mas Kenzi datang dan terus berujar.

"Saya kasih waktu setengah jam ya, untuk kamu siap-siap! Kalau makan, biar nanti di mobil!" ujar Mas Kenzi sambil berlalu. 

Dari wajah dan cara dia berbicara, kelihatan sekali kalau sedang kesal. Gegas, aku pun segera bersiap. Setengah jam cukup untuk mandi dan salat.

***

"Kamu itu suster saya, Disty. Masa saya yang harus ingetin kamu untuk makan? Apa nggak kebalik?" kata Mas Kenzi sambil memberikan kentang goreng yang dia minta pada Bude Ning tadi.

Ternyata kali ini, dia bukan minta bekal untuk dirinya sendiri, tapi malah buat aku. Perhatian juga sih. Meski begitu, wajahnya tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.

"Jangankan ngingetin saya, kamu sendiri aja sampai nggak makan. Kalau Mami tau—"

Benar juga! Ya ampun, kenapa aku nggak ingat? padahal itu tugas utamaku. Bisa mati kalau Bu Arini mecat dan minta aku untuk mengembalikan uang yang sudah dibayarkan hutang Bapak!

"Jadi, Mas Kenzi juga belum makan?!" tanyaku panik.

"Belum. Tapi kalau saya sudah biasa, beda sama kamu. Kalau sakit bagaimana?"

Aku tersenyum mendengar ucapan Mas Kenzi. Ternyata, diperhatikan hal sekecil ini saja sama dia, sudah buat aku senang setengah mati. 

Aku jadi iri sama Mbak Alsha, betapa beruntungnya mendapat pria sebaik Mas Kenzi.

Tiba-tiba saja aku merubah standar pria yang akan mendampingiku kelak. Kalau dulu aku sudah terhanyut oleh ketampanan Jaka, mantan pacarku dulu. Dan merasa bahwa lelaki yang telah mengkhianati ku itu adalah satu-satunya orang yang berhasil membuatku gagal move on, sekarang tidak lagi.

Setidaknya, kalau Adi terus mendekatiku, dia harus perhatian juga seperti Mas Kenzi. Pokoknya standarku naik dua kali lipat!

"Mas, kalau saya boleh tahu, kita ketemu Mbak Alsha dimana?" tanyaku begitu selesai makan beberapa potong kentang goreng.

Tadinya mau dihabisin, tapi gengsi sama Pak Darmo dan Mas Kenzi.

"Saya sama Alsha mau nonton."

Aku melongo lagi. Membayangkan nantinya akan jadi obat nyamuk saat mereka duduk bersama berdua. Nasib jadi suster bayi gede.

Setengah jam berlalu, kami akhirnya sampai di tempat tujuan. Di sebuah mall besar di pusat kota Jakarta. Namun, karena tidak mendapati kekasihnya di tempat yang mereka janjikan, Mas Kenzi terlihat sibuk menghubungi wanita itu. 

"Sayang, kamu di mana?" tanya Mas Kenzi. Pandangannya meluas mencari sosok yang dia cari.

"..."

"Kamu kenapa nggak kabarin aku dari tadi?"

"..."

"Aku nggak marah sayang, cuma aku udah terlanjur sampai disini sama suster!"

Dari pembicaraannya di telepon, aku bisa menangkap, kalau Mbak Alsha nggak jadi datang. Syukurlah ... batal jadi obat nyamuk!

"Alsha ada urusan mendadak, Dis!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BABY SITTER MAS GANTENG   SIKAP ADI

    Setelah menyalami mereka, aku dan Mas Kenzi langsung kembali ke rumah. Berganti pakaian, lalu mengajak Ibu, Deni dan Dinda jalan-jalan ke Mall.Raut bahagia terpancar dari ketiganya. Apalagi, Mas Kenzi terus menuruti kemauan mereka. Membeli mainan dan perlengkapan sekolah. Juga ponsel baru untuk ketiganya.Rasa bahagia dan sangat bersyukur. Bukan karena materi yang didapatkan, tapi perhatian Mas Kenzi dan Bu Arini.Setelah kepergian Bapak, kami harus terpuruk dan hidup prihatin karena ternyata meninggalkan hutang yang begitu besar. Di tengah keadaan yang menyedihkan, Jaka malah meninggalkan aku untuk menikah dengan wanita lain. Dan kini, melihat Mas Kenzi berada di sini dengan segala kelebihan yang dimilikinya, aku sangat bersyukur."Kapan-kapan, aku sama Dinda boleh ikut ke Jakarta ya, Kak?" celoteh Deni membuyarkan lamunanku."Tentu. Liburan sekolah nanti, jangan lupa ingatkan Mas, untuk jemput kalian, oke?"Dinda dan Deni mengangguk kegirangan.Puas berjalan-jalan, kami kembali seb

  • BABY SITTER MAS GANTENG   AJAK KONDANGAN

    "Kalau begitu kenapa nggak pasang AC aja sekalian di rumah kamu?" tanyanya santai sambil berjalan menuju mobil. Segera kutarik tangannya karena dia salah paham."Eh, bukan begitu maksud saya!"Mas Kenzi berhenti sejenak, dia menatapku, lalu berujar."Nggak usah dipikirin. Pokoknya kita kembali ke Semarang sekarang!"Kalau sudah begini, bagaimana cara aku bisa mencegahnya lagi? Dia terus bersikeras memenuhi keinginannya sendiri.Begitu tiba di Semarang, mataku terbelalak melihat perubahan yang begitu kentara pada rumahku. Cat berwarna kuning gading cerah dan sedang dalam proses memasang pagar. Masuk ke dalam rumah, aku semakin terkejut saat mendapati barang-barang di seluruh ruangan sudah berganti dengan furniture baru, bahkan sudah terpasang AC di setiap kamar. "Ini semua untuk apa?" tanyaku pada Mas Kenzi yang langsung diserbu oleh kedua adikku."Saya nggak tahu, mungkin ini kiriman dari Mami?"Kalau melihat wajah Mas Kenzi, sepertinya dia memang tidak tahu apa-apa. Tapi Bu Arini?

  • BABY SITTER MAS GANTENG   TERIMA LAMARAN

    Berjalan sebentar di sepanjang Malioboro, Mas Kenzi lalu mengajakku makan angkringan di dekat stasiun Tugu. Menurutnya, nasi kucing di sini terkenal enak.Benar saja, begitu kami tiba di sana, tempat makan lesehan itu sudah ramai pengunjung. Membuatku harus duduk berdekatan dengan Mas Kenzi.Sambil menikmati makanan, sesekali aku melirik lelaki tampan di sampingku ini.Benarkah dia dijodohkan sama aku?Kenapa aku masih ragu dan merasa kalau ini seperti mimpi yang tidak akan pernah berubah nyata?Apa Mas Kenzi terpaksa menerima perjodohan ini, atau memang benar-benar menyukaiku?Entahlah ... semakin banyak pertanyaan yang berputar di kepalaku, semakin pusing juga memikirkannya. Sebagai orang kampung, aku masih nggak yakin bisa mendapatkan keluarga kaya seperti mereka."Makan, jangan lihatin saya terus!" seru Mas Kenzi yang menyadari aktivitasku. Orang-orang yang ada di hadapan kami pun langsung melirik ke arahku. Mereka pasti bisa melihat, kalau wajahku memerah menahan malu.Setelah me

  • BABY SITTER MAS GANTENG   AJAKAN NIKAH

    "Saya baru tahu, saat berada di rumah Mbak Kanaya, secara tidak sengaja, saya dengar obrolan mereka tentang pendapatnya mengenai kamu ketika saya sedang ke toilet," jelas Mas Kenzi tenang. Tidak seperti aku yang gemetar, setiap kali mendengar kalimat yang meluncur dari bibirnya."Tapi Mbak Alsha?"Raut wajah Mas Kenzi tiba-tiba saja berubah. Dia seperti sedang menyembunyikan sesuatu."Saya sudah putuskan mengakhiri hubungan sama dia kemarin. Setelah saya sadar, kalau ucapan Mami benar, saya memang hanya membutuhkan kamu untuk terus berada di samping saya. Bukan Alsha, atau siapapun."Jadi Mas Kenzi sudah mengakhiri hubungan dengan Mbak Alsha? Aku paham sekarang, kenapa tatapan Mbak Tania kemarin bisa menyeramkan seperti itu."Apa Bude dan Ibu tahu tentang perjodohan ini?" Aku masih terus saja penasaran."Kamu ini terlalu naif, Disty. Jelas mereka tahu. Papi itu mengenal Bapak kamu karena Bi Ning. Bahkan mereka berdua sempat menjalankan bisnis bersama dan Papi berinvestasi di sana."Ak

  • BABY SITTER MAS GANTENG   PERNYATAAN MENGEJUTKAN

    Jogja pagi ini terasa menyejukkan dengan kabut tipis yang menyelimuti, saat aku memandangnya dari jendela kamar hotel. Suasana sepanjang Malioboro terlihat dari atas hotel bintang lima ini.Aku baru saja selesai mandi dan menunggu perintah Mas Kenzi untuk turun ke bawah. Namun, pesan masuk darinya, malah membuatku berpikir ulang.[Kamu tunggu di hotel saja, saya hanya sampai jam 3 sore. Sarapan dan makan siang di kamar saja, oke? Kamu sudah ngerti 'kan cara pesannya? Jangan kemana-mana, saya nggak mau kamu nyasar!] Begitu tulisnya dalam pesan.Aku menatap layar ponsel sambil terus berpikir. Kalau Mas Kenzi pergi sendiri, kenapa harus mengajak aku ke sini? Kenapa dia tidak menjemputku sekembalinya dari Jogja saja? Berbagai pertanyaan terus berputar-putar di kepalaku. Seolah menunjukkan bahwa ada sesuatu yang janggal di sini. Tapi, buru-buru kutepis semua perasaan itu. Namanya juga hanya bekerja. Aku bisa apa selain menerimanya?Malam harinya, Mas Kenzi memintaku ke luar dari kamar hot

  • BABY SITTER MAS GANTENG   KEDATANGAN MAS KENZI

    Aku terperanjat begitu melihat Mas Kenzi sudah berdiri di ambang pintu. Di sampingnya, ada Pak Darmo yang ikut menemani."Silahkan masuk. Begini adanya rumah saya Mas Kenzi, Pak Darmo ...," kataku sambil menunduk. Malu rasanya menyambut kedatangan mereka, saat aku masih mengenakkan celana selutut dan kaos butut favoritku jika berada di rumah.Benar saja, Mas Kenzi menatapku penuh kasihan. Apa dengan penampilan begini aku terlihat menyedihkan? Padahal ... ini adalah kostum ternyaman yang tidak mungkin aku gunakan saat berada di rumah Bu Arini."Ibu buatkan minum dulu ya. Pasti capek jauh-jauh dari Jakarta," kata Ibu sambil berlalu.Tadinya aku ingin menahan Ibu. Saat aku mengingat, kalau di dalam mobil Mas Kenzi, sudah tersedia berbagai makanan dan minuman. Apa dia akan mau kalau disuguhi segelas teh manis yang biasa disajikan kalau kami kedatangan tamu?Begitu Ibu pergi, Pak Darmo ikutan keluar. Mau cari angin, katanya. Ada-ada saja dia, angin dicari, giliran masuk angin nanti susah-s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status