LOGINDikhianati oleh tunangan dan sahabatnya, membuat Jasmine Dominic tidak bisa berpikir jernih. Ia mendekati sahabat kakaknya yang tampan dan mempesona. Jasmine tidak menyadari bahwa Damian Smith bahkan memiliki kemungkinan untuk menyakitinya lebih dalam daripada mantan tunangannya. Satu kalimat yang ia tawarkan pada pria tersebut nyatanya mampu menyeretnya ke dalam bahaya dan gairah yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
View More“Lihat, deh! Dia Jasmine Dominic, kan?”
Ketika Jasmine sedang menikmati waktu santainya sendirian di cafe, terdengar sekelompok wanita membicarakannya. Jasmine tidak peduli. Ia menyeruput kopi sambil membaca berita terkini tentang pencalonan ayahnya sebagai Gubernur kota Venandria. “Iya, tunangan Erick Cliffton yang diselingkuhin itu. Padahal kita semua tahu, dia cinta mati sama Erick.” “Cantik, sih. Tapi, sok suci. Makanya, Erick bosen dan selingkuh sama Sekretarisnya sendiri,” timpal yang lain. “Eh, denger-denger … Sekretaris Erick sahabatnya Jasmine, ya? Namanya Clara. Katanya, Jasmine sendiri yang kenalin Erick ke Clara.” Dada Jasmine terasa sesak mendengar komentar-komentar negatif tentangnya. Di lingkaran elite kota Venandria, Erick selalu menyombongkan diri. Erick berkata, Jasmine selalu mengejarnya karena ia berasal dari keluarga Cliffton yang kaya raya. Erick juga berkata, ia terpaksa menerima pertunangan mereka demi ayahnya. Jadi di mata teman-temannya Erick, Jasmine tidak lebih seperti seekor lalat yang menempel. Jasmine berdeham, “Hemm ….” Tidak lama, salah satu wanita histeris hingga menarik perhatian orang-orang. “Astaga! Cepet buka channel W******p Inggrid Michelle! Inggrid bilang, Jasmine sendiri yang memergoki Erick dan Clara lagi berhubungan intim.” Lalu, semua orang menoleh ke arah Jasmine yang berwajah masam. Jasmine justru sibuk memasukkan tablet ke tasnya. Lalu, beranjak pergi. Sial! Semua yang mereka bicarakan memang benar. Jasmine tidak menampiknya. Jasmine mengingatnya. Malam itu, Jasmine menginjakkan kaki di apartemen tunangannya. Ia mendengar suara-suara erotis dari dalam kamar Erick, disusul dengan suara ranjang berderit. Rupanya, pria sialan itu sedang berhubungan intim dengan Clara! Jasmine yang biasanya baik hati dan cuek, tidak ingin basa-basi. Ia langsung berteriak menegur keduanya. Kemudian, melemparkan kue ulang tahun yang dibuatnya sendiri dan pergi. Jasmine sudah melangkah mencapai pintu cafe. Tapi, ia langsung berhenti saat mendengar wanita tadi berteriak lagi. “Astaga! Cepet buka akun I***agram. Ada klarifikasi di I***a Story Erick.” Erick? Kali ini, apa lagi? Kedua alis Jasmine tertaut. Ia buru-buru mengambil tablet dari dalam tas dan membuka akun I*******m Erick. Erick sialan! Video dengan durasi beberapa menit itu menampilkan Erick dan Clara yang berada di ruang kerja pria itu. Masih dengan wajah tanpa rasa bersalah sedikit pun, pria itu menjelaskan bahwa prinsip Jasmine yang enggan berinteraksi fisik lebih dari pelukan menjadi pemicu utamanya. Pria itu merasa frustasi karena di saat ia membutuhkan sentuhan Jasmine, gadis itu seringkali menolak. Klarifikasi Erick justru hanya menyudutkan Jasmine. Dadanya naik turun, menahan emosi yang bergejolak. Erick yang berulah, kenapa dirinya yang disalahkan? “Tuh, kan! Aku juga udah menduga, sih. Erick nggak mungkin selingkuh kalo nggak ada sebabnya.” “Iya. Nggak ada asap, kalo nggak ada api. Lagian, kenapa Jasmine sekolot itu, sih? Masa diajak ciuman aja nggak mau.” “Sekarang dia sendiri yang rugi. Masih untung Erick nggak batalin rencana pernikahan mereka. Lagian, punya tunangan cantik kalo nggak bisa nyenengin hati buat apa? Iya, nggak?” Jasmine tidak tahan lagi mendengar komentar mereka. Ia langsung keluar dari cafe. Sesampainya di rumah, Jasmine cemberut. Jasmine memasuki ruang tamu. Ia melihat kakaknya—Renan, muncul dari dalam rumah membawa beberapa dokumen di tangannya. Renan mengamati Jasmine dengan penasaran. Ia bertanya, “Loh, bukannya tadi kamu bilang mau ke studio? Kok malah di rumah?” Jasmine berdiri di hadapan Renan. Ia menatap Damian—sahabat kakaknya, yang sedang serius menatap laptopnya. “Ditanya malah bengong. Kenapa kamu?” tanya Renan lagi. “Lagi badmood,” jawab Jasmine asal. Alih-alih prihatin, Renan justru terkekeh. “Kali ini kenapa lagi? Bukan tentang Erick, kan?” Jasmine melotot pada Renan. Kemudian, melirik Damian, berharap pria dingin itu tidak menatap ke arah mereka. Sungguh, Jasmine sangat malu jika membahas hubungannya dengan Erick. Harga dirinya sudah dihancurkan oleh tunangan dan sahabatnya sendiri. Dan kini, semua orang membicarakannya. Jasmine menghela napas. “Iya. Parahnya lagi, mereka menormalisasikan perselingkuhan Erick. Apalagi aku selalu nolak dicium Erick. Memangnya pria dewasa selalu mikirin hal-hal mesum gitu, ya?” “Ehmm … gimana, ya?” Renan mencoba mencari jawaban yang tepat untuk adiknya. Namun detik berikutnya, Renan justru menoleh pada sahabatnya. “Coba kamu tanya ke Damian aja. Dia punya banyak pacar. Kayaknya dia lebih tahu daripada Mas. Iya nggak, Bro?” Damian yang merasa namanya disebut, langsung menoleh. Ia menatap kakak-adik tersebut. “Kenapa, Ren?” tanyanya. Jasmine spontan menjawab, “Nggak ada apa-apa, Mas!” Jasmine tersenyum manis. Ia menatap kakaknya tajam sembari berbisik, “Awas, ya! Jangan ngomong apa-apa sama Mas Damian! Aku malu!” Sebenarnya Renan ingin tertawa lagi. Namun melihat wajah adiknya yang tampak frustasi, ia menahannya. “Ya udah. Istirahat sana. Kalo butuh apa-apa, bilang sama Mas.” Jasmine mengangguk. Lalu, melangkah pergi menuju kamarnya. Di dalam kamar yang didominasi warna biru muda, Jasmine meletakkan tasnya di tempat tidur. Lalu, melepaskan cardigan rajut dan hanya menyisakan dress bertali kecil di tubuhnya. Jasmine menghela napas panjang. “Huh!” Jasmine merebahkan dirinya di tempat tidur. Ia menatap langit-langit kamarnya. Jemari Jasmine tiba-tiba meraba bibirnya sendiri sambil memikirkan hal-hal aneh. “Gimana rasanya ciuman, ya? Kok orang-orang suka banget sampai ketagihan?” Benak Jasmine kembali mengingat adegan panas Erick dan Clara. Erick meraba-raba tubuh telanjang Clara dengan bergairah. Tiba-tiba terbesit ide gila di otaknya. “Aku pingin tau rasanya ciuman. Tapi sama siapa?” Wajah Jasmine mendadak cerah. Ia segera beranjak dari tempat tidur. Setelah menguncir asal rambutnya, ia langsung keluar kamar. Jasmine melangkahkan kaki perlahan menuju ruang tamu. Ia sangat berharap kakaknya tidak ada di rumah. Benar saja! Hanya ada Damian seorang di ruang tamu. Jasmine tersenyum sumringah. Meskipun sempat merasa gugup, Jasmine segera mengatasinya. Jasmine duduk di sebelah Damian. “Mas Renan ke mana?” “Pergi ke bar. Ada berkas yang ketinggalan.” Damian menjawab tanpa menoleh ke arah Jasmine. Ia tetap fokus pada layar laptop. Jasmine bersorak dalam hati. Ia memberanikan diri berinteraksi lebih intens dengan Damian. Sekarang, jarak mereka begitu dekat. Jasmine menarik-narik lengan kemeja Damian. “Mas Damian?” Damian menoleh. “Kamu—” Damian terkejut saat melihat penampilan Jasmine yang seksi. Gadis yang biasanya tampil dengan cardigan atau kaos oversize itu kini hanya memakai dress selutut dengan tali tipis yang membentuk lekuk tubuhnya. Memperlihatkan area bahu dan dadanya yang cukup terbuka. Kulitnya tampak semakin cerah dengan semburat hangat di bawah cahaya lampu ruangan. Damian cepat-cepat mengontrol ekspresinya. “Kenapa?” Jasmine mengulas senyum ramah. Ia hanya berpura-pura tenang, padahal degup jantungnya sudah semakin tidak karuan. Gugup dan panik bercampur jadi satu. Apalagi jarak wajah Damian begitu dekat dengan dirinya. “Hmmh… Bisa tolong bantu ajarin aku sesuatu, nggak? Please….” Meski bingung, Damian tetap mengangguk. “Boleh. Apa itu? Bisnis? Bahasa asing? Ngomong aja.” Jasmine menelan ludah dengan susah payah. Ia meremas kedua sisi dressnya. Hawa di sekitarnya terasa semakin mencekam. “Ajari apa, Jasmine?” tanya Damian, terdengar rendah tetapi menuntut penjelasan langsung dari Jasmine. Jasmine menarik napas dalam, lalu berkata dengan mantap, “Ajari aku cara menyenangkan hati pria dewasa, Mas.”“Semalam kamu dari mana, Jasmine?” tanya Renan, tetap fokus pada sosis, telur dan beberapa potong kentang yang sedang ia goreng.Tidak seperti biasanya, pagi ini Jasmine terlambat bangun. Ia bisa bernapas lega karena ayahnya belum pulang sehingga tak perlu mendengarkan omelan ayahnya. Di rumah hanya ada ia dan Renan. Semalam ia memang pulang terlambat. Namun, bukan itu yang membuatnya terlambat bangun. Ini semua karena Jasmine tidak bisa tidur sebab terus terpikirkan ciumannya dan Damian.Tidak heran julukan playboy kelas kakap disematkan ke Damian. Nyatanya memang begitu. Ciumannya saja mampu membuat jantung Jasmine berdebar hingga sekarang.Jasmine melangkah pelan menuju meja dapur. Kemudian, menuangkan minuman ke gelas. Sebelum menjawab, ia butuh sesuatu yang segar untuk membasahi tenggorakannya. Saat ia baru selesai meneguk minumannya, barulah ia sadar bahwa Renan sedang menatapnya penuh curiga. “Kenapa, Mas? Ada yang aneh, ya?” Jasmine lalu mengamati penampilannya dari bawah.
"Sembunyi di bawah, Jasmine!” perintah Damian tegas. Mata Jasmine langsung melotot. “Kenapa harus di situ? Aku bisa sembunyi di tempat lain. Atau langsung kabur pas Mas Renan masuk. Aku ahli soal itu, Mas.”Damian menyorot gadis di depannya ini dengan datar. Pelajaran mereka belum selesai. Mana bisa ia membiarkan Jasmine langsung pulang. “Lakukan itu tanpa banyak protes, Jasmine. Kecuali kalau kamu memang mau Renan tahu apa yang barusan kita lakukan,” bisik Damian penuh peringatan. Jasmine menghela napas tak rela. Ia memang lupa mempertimbangkan kemungkinan kakaknya masih di tempat ini. Sebenarnya Jasmine ingin protes kembali, tetapi raut Damian yang terlihat menahan kesal itu membuatnya urung melakukan itu.Kemudian, tanpa berkata apapun, ia lekas bergerak menuju kolong meja kerja Damian. Bersamaan dengan itu, suara pintu didorong terdengar. Derap langkah seseorang yang baru masuk ke ruangan juga terdengar.Sudut mata Damian melirik Jasmine yang terdengar menggerutu tanpa suara d
Mas Damian: Di ruangan saya. Jam 7 malam.Sudah berulang kali Jasmine membaca pesan singkat yang Damian kirim tadi siang. Ia juga sudah beberapa kali mengatur ritme napasnya agar lebih tenang. Nyatanya berada di lantai paling atas Amartha’s bar membuatnya semakin gugup. Alih-alih tenang, cuaca dingin malam itu tidak lantas membuat tangannya berhenti berkeringat dingin. Tenang Jasmine! Ini demi harga dirimu!Satu tangan Jasmine mengepal dan terangkat ke arah pintu. Ia menarik napas dalam, masih berusaha menepis rasa gugup dan cemas dirinya. Lalu kepalan tersebut mengetuk pelan pintu.“Masuk!” sahutan dari dalam terdengar samar.Jasmine lalu membuka pintu besar tersebut perlahan, seiring dengan kakinya yang memasuki ruangan Damian. Segala sesuatu yang ada dalam ruangan itu terasa mengintimidasi dirinya. Sama seperti pemiliknya.Jendela besar yang dibiarkan tidak tertutup tirai, beberapa botol minuman yang Jasmine perkirakan adalah wine mahal pun tersusun rapi di rak kayu mewah, penca
Kamu bisa menolak jika ragu.” Damian menegakkan tubuhnya. Kemudian, kembali bersandar pada meja seperti tadi.Jasmine menunduk. Tidak berani beradu tatap dengan Damian. Seketika ruangan besar yang didominasi warna gelap itu terasa mencekam. Aroma musk yang memenuhi rongga hidungnya membuat tubuh Jasmine merinding seketika. Tubuhku? Oh tidak, ini gila!Dalam kekalutan tersebut, tiba-tiba bayangan saat Erick berhubungan intim dengan Clara kembali muncul. Hinaan Erick, tawa culas Clara dan ejekan orang-orang di sekitarnya. Semuanya berkumpul menjadi satu. “Baiklah! Aku mau,” jawab Jasmine tegas. Wajahnya terangkat, menatap lurus pada Damian.Kali ini Damian yang terdiam. Matanya menyorot dingin sosok di depannya. Jasmine berjalan mendekat. Lalu wajahnya mendongak, menatap Damian dari jarak dekat. “Tapi rahasiakan ini dari Mas Renan, ya. Bisa mati aku kalau dia sampai tahu.” Sudut bibir Damian terangkat. Wajah dengan tatapan polos Jasmine begitu menggemaskan. “Sure. Saya setuju.” J
Senyum dong, Jasmine. Kalau kamu cemberut terus begini, orang-orang akan berpikiran kalau kita belum baikan,” ujar Erick menatap Jasmine sekilas, sebelum akhirnya kembali fokus menatap jalan.Jasmine enggan menjawab. Dibandingkan menanggapi perkataan Erick, Jasmine lebih tertarik memandangi pemandangan di luar mobil. Sisa hujan tadi sore masih menyisakan genangan air di jalanan. Lampu-lampu jalanan tampak memantulkan kilauannya di genangan tersebut. “Are you okay, Sweetheart?” Erick bersuara kembali. Seperti biasa, begitu hangat dan penuh perhatian.Baik-baik saja kepalamu! Mana ada yang baik-baik saja setelah diselingkuhi. Bodoh!Kalau bukan karena ayahnya yang memaksa untuk ikut, Jasmine lebih memilih untuk bergelung dalam selimut menikmati dinginnya cuaca malam ini. Jangankan untuk menemani pria di sebelahnya ini ke pesta ulang tahun Giorgino-sahabat Erick, Jasmine bahkan enggan menemui Erick semenjak perselingkuhan itu.“Kenapa harus aku yang kamu ajak? Bukannya biasanya kamu se
Gimana, Mas? Bisa, kan? Please….” Tangan Jasmine berada di atas tangan Damian. Hening.Damian berdeham. Ia masih tidak percaya gadis polos di sampingnya ini akan meminta hal yang tidak masuk akal seperti itu. Apakah kepala adik sahabatnya ini baru saja terbentur dinding? Netra pekat Damian menatap lurus pada Jasmine. “Kamu sadar dengan permintaanmu itu?”Jasmine mengangguk. Wajahnya tampak pias. Apalagi, cara Damian menatapnya membuat Jasmine semakin diliputi rasa tidak nyaman. Ia tahu ini gila. Namun, Jasmine bisa apa? Harga dirinya sudah dihancurkan oleh mantan tunangan dan sahabatnya sendiri. “Saya nggak bisa,” jawab Damian datar. Jasmine melepaskan tangannya dari tangan Damian. Wajahnya langsung merengut kesal sembari ia beranjak dari duduknya.“Kenapa?”Damian mengamati Jasmine. Selang beberapa saat, kedua sudut bibir pria itu terangkat samar. Pria itu tidak langsung menjawab. Fokusnya justru terarah kepada laptop yang beberapa saat sempat ia abaikan.“Saya sibuk. Nggak ad
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments