Share

Keguguran

8 tahun berlalu

Seorang wanita berpenampilan tomboy lengkap dengan kacamata hitam dan topi mendatangi rumah Ibu Laksmi. Ibu Laksmi pun kaget melihat gadis cantik yang sudah berdiri di hadapannya.

"Bu, anaknya pulang kok nggak disambut?" ujarnya.

"Bulan?"

"Ibu nggak mau menyuruh aku masuk?" ejek Bulan.

"Aku baru bebas dari penjara, Bu," ungkapnya.

"Masuklah."

------

"Mas, hari ini kamu antar Safia ke sekolah ya?" pinta Mawar.

"Aku sibuk!" jawab Barra ketus.

"Kasihan dong, Mas. Masa sih Safia sekalipun nggak pernah di antar ke sekolah sama Papanya," seru Mawar memohon agar anak angkatnya itu merasakan kasih sayang Barra.

"Aku ini bukan Papanya!" ketus Barra.

"Lebih baik sekarang kamu fokus merawat kehamilan kamu ini. Sudah berapa kali kamu gagal menjalani bayi tabung. Ini kesempatan terakhir kamu. Jangan sampai terjadi sesuatu sama dia!" tegas Barra.

"Tapi Safia kan anak kita juga, Mas," ujar Mawar yang kasihan melihat Safia yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang Papa dari Barra.

"Kita juga sudah merawat dia dari bayi, Mas," timpal Alin.

"Bukan kita, tapi kamu yang merawatnya dari bayi," sahut Barra.

"Kamu mengambil dia hanya untuk anak pancingan. Tapi, malah kamu rawat sampai besar. Jadi jangan salahkan saya kalau tidak bisa sayang sama dia!" ketus Barra yang langsung pergi menuju meja makan.

"Safia, sarapan dulu ya, Nak," ujar Mawar sambil menemani Safia dan Barra sarapan.

"Iya, Ma."

"Papa ....."

"Ah, Safia!" hardik Barra.

Barra pun murka saat Safia hendak menunjukkan gambar yang dibuatnya, tidak sengaja gadis kecil itu menyenggol cangkir kopi dan airnya mengenai Papanya.

"Urus tuh anakmu!" pekik Barra pada Mawar. Mawar pun berusaha menenangkan Safia.

"Sekarang Safia berangkat ke sekolah ya. Nanti terlambat," bujuk Mawar. Mawar pun mengantarkan Safia masuk ke dalam mobil di antar supir keluarga.

------

Mawar merasakan sakit perut yang hebat. Ia merasakan nyeri. Namun, Mawar tetap berusaha kuat saat hendak menaiki anak tangga. Namun, belum sampai di atas, tiba-tiba ia terpeleset dan jatuh.

"Mawar, Mawar!" teriak Nyonya Cynthia saat melihat menantunya itu sudah tergeletak di lantai. Barra dan Tuan Mark langsung berlari dan membawa Mawar yang pingsan ke rumah sakit.

"Kita bawa ke ruang sakit sekarang!" suruh Tuan Mark.

Beberapa jam kemudian

Barra bersama kedua orang tuanya serta Nenek Mawar dan sang adik menunggu dengan cemas di depan ruang UGD. Tidak berselang lama, dokter Vera akhirnya keluar.

"Dok, gimana keadaan Mawar?" tanya Barra.

"Ibu Mawar selamat."

"Alhamdulillah ...." sahut Nyonya Rima dan Balqis. Nenek dan adik Mawar itu bisa bernapas lega.

"Gimana dengan bayinya?" tanya Barra.

"Dengan berat hati, saya harus menyampaikan berita ini. Bayinya tidak dapat kami selamatkan," terang sang dokter.

Semuanya terpukul. Syok. Terlebih Barra. Anak yang sudah dinantinya bertahun-tahun akhirnya pergi. Harapannya memiliki seorang anak, pupus sudah.

"Kenapa Engkau ambil anakku, Ya Allah. Anak yang sudah lama dinanti Mas Barra ...." lirih Mawar yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

Barra akhirnya masuk ke dalam kamar perawatan Mawar. Bersama kedua orang tuanya. Nyonya Rima serta Balqis.

"Kamu ini gimana sih? Jaga kandungan aja nggak bisa!" ketus Barra yang kecewa harus kembali kehilangan calon bayinya.

"Maafkan aku, Mas. Tadi aku mau mengambil tugas Safia yang tertinggal," ucap Mawar lemah.

"Kamu bisa kan nyuruh Mbak. Enggak semua kamu harus mengerjakannya. Lihat sekarang? Gara-gara kamu nggak becus, anakku jadi korbannya!" bentak Barra.

"Sudah lama nunggunya, eh keguguran. Buang waktu, buang biaya aja. Dikira murah kali biaya bayi tabung itu," sindir Nyonya Cynthia.

"Ma, sudah. Sekarang bukan saatnya saling menyalahkan. Mawar juga pasti nggak mau seperti ini," seru Tuan Mark.

"Balqis, tolong kamu urus Safia di rumah ya. Kasihan, dia pasti terpukul dengan kejadian ini," pinta Mawar pada adiknya.

"Iya, Kak. Kakak tenang aja. Biar Safia aku yang urus," jawab Balqis.

"Kamu keterlaluan Mawar. Di saat seperti ini pun, kamu masih sempat-sempatnya memikirkan anak pungut pembawa sial itu!" hardik Barra.

-------

Bulan akhirnya masuk ke dalam rumah. Rumah yang lama ditinggalinya itu masih seperti dulu. Tidak banyak yang berubah.

"Ini siapa, Bu?" tanya Bulan saat melihat foto seorang anak lelaki berusia sekitar 8 tahun yang terpajang di lemari hias.

"Itu Daffa. Anaknya Bintang. Selama ini Ibu yang merawatnya," seru Ibu Laksmi.

"Bintang ke mana?" tanya Bulan.

"Bintang sudah meninggal.Dia mengalami kecelakaan," jawab Nyonya Laksmi.

Saat sedang berbicara, tiba-tiba seorang anak laki-laki berlari dan memeluk Bulan begitu erat.

"Mama ...."

Daffa mengira Bulan adalah Mamanya. Mama yang selama ini hanyalah dilihat dari foto saja.

"Terimakasih ya Allah, sudah mengembalikan Mama," kata Daffa yang sangat merindukan Mamanya.

"Heh! Gue bukan Mama Luh!" bentak Bulan.

"Mama, Daffa kangen banget sama Mama ...." ucap Daffa sambil mengelus wajah Bulan.

"Daffa, kamu masuk dulu ke kamar ya," pinta Ibu Laksmi. Daffa pun akhirnya menurut.

"Bulan, dia itu masih anak-anak. Dia hanya tahu wajah kamu dan Mamanya itu sama," sahut Ibu Laksmi.

Ibu Laksmi pun menyiapkan makanan untuk putrinya yang baru saja bebas dari penjara itu. Namun, tiba-tiba sang Ibu merasakan sakit yang hebat hingga akhirnya jatuh pingsan.

"Bu, Ibu ...." teriak Bulan yang mencoba membangunkan Ibunya yang pingsan itu.

Bulan akhirnya membawa Ibunya ke rumah sakit. Namun, ia terkejut saat melihat tagihan biaya yang harus dibayarnya.

"80 juta? Uang darimana? Aku nggak ada uang sebanyak itu," batin Bulan.

"Mau bayar cash atau kartu, Mbak?" tanya kasir.

"Saya belum ada uangnya, Mbak. Nanti kalau sudah ada, segera saya lunasi," jawab Bulan.

"Tolong secepatnya ya."

Mawar akhirnya pulang kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Mawar pun bersama Barra duduk di sofa ruang tamu. Saat bersamaan, Safia pun datang menghampiri keduanya.

"Mama, dedek bayinya mana?" tanya Safia yang sudah menanti bertemu sang adik.

"Gara-gara kamu, kami kehilangan anak kami. Kamu tuh anak pembawa sial di keluargaku!" hardik Barra.

"Kamu itu bukan anak kami!" ujar Barra membuat Mawar marah.

"Mas, kenapa kamu bicara begitu?" pekik Mawar kesal karena Barra membongkar rahasia yang belum saatnya Safia tahu.

"Memang begitu kenyataannya kan?!" bentak Barra yang langsung pergi begitu saja

Safia pun menangis. Safia berlari ke kamarnya dan Mawar bergegas menyusulnya. Mawar mencoba membujuk Safia agar tidak terus menangis.

"Mama, apa benar aku hanya anak angkat?" tanya Safia.

"Aku bukan anak Mama sama Papa?"

"Jawab, Ma!"

bersambung .....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status