Share

BAB 6

Author: Eka Fitriani
last update Last Updated: 2022-03-06 06:32:08

BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN

06

.

Mas Zaki menarik tubuh ini menjauh dari depan pintu. Jantungku berdebar, tangan dan kaki masih sedikit gemetar.

"Mahluk apa itu mas?" Aku bertanya dengan terbata-bata.

Belum sempat mas Zaki menjawab, terdengar suara mahluk itu melompat ke atap ini, berjalan kesana kemari di atas sana. Aku menatap mas Zaki dengan wajah takut.

Suamiku itu berjalan menuju jendela, menyibakkan tirai dan mengintip keluar. "Sini dek." Menyuruhku untuk mendekat.

Dengan langkah gemetar aku berjalan menuruti perintahnya. Dari balik jendela aku melihat makhluk yang begitu menyeramkan dan sangat menakutkan.

Matanya begitu tajam menatap ke arah kami, tubuh hitam penuh bulu itu kembali melompat dan bergelantungan dari satu pohon ke pohon yang lain.

Kikikik ... Kikikik ....

"Astaghfirullah. Mahluk apa itu mas."

"Itu namanya ...." Mas Zaki menghentikan ucapannya. "Ah, besok saja aku beritahu." Sambungnya lagi.

Hening, kami sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. "Apa yang membuat mahluk itu datang kesini? Apa jangan-jangan."

"Jangan-jangan apa mas?" Ucapanku penuh tanda tanya.

"Dek, apakah kamu sedang halangan?" Tanyanya menyelidik.

"Hmm. Iya mas, kenapa?" Jawabku malu-malu.

"Sejak kapan?" Tanyanya lagi.

"Sesudah sholat tadi, Kenapa si mas?" Mas Zaki membuang nafas kasar, terlihat kekhawatiran yang terpancar dari wajahnya .

"Kamu gak buang bekasnya sembarangan kan?" Aku menggelengkan kepala.

"Lebih baik di kubur saja ya, atau tidak kamu kumpulan biar mas yang kerjakan." Aku mengangguk paham.

Bayangan mahluk itu seakan berputar-putar di kepala. Bentuk tubuhnya begitu menyeramkan, dengan bulu yang begitu lebat memenuhi seluruh kulitnya.

Sekilas aku melihat bagian mulutnya menonjol dan di penuhi taring yang tidak beraturan. Tatapannya tajam dengan kedua mata melebar berwarna merah menyala.

Yang lebih menyeramkan lagi mahluk itu tidak memiliki hidung, telinganya meruncing seperti kurcaci di negri dongeng. Badanya tidak begitu tinggi mungkin hanya seukuran anak usia tiga tahun.

Mahluk mengerikan itu memiliki tangan yang lentur dan telapak kaki tidak sejajar. Tangan dan kaki cukup panjang sama persis dengan jejak misterius yang kemarin aku temukan.

Saat dia melompat terdengar suara ngilu dari taring yang beradu, membuat takut yang luar biasa.

_______

Aku terbangun dari tidur saat mendengar kicauan burung di luar. Begitu terkejutnya aku saat melihat jarum jam sudah menunjuk ke angka tujuh, mas Zaki pun sudah tidak ada lagi di sampingku.

Awan mendung menutupi cahaya matahari, di tambah dengan rimbunnya pepohonan membuat suasana pagi ini masih terlihat gelap.

Dengan tergesa-gesa aku turun kelantai bawah. Sepi tidak ada mas Zaki di ruangan ini, mungkin dia sudah pergi bekerja atau mungkin berada di dapur.

Aku melangkah menuju dapur yang berada di sebelah ruangan ini memastikan apakah suamiku di sana, ternyata juga tidak ada.

"Kamu sudah bangun?" Aku menoleh ke sumber suara.

"Iya mas. Loh, mas Zaki belum berangkat?"

"Hari ini mas mau menjual hasil getah kita, Kamu mau ikut atau tunggu di rumah?" Tanyanya kepadaku.

"Di rumah aja lah mas. Gak lama kan?"

"Yakin, gak takut nanti kalo di tinggal pergi? Tergantung datangnya toke dari luar."

Sebenarnya aku sedikit takut jika berada disini sendiri, akan tetapi jika memutuskan ikut pergi rasanya tidak kuat dengan aroma getah karet yang cukup banyak itu.

"Gimana, mau ikut gak?" Mas Zaki kembali bertanya.

"Gak mas, aku di rumah saja."

"Kalo ada apa-apa gimana, kayaknya nanti bakalan lama deh, mending ikut aja ya."

"Insya Allah, gak bakal kenapa-kenapa." Aku meyakinkan mas Zaki.

Setelah sarapan mas Zaki bergegas untuk memanen getah karet yang rencananya hari ini akan di jualnya. Tangannya begitu cepat mengambil satu persatu gumpalan getah yang masih berada di tepian pohon.

Setelah terkumpul dalam satu tempat, karet mentah itu di susun kedalam karung yang lumayan besar. Biasanya anak buah mas Zaki yang akan memanen getah-getah itu, tapi sejak pagi belum juga datang.

"Dek! Mas berangkat ya. Jangan pergi jauh-jauh dari rumah. Kalo ada apa-apa cepat hubungi aku ya." Teriaknya dari dalam mobil.

"Iya ....!" Jawabku melambaikan tangan. Mas Zaki menyalakan mesin mobil dan menjalankannya dengan kecepatan sedang.

______

Setelah mas Zaki pergi aku menutup semua pintu rumah ini, kemudian berlari masuk ke dalam kamar.

Aku duduk didekat jendela kamar ini, melihat hamparan kebun sawit yang sangat luas.

Bangunan rumah ini lumayan tinggi, ditambah letaknya yang memang berada di atas bukitan membuatnya dengan jelas melihat perkebunan di sini.

Aku menatap heran dengan hutan yang berbatasan langsung dengan kebun milik mas Zaki. Tempat itu selalu di selimuti oleh kabut tebal berwarna gelap.

Sempat ada rasa ingin kesana, akan tetapi mas Zaki melarang dan memberikan wejangan kepadaku untuk tidak mendekati hutan misterius itu.

Aku merasa bosan, sedikit menyesali keputusan tidak ikut dengan suamiku tadi. Kuraih henpon yang berada di atas meja.

Tengah asik dengan benda pipih di tangan, terdengar suara seseorang seperti sedang berbicara. Aku melihat keluar mencari sumber suara itu berada, namun tidak ada siapa-siapa di sekitar sini.

Ah mungkin orang yang sedang mencari madu hutan, sebab aku sering melihat mereka menawarkan hasil buruannya kepada mas Zaki.

Bahasa yang di gunakan juga hampir mirip dengan orang kubu atau suku pedalaman di hutan ini. Karena takut aku memutuskan untuk menutup pintu jendela dan berdiam diri hingga pemilik suara itu pergi.

Aku kembali memandang benda pipih di tangan, namun suara itu semakin mendekati pondok ini. Aku mengintip dari lubang jendela untuk melihat siapa yang sedang berbincang-bincang itu.

Shrek ... Shrek ... Shrek ....!

Suara semak yang di injak, aku melihat dua orang laki-laki berjalan menerobos masuk kedalam hutan itu. Meskipun tidak begitu jelas aku masih sempat melihat wajah salah satu orang itu. Rasa-rasanya aku pernah melihat salah satu dari mereka, wajahnya seperti tidak asing bagiku.

Waktu terasa cepat berlalu, hari sudah semakin sore tetapi mas Zaki belum juga kembali. Ada rasa cemas jika mas Zaki tidak kunjung datang hingga menjelang malam bagaimana nasibku nanti? mengingat kejadian-kejadian aneh yang beberapa hari ini yang terus menerus menghantui.

Ponselku berdering aku segara mengambilnya dariku berkerut melihat nomor tanpa nama yang tertera di layar hape. Ragu-ragu aku menggeser layar untuk menjawabnya. "Assalam.." belum selesai aku bicara.

"Tinggalkan tempat ini jika ingin selamat!"

-----

bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 36

    Teriakan Putri membangunkan Orang Pandak yang sedang bersemedi. Mata merahnya membuka tajam. "Putri, anakku." Dia bangkit dari duduknya. Berayun dari satu pohon ke pohon yang lain. Penciumannya dia pertajam untuk mencari keberadaan anaknya itu.Hidungnya terus mengendus, mempertajam indra penciuman. Mata tajam menyala, hatinya merasakan kesedihan yang sulit untuk di gambarkan. Perasaan tidak enak membuat dirinya bertingkah kebingungan.Sesosok mahluk berbulu meringkuk di tengah hamparan kebun sawit. Tubuhnya tidak berdaya lagi untuk berdiri, hanya sanggup untuk menahan dinginnya malam. Rasa sakit di pungungnya menjalar kesemua persendian tulang-tulang.Erangannya semakin kuat, dia merasa sudah tidak sanggup lagi untuk hidup. Benda yang tertancap itu seprti menghisap habis tenaga dan kekuatannya. "Ayah, tolong aku." Lirihnya.Tubuhnya meregang, tangannya melebar. Putri berteriak keras, karena menahan rasanya sekarat. Tubuhnya terus terguncang, rasa

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 35

    Para tetangga yang berada di sekitar kebun berdatangan, Parjo lalu di turunkan dari jerat tali yang menggantungnya. Tertulis sepucuk surat di atas lantai dari Parjo, dia berharap ada orang yang mau mengurus Arman.Parjo memberitahukan tabungannya yang di amanahkan kepada Datuak Panjang. Dan rencananya uang itu akan di gunakan untuk biyaya pendidikan serta kehidupan sehari-hari Arman.Para tetangga menangis pilu melihat Parjo yang sudah terbujur kaku. Di perkirakan dia meninggal pagi hari setelah pulang dari mengantar Arman sekolah.Parjo di kenal baik oleh tetangga serta teman-temannya yang lain. Orangnya yang sopan dan mudah bergaul, membuatnya banyak teman. Jika ada yang datang meminta bantuan Parjo dengan senang hati menolongnya.Para warga terheran-heran karena tidak adanya Marsria. Warga segera mengurus jenazah Parjo dan segera memandikannya. Tidak lama Datuak Panjangpun datang, setelah mendapat kabar berita kematian Parjo.Datuak me

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 34

    Parjo, lelaki bertubuh kurus, Dia baru saja datang di tanah Minang. Rencanaya dia akan bekerja di sana, untuk merubah nasib menjadi lebih baik.Parjo di ajak temannya yang lebih dulu merantau untuk bekerja di pabrik sawit. Namun Parjo yang hanya tamatatan sekolah dasar itu, tidak di terima di perusahan temannya bekerja.Namun Parjo di terima di bagian lain, iya itu menjadi tukang panen buah sawit. Akan tetapi Parjo yang saat itu belum tau menau tentang sawit. Dia menolak, walapun pihak perusahan menawarkan untuk mengajarinya terlebih dulu.Parjo yang bingung belum mendapatkan pekerjaan, sementara istri dan anaknya sudah menaruh harap kepadanya di kampung halaman. Temanya mencarikan pekerjaan yang lain untuk Parjo.Kebetulan pada saat yang sama Datuak Panjang, juga sedang mencari orang untuk menjaga kebun miliknya. Tanpa pikir panjang Parjopun menerima pekerjan dari Datuak.Melihat Parjo yang rajin, Datuak sangat menyayanginya. Parjo di be

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 33

    POV AUTHOR.*******Baru beberapa langkah Zaki dan Tania berjalan, Putri sudah menunggu dan menghadang mereka berdua. Kini wujudnya benar-benar terlihat menyeramkan. Rambut awut-awutan dengan kuku panjang dan tubuhnya yang berbulu kasar, ekor panjangnya bergerak liar kesana kemari."Jika aku tidak bisa memiliki dirimu. Maka orang lainpun tidak boleh memiliki mu Zaki." Mata Tania terbelalak mendengar ucapan Wanita itu.Putri berlari sangat cepat, tangan dengan kuku panjang itu langsung mencengkeram leher Zaki. Untung saja Zaki bisa melepaskan tangan Putri dari lehernya.Tangan Zaki mengepal, dengan cepat dan tepat dia melemparkan bodem mentah ke pipi kiri istri gaibnya itu. Terlihat wajah Putri yang meradang, taringnya beradu satu sama lain. Matanya melotot melihat ke arah Zaki."Tania, pergih lah. Cari tempat aman dan sembunyi." Zaki berteriak menyuruh Tania untuk pergih."Aku gak bisa tingalin kamu sendiri melawan wanit

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 32

    POV TANIA.*****Angin sepoi-sepoi membangunkan aku dari tidur malam ini. Aku membolak balikan tubuh karena mata tidak mau kembali terpejam."Tiik..! "Tikk..! "Tiik...! Suara jam dinding, semakin mengganggu.Aku berdiri, lalu duduk di tepi jendela. Sesekali melihat layar dari benda pipih yang berada di atas meja. Aku mulai bosan karena merenung tidak jelas dengan pikiran yang tidak karuan."Brak..!" "Brakk...!" Suara pintu yang terdorong oleh angin.Terdengar suara gaduh dari kamar belakang. Aku hanya berpikir jika itu hanyalah kucing liar, yang masuk ke dalam rumah untuk mencari sisa-sisa makanan.Suara erangan terdengar lirih, pikiranku mulai tertuju kepada Nek Imah yang tidur di kamar belakang. "Mas, bangun." Aku mencoba membangunkan Zaki yang masih terbalut selimut."Emm..!" Sambil membetulkan slimut dan kembali tidur. Aku memberanikan diri untuk melihat keadan di luar tanpa Zaki."Klek."

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 31

    POV TANIA.******Telapak tanganku masih terasa dingin, sama seperti tadi ketika aku berbaris melingkar dan mengelilingi sesuatu yang kasap mata, aku tidak tau apa yang menggenggam tanganku. Aku hanya merasakan sesuatu yang lembut dan sejuk seperti angin malam yang datang setelah hujan.Tidak lama setelah itu bunyi gemuruh terdengar, sesuatu menyembul dari bawah akar pohon yang besar. Tubuhku terombang ambing karena tanah yang kupijak bergetar. Angin kencang berputar-putar di atas gundukan yang muncul itu.Aku memejamkan mata karena takut, telingaku mendengarkan Nek Imah yang sedang berbicara. Aku tidak tau pasti dengan siapa dia berbicara, namun terdengar samar-samar Nek Imah memanggil nama seseorang.Angin mulai reda, getaran di tanahpun sudah berhenti. Aku membuka mata melihat Gua yang kala itu pernah aku lihat. Aku mengikuti Nek Imah dari belakang, mencari jasad Bu Sri yang tidak mampu aku tolong pada malam kejad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status