Share

BAB 5

BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN

05

.

Sorot lampu motor, sekilas menyinari, seseorang yang berada di pintu rumah itu. Aku memperjelas penglihatan ini, ketika motor yang kami kendarai melintas tepat di depannya.

Sosok laki-laki kurus berperawakan tinggi dan mengenakan baju serba hitam, tengah berdiri dan. "Aaaaa ....!" Aku berteriak sekencang mungkin dan menutup wajah dengan kedua telapak tangan.

Mas Zaki terkekeh geli mendengar teriakanku. "mangkanya, nurut kalo di kasih tau. jangan ngeyel." Ucapnya meledek.

"Gak lucu tau." Aku mencerbikkan bibi, merasa kesal dengan suamiku itu. "Mas, yang tadi aku lihat itu orang atau bukan?" Tanyaku lagi.

"Demit."

"Demit?" Tanyaku kembali.

"Iya, apa lagi kalo bukan demit. Rumah itu sudah puluhan tahun tidak ada yang menghuni." Aku terkejut dengan penjelasan mas Zaki.

Aku bergidik ketika mengingat kembali sosok yang menyerupai manusi tadi. Seorang laki-laki dengan tubuh tergantung di tengah pintu, bola mata yang terbelalak dengan lidah menjulur.

Sesekali aku melihat kebelakang, benar-benar merasa tidak tenang, takut jika mahluk tadi tiba-tiba mengikuti dari belakang atau bisa juga dia numpang duduk bersandar di punggungku.

Sepanjang jalan aku terus berIstighfar dan membaca ayat kursi. Aku memeluk erat pinggang ramping milik mas Zaki.

"Mas, bawa motornya pelan banget? Apa gak bisa lebih kencang sedikit."

"Perasan kamu aja itu dek."

Aku menghela nafas berat, mungkin rasa takut ini membuat semua berjalan begitu lama dan hanya berputar-putar di tempat yang sama.

Tidak lama setelah itu, sepeda motor kami berbelok memasuki jalan di tengah perkebunan sawit. Angin malam berhembus menggoyangkan pelepah daun yang menjuntai.

Tidak sengaja mataku menangkap setitik cahaya dari kejauhan. Aku mempertajam penglihatan ini. Terllihat jelas sepasang mata berwarna merah tengah mengawasi perjalanan kami.

"Mas, itu apa?" Aku menunjuk ketengah perkebunan ini.

Mas Zaki menghentikan laju motornya. Menatap ke tempat yang aku tunjukkan. Cukup lama dia memandang. "Itu cuma pantulan cahaya dek." lalu melanjutkan kembali perjalanan kami.

"Pantulan cahaya?"

Ujung perkebunan ini sudah terlihat dari kejauhan, pertanda sebentar lagi kami akan segera sampai di rumah. Rasanya sudah tidak sabar ingin segera beristirahat.

Saat kami keluar dari perkebunan tadi, terdengar gema tawa yang menggelegar dari arah sana. Aku tertegun, memutar pandangan kebelakang tidak terlihat apapun kecuali gelapnya malam.

"Si brewok sepertinya ngetawain kita dek." Aku terperangah mendengar ucapan mas Zaki.

"Siapa si brewok?"

"Yang punya mata merah tadi." Dengan senyum yang terkembang dari bibirnya.

"Ih, kamu ni mas! Bikin aku takut aja." Aku memukul-mukul punggung mas Zaki dengan kesal tapi laki-laki itu malah tertawa melihat aku ketakutan.

"Alhamdulillah, akhirnya sampe di rumah." ucap mas Zaki senang.

Aku berdiri menunggu mas Zaki, yang sedang memarkirkan kuda besinya. "mas, ayo! Ngapain masih di situ, ngelihatin apa si serius banget." Tanyaku kepada mas Zaki.

"Kayak ada orang tadi di situ, dek."

"Di mana?" Tanya ku.

"Tadi berdiri di situ, tapi udah gak ada." Aku berjalan menghampirinya.

"Mana mas?"

"Gak usah di pikirkan, mungkin hanya perasaan aku aja. Ayo masuk, banyak nyamuk di sini."

Kami pun masuk kedalam rumah, suasana di dalam pondok sangatlah gelap mas Zaki meraih senter kepala dan diberikan kepadaku.

Biasanya kami mengunakan tenaga surya untuk lampu dan lain sebagainya. sudah beberapa hari panelnya rusak akibat di porak porandakan oleh sekelompok kera yang datang waktu itu.

Setelah membersihkan diri aku berjalan menaiki tangga menuju kamar. Rasanya begitu nyaman saat kurebahkan tubuh ini di atas kasur.

"Semoga gak ada hal-hal aneh lagi." Gumaku dalam Hati.

_____

Tenggorokan terasa kering aku terbangun untuk mengambil minum yang terletak di atas meja tidak jauh dari tempat tidur. Aku meneguk air hinga tandas dan meletakkan gelas di atas meja. Saat aku hendak kembali ke Kasur.

Krett ....!

Suara itu datang kembali, aku mendengarkan dengan seksama. Deritanya begitu lama dan berputar, membuat keberanianku kembali menciut.

Tidak berselang lama deru langkah kaki berjalan menaiki anak tangga yang terhubung ke atas terasa depan kamar ini.

Karena material lantai rumah ini berbahan kayu, jika kita berjalan di atasnya akan mengeluarkan bunyi dan getaran yang memantul.

Krek ... Krek ... Krek ....

Bunyi itu terdengar seperti suara binatang berkuku tengah menggali di atas papan teras kami. Aku mencoba memberanikan diri untuk melihat siapa yang berada di luar sana.

Aku berjalan pelan menuju pintu yang terhubung ke arah teras, mencoba mencari cela untuk mengintip. Akan tetapi lubang di sela-sela kayu terlalu kecil dan membuatku tidak dapat melihat dengan jelas.

Rasanya benar-benar membuat penasaran, aku memutuskan untuk melihat secara langsung siapa yang sudah dua malam ini menganggu.

Aku mencari kunci pintu, lalu menancapkannya. Saat tangan ini hendak memutar gagang pintu. Tangan mas Zaki tiba-tiba menahan lenganku.

"Jangan dek! Jangan di buka."

"Aku mau lihat siapa yang mengganggu setiap malam-malam begini!"

"Kamu mau lihat? Sini, aku kasih lihat." Mas Zaki, menarik lenganku untuk melihat dari lubang kecil di sela-sela pintu.

Mataku membulat kaget. Hampir saja aku berteriak jika tidak cepat tangan ini menutup mulut. "Mahluk apa itu? Mengapa seram sekali?"

*******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status