Share

BAB 5

Author: Eka Fitriani
last update Last Updated: 2022-03-06 06:31:44

BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN

05

.

Sorot lampu motor, sekilas menyinari, seseorang yang berada di pintu rumah itu. Aku memperjelas penglihatan ini, ketika motor yang kami kendarai melintas tepat di depannya.

Sosok laki-laki kurus berperawakan tinggi dan mengenakan baju serba hitam, tengah berdiri dan. "Aaaaa ....!" Aku berteriak sekencang mungkin dan menutup wajah dengan kedua telapak tangan.

Mas Zaki terkekeh geli mendengar teriakanku. "mangkanya, nurut kalo di kasih tau. jangan ngeyel." Ucapnya meledek.

"Gak lucu tau." Aku mencerbikkan bibi, merasa kesal dengan suamiku itu. "Mas, yang tadi aku lihat itu orang atau bukan?" Tanyaku lagi.

"Demit."

"Demit?" Tanyaku kembali.

"Iya, apa lagi kalo bukan demit. Rumah itu sudah puluhan tahun tidak ada yang menghuni." Aku terkejut dengan penjelasan mas Zaki.

Aku bergidik ketika mengingat kembali sosok yang menyerupai manusi tadi. Seorang laki-laki dengan tubuh tergantung di tengah pintu, bola mata yang terbelalak dengan lidah menjulur.

Sesekali aku melihat kebelakang, benar-benar merasa tidak tenang, takut jika mahluk tadi tiba-tiba mengikuti dari belakang atau bisa juga dia numpang duduk bersandar di punggungku.

Sepanjang jalan aku terus berIstighfar dan membaca ayat kursi. Aku memeluk erat pinggang ramping milik mas Zaki.

"Mas, bawa motornya pelan banget? Apa gak bisa lebih kencang sedikit."

"Perasan kamu aja itu dek."

Aku menghela nafas berat, mungkin rasa takut ini membuat semua berjalan begitu lama dan hanya berputar-putar di tempat yang sama.

Tidak lama setelah itu, sepeda motor kami berbelok memasuki jalan di tengah perkebunan sawit. Angin malam berhembus menggoyangkan pelepah daun yang menjuntai.

Tidak sengaja mataku menangkap setitik cahaya dari kejauhan. Aku mempertajam penglihatan ini. Terllihat jelas sepasang mata berwarna merah tengah mengawasi perjalanan kami.

"Mas, itu apa?" Aku menunjuk ketengah perkebunan ini.

Mas Zaki menghentikan laju motornya. Menatap ke tempat yang aku tunjukkan. Cukup lama dia memandang. "Itu cuma pantulan cahaya dek." lalu melanjutkan kembali perjalanan kami.

"Pantulan cahaya?"

Ujung perkebunan ini sudah terlihat dari kejauhan, pertanda sebentar lagi kami akan segera sampai di rumah. Rasanya sudah tidak sabar ingin segera beristirahat.

Saat kami keluar dari perkebunan tadi, terdengar gema tawa yang menggelegar dari arah sana. Aku tertegun, memutar pandangan kebelakang tidak terlihat apapun kecuali gelapnya malam.

"Si brewok sepertinya ngetawain kita dek." Aku terperangah mendengar ucapan mas Zaki.

"Siapa si brewok?"

"Yang punya mata merah tadi." Dengan senyum yang terkembang dari bibirnya.

"Ih, kamu ni mas! Bikin aku takut aja." Aku memukul-mukul punggung mas Zaki dengan kesal tapi laki-laki itu malah tertawa melihat aku ketakutan.

"Alhamdulillah, akhirnya sampe di rumah." ucap mas Zaki senang.

Aku berdiri menunggu mas Zaki, yang sedang memarkirkan kuda besinya. "mas, ayo! Ngapain masih di situ, ngelihatin apa si serius banget." Tanyaku kepada mas Zaki.

"Kayak ada orang tadi di situ, dek."

"Di mana?" Tanya ku.

"Tadi berdiri di situ, tapi udah gak ada." Aku berjalan menghampirinya.

"Mana mas?"

"Gak usah di pikirkan, mungkin hanya perasaan aku aja. Ayo masuk, banyak nyamuk di sini."

Kami pun masuk kedalam rumah, suasana di dalam pondok sangatlah gelap mas Zaki meraih senter kepala dan diberikan kepadaku.

Biasanya kami mengunakan tenaga surya untuk lampu dan lain sebagainya. sudah beberapa hari panelnya rusak akibat di porak porandakan oleh sekelompok kera yang datang waktu itu.

Setelah membersihkan diri aku berjalan menaiki tangga menuju kamar. Rasanya begitu nyaman saat kurebahkan tubuh ini di atas kasur.

"Semoga gak ada hal-hal aneh lagi." Gumaku dalam Hati.

_____

Tenggorokan terasa kering aku terbangun untuk mengambil minum yang terletak di atas meja tidak jauh dari tempat tidur. Aku meneguk air hinga tandas dan meletakkan gelas di atas meja. Saat aku hendak kembali ke Kasur.

Krett ....!

Suara itu datang kembali, aku mendengarkan dengan seksama. Deritanya begitu lama dan berputar, membuat keberanianku kembali menciut.

Tidak berselang lama deru langkah kaki berjalan menaiki anak tangga yang terhubung ke atas terasa depan kamar ini.

Karena material lantai rumah ini berbahan kayu, jika kita berjalan di atasnya akan mengeluarkan bunyi dan getaran yang memantul.

Krek ... Krek ... Krek ....

Bunyi itu terdengar seperti suara binatang berkuku tengah menggali di atas papan teras kami. Aku mencoba memberanikan diri untuk melihat siapa yang berada di luar sana.

Aku berjalan pelan menuju pintu yang terhubung ke arah teras, mencoba mencari cela untuk mengintip. Akan tetapi lubang di sela-sela kayu terlalu kecil dan membuatku tidak dapat melihat dengan jelas.

Rasanya benar-benar membuat penasaran, aku memutuskan untuk melihat secara langsung siapa yang sudah dua malam ini menganggu.

Aku mencari kunci pintu, lalu menancapkannya. Saat tangan ini hendak memutar gagang pintu. Tangan mas Zaki tiba-tiba menahan lenganku.

"Jangan dek! Jangan di buka."

"Aku mau lihat siapa yang mengganggu setiap malam-malam begini!"

"Kamu mau lihat? Sini, aku kasih lihat." Mas Zaki, menarik lenganku untuk melihat dari lubang kecil di sela-sela pintu.

Mataku membulat kaget. Hampir saja aku berteriak jika tidak cepat tangan ini menutup mulut. "Mahluk apa itu? Mengapa seram sekali?"

*******

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 36

    Teriakan Putri membangunkan Orang Pandak yang sedang bersemedi. Mata merahnya membuka tajam. "Putri, anakku." Dia bangkit dari duduknya. Berayun dari satu pohon ke pohon yang lain. Penciumannya dia pertajam untuk mencari keberadaan anaknya itu.Hidungnya terus mengendus, mempertajam indra penciuman. Mata tajam menyala, hatinya merasakan kesedihan yang sulit untuk di gambarkan. Perasaan tidak enak membuat dirinya bertingkah kebingungan.Sesosok mahluk berbulu meringkuk di tengah hamparan kebun sawit. Tubuhnya tidak berdaya lagi untuk berdiri, hanya sanggup untuk menahan dinginnya malam. Rasa sakit di pungungnya menjalar kesemua persendian tulang-tulang.Erangannya semakin kuat, dia merasa sudah tidak sanggup lagi untuk hidup. Benda yang tertancap itu seprti menghisap habis tenaga dan kekuatannya. "Ayah, tolong aku." Lirihnya.Tubuhnya meregang, tangannya melebar. Putri berteriak keras, karena menahan rasanya sekarat. Tubuhnya terus terguncang, rasa

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 35

    Para tetangga yang berada di sekitar kebun berdatangan, Parjo lalu di turunkan dari jerat tali yang menggantungnya. Tertulis sepucuk surat di atas lantai dari Parjo, dia berharap ada orang yang mau mengurus Arman.Parjo memberitahukan tabungannya yang di amanahkan kepada Datuak Panjang. Dan rencananya uang itu akan di gunakan untuk biyaya pendidikan serta kehidupan sehari-hari Arman.Para tetangga menangis pilu melihat Parjo yang sudah terbujur kaku. Di perkirakan dia meninggal pagi hari setelah pulang dari mengantar Arman sekolah.Parjo di kenal baik oleh tetangga serta teman-temannya yang lain. Orangnya yang sopan dan mudah bergaul, membuatnya banyak teman. Jika ada yang datang meminta bantuan Parjo dengan senang hati menolongnya.Para warga terheran-heran karena tidak adanya Marsria. Warga segera mengurus jenazah Parjo dan segera memandikannya. Tidak lama Datuak Panjangpun datang, setelah mendapat kabar berita kematian Parjo.Datuak me

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 34

    Parjo, lelaki bertubuh kurus, Dia baru saja datang di tanah Minang. Rencanaya dia akan bekerja di sana, untuk merubah nasib menjadi lebih baik.Parjo di ajak temannya yang lebih dulu merantau untuk bekerja di pabrik sawit. Namun Parjo yang hanya tamatatan sekolah dasar itu, tidak di terima di perusahan temannya bekerja.Namun Parjo di terima di bagian lain, iya itu menjadi tukang panen buah sawit. Akan tetapi Parjo yang saat itu belum tau menau tentang sawit. Dia menolak, walapun pihak perusahan menawarkan untuk mengajarinya terlebih dulu.Parjo yang bingung belum mendapatkan pekerjaan, sementara istri dan anaknya sudah menaruh harap kepadanya di kampung halaman. Temanya mencarikan pekerjaan yang lain untuk Parjo.Kebetulan pada saat yang sama Datuak Panjang, juga sedang mencari orang untuk menjaga kebun miliknya. Tanpa pikir panjang Parjopun menerima pekerjan dari Datuak.Melihat Parjo yang rajin, Datuak sangat menyayanginya. Parjo di be

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 33

    POV AUTHOR.*******Baru beberapa langkah Zaki dan Tania berjalan, Putri sudah menunggu dan menghadang mereka berdua. Kini wujudnya benar-benar terlihat menyeramkan. Rambut awut-awutan dengan kuku panjang dan tubuhnya yang berbulu kasar, ekor panjangnya bergerak liar kesana kemari."Jika aku tidak bisa memiliki dirimu. Maka orang lainpun tidak boleh memiliki mu Zaki." Mata Tania terbelalak mendengar ucapan Wanita itu.Putri berlari sangat cepat, tangan dengan kuku panjang itu langsung mencengkeram leher Zaki. Untung saja Zaki bisa melepaskan tangan Putri dari lehernya.Tangan Zaki mengepal, dengan cepat dan tepat dia melemparkan bodem mentah ke pipi kiri istri gaibnya itu. Terlihat wajah Putri yang meradang, taringnya beradu satu sama lain. Matanya melotot melihat ke arah Zaki."Tania, pergih lah. Cari tempat aman dan sembunyi." Zaki berteriak menyuruh Tania untuk pergih."Aku gak bisa tingalin kamu sendiri melawan wanit

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 32

    POV TANIA.*****Angin sepoi-sepoi membangunkan aku dari tidur malam ini. Aku membolak balikan tubuh karena mata tidak mau kembali terpejam."Tiik..! "Tikk..! "Tiik...! Suara jam dinding, semakin mengganggu.Aku berdiri, lalu duduk di tepi jendela. Sesekali melihat layar dari benda pipih yang berada di atas meja. Aku mulai bosan karena merenung tidak jelas dengan pikiran yang tidak karuan."Brak..!" "Brakk...!" Suara pintu yang terdorong oleh angin.Terdengar suara gaduh dari kamar belakang. Aku hanya berpikir jika itu hanyalah kucing liar, yang masuk ke dalam rumah untuk mencari sisa-sisa makanan.Suara erangan terdengar lirih, pikiranku mulai tertuju kepada Nek Imah yang tidur di kamar belakang. "Mas, bangun." Aku mencoba membangunkan Zaki yang masih terbalut selimut."Emm..!" Sambil membetulkan slimut dan kembali tidur. Aku memberanikan diri untuk melihat keadan di luar tanpa Zaki."Klek."

  • BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN   BAB 31

    POV TANIA.******Telapak tanganku masih terasa dingin, sama seperti tadi ketika aku berbaris melingkar dan mengelilingi sesuatu yang kasap mata, aku tidak tau apa yang menggenggam tanganku. Aku hanya merasakan sesuatu yang lembut dan sejuk seperti angin malam yang datang setelah hujan.Tidak lama setelah itu bunyi gemuruh terdengar, sesuatu menyembul dari bawah akar pohon yang besar. Tubuhku terombang ambing karena tanah yang kupijak bergetar. Angin kencang berputar-putar di atas gundukan yang muncul itu.Aku memejamkan mata karena takut, telingaku mendengarkan Nek Imah yang sedang berbicara. Aku tidak tau pasti dengan siapa dia berbicara, namun terdengar samar-samar Nek Imah memanggil nama seseorang.Angin mulai reda, getaran di tanahpun sudah berhenti. Aku membuka mata melihat Gua yang kala itu pernah aku lihat. Aku mengikuti Nek Imah dari belakang, mencari jasad Bu Sri yang tidak mampu aku tolong pada malam kejad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status