.Semenjak kejadian mimpi itu, aku semakin takut dan rasanya ingin segera pergi dari tempat ini. Akan tetapi mas Zaki menolak saat aku menyampaikan usulanku untuk membangun rumah di kota.Alasannya belum mendapat pekerjaan yang cocok untuk mengurus perkebunan miliknya. Tidak ada alasan untukku membangkang kepada keputusan mas Zaki.Meskipun sudah menceritakan kejadian yang aku alami, dari bau masakan hingga teror mahluk yang mengerikan, bahkan telpon misterius dan mimpi aneh yang terjadi beberapa waktu lalu.Menurutnya itu hanyalah tahayul, halusinasi semata. Meskipun sudah menunjukkan batu berukuran kecil berwarna hitam yang di berikan oleh gadis yang bernama Bainong di dalam mimpi.Seperti biasa aku berada di rumah seorang diri, karena hari ini mas Zaki pergi memanen buah kelapa sawit. Dia berangkat sejak pagi bersama kedua rekannya.Melihat halaman rumah berserakan dengan daun-daun kering aku bergegas membersihkannya. Aku menoleh saat mendengar suara motor yang mendekati pondok.Ter
Suara tawa mahluk berbulu itu datang kembali. Aku menoleh ke arah mas Zaki yang mudah sekali tertidur baru saja dia bangun sekarang sudah mendengkur.Dengan perasaan takut aku berjalan menuju jendela kamar ini, tanpa berpikir panjang lagi aku menyibakkan gorden melihat siapa gerangan tertawa malam-malam seperti ini.Cahaya bulan menerangi gelapnya malam di luar rumah. Remang-remang masih bisa aku melihat meskipun samar. Dengan penuh kewaspadaan aku terus mencari dari kanan dan kekiri seterusnya sampai akhirnya mata ini menangkap sesuatu.Bayangan hitam tengah berdiri membelakangi ku dibawah sinar rembulan, dia berjalan terseok-seok Lalau membalikan badannya ke arahku. Mataku membulat ketika melihat sosok mahluk yang menyeramkan itu.Dia menyeringai menujukan gigi dan taringnya yang tajam, mata merahnya melihat bringas ke arahku.Aku bergidik ngeri, melihat mahluk yang kini berada di hadapanku itu. Kuku tajamnya membuat bulu kuduk meremang. Telapak tangan mendadak dingin dan berkeringat
Pagi ini aku mulai berkemas, rencananya beberapa hari kedepan kami akan tinggal di rumah orang tua mas Zaki untuk sementara sampai waktu yang tidak ditentukan."Udah siap dek?""Udah Mas." Aku menunjukkan beberapa tas yang sudah terisi penuh oleh baju.Saat kami sibuk memasukan beberapa bawaan ke atas mobil, dari ujung jalan terlihat dua sepeda motor mendekati pondok."Onde, pengantin baru. Mau alan-alan ya?" Salah satu pemilik motor itu mebercanadai kami."Iya dong sekali-kali alan-alan, emang situ kerja terus." Jawab mas Zaki terkekeh."Terus giman sama kita Zak?" Tanya laki-laki yang biasa di panggil dengan sebutan Uda Anas itu bertanya."Ya gak tau, lah kok tanya saya.""CK, awak serius Zaki!" Ucap Uda Anas kesal."Tau ni, ngelawak terus. Kita kekurangan tenaga manen ini." Laki-laki bertubuh tambun yang bernam Malin ikut menimpali."Pak Abdul kemana?" Tanya mas Zaki penasaran."Gak tau, tadi kita udah kesana, rumahnya kosong gak ada orang." Uda Anas memberi tahu."Duh, gagal dong j
Aku berniat memangil mas Zaki untuk makan malam, bisa saja suamiku itu ketiduran karena sejak tadi tidak kunjung turun ke lantai satu. Saat melewati ruang tamu tiba-tiba saja hawa dingin menyapa tengkuk leher.Tok ... Tok ... Tok ....Langkahku terhenti tatkala pintu rumah di ketuk dari luar, aku terdiam cukup lama karena kaget."Sebentar!" Teriak ku dari dalam.Aku memutar gagang pintu dan menariknya perlahan, di sana terlihat seorang laki-laki paruh baya tengah berdiri di depan pintu."Eh ... pak Abdul, kirain siapa?" Tanyaku sedikit kaget. "mari silahkan masuk pak." Aku mengajaknya untuk masuk kedalam rumah.Akan tetapi pak Abdul diam tidak bergerak dari tempat dia berdiri. Wajahnya terlihat Pucat, matanya tampak buram menatapku dengan pandangan kosong.Tanpa banyak bicara laki-laki itu memutar badan lalu duduk di tepi kursi panjang yang terletak di samping pintu. Pak Abdul terlihat berbeda dan sedikit lebih kurus dari sebelumnya."Di dalam saja pak, di luar dingin." Kataku memeberi
12"Tolong! Tolong ....! Ada mayat!"Laki-laki bertubuh gempal terlihat berlari kencang ke arah mas Zaki yang sedang duduk di halaman. Orang itu berlari dengan nafas terengah-engah."Zak, tolong ... tolong! Ado ma-mayat di Kabun awak."Laki-laki itu, berbicara terbata-bata dengan posisi setengah merundukan badan, dan kedua tangan di letakkan ke atas lutut guna menopang tubuh lelahnya.Degup jantungnya terdengar lumayan keras, keringatnya mengalir bercucuran membasahi seluruh wajah. Laki-laki yang bernama Johan, atau yang sering di panggil dengan sebutan Uda Jo itu menunjuk-nunjuk ke arah perkebunan sawit milik dirinya."Di ma, ado mayat Da?" Mas Zaki, menanyai uda Jo, yang masih terkulai lemas karena kelelahan berlari. Mas Zaki membantu uda Jo untuk duduk."Di kabun awak, Zak!""Mayat siapa, Da?" Mas Zaki bertanya dengan nada serius."Indak baitu jaleh do, Zak. Ambo takut bana, langsung berlari kasiko.""Minumlah dulu Da." Aku menyodorkan segelas air kepadanya."Terima Kasih Diak." Den
"Tangkap mereka berdua Pak, suami istri itulah yang sudah membunuh pak Abdul suami saya!" Wanita itu berteriak histeris, dengan terus menunjuk-nunjuk ke arahku dan mas Zaki."Sabar bu. sabar!" Ucap salah seorang warga, Mencoba menenangkan."Jangan asal menuduh bu!" Malin berbicara dengan nada ketus kepada bu Sri, wajahnya menapakkan ketidak sukanya kepada istri pak Abdul itu."Benar yang di katakan Mas ini, kita harus memiliki bukti-bukti yang kuat terlebih dulu, tidak bisa asal menuduh seperti itu." Jawab pak Polisi tegas. Warga yang mendengarnya pun ikut mengangguk-anggukkan kepala."Saya punya bukti, tidak asal tuduh!""Mana buktinya, jangan cuma fitnah teman saya!" Suara Malin terdengar berang."Tadi malam, saya melihat mereka sedang mengendap-endap disekitar sini dan seperti sedang mencari sesuatu Pak." Perkataan bu Sri memancing perhatian warga yang hampir bubar kembali berkerumun mendengarkan kesaksiannya."Mohon maaf Bu, begitu saja tidak bisa di jadikan bukti. Harus ada saksi
"Saudara Tania. apakah benar, kalung ini milik anda?""Be-benar pak. Tapi kalung ini sudah hilang sejak lima hari yang lalu." Jawabku gugup."Sebaiknya, anda jelaskan nanti di kantor polisi! Silahkan ikut dengan kami.""Tunggu pak! Istri saya tidak bersalah. Pasti ada yang sengaja menjebaknya.""Kita bicarakan masalah ini di kantor saja pak. mari silahkan ikut dengan kami untuk menjalani pemeriksaan." Pak Polisi membawaku menuju mobil patroli. Banyak warga yang menyoraki. Makian dan sumpah serapah mereka lontarkan begitu saja. Andai mereka tau, bukan aku pelaku sebenarnya.Aku berjalan menunduk tidak sanggup rasanya melihat orang-orang menatap begitu penuh kebencian kepadaku."Tunggu pak. Tunggu sebentar." Aku menarik nafas panjang, siapa lagi itu. Menoleh pun rasanya enggan. hanya sekedar mendengarkan apa yang mau orang itu bicarakan."Tunggu pak. saya yakin bukan mbak Tania pelakunya. Sebelum kejadian ini, pak Abdul sudah lama tidak terlihat." Laki-laki berambut pirang dan bertubuh
Aku menghentikan mobil di depan toko kue, membeli beberapa buah tangan untuk di bawa ke rumah Amak. Biasanya aku membuat singgang ayam kampung atau ikan nila, jika ingin berkunjung ke rumah mertua, karena ini darurat jadi aku memilih yang mudah saja.Jarak tempuh dari kota, menuju rumah Amak kurang lebih sekitar satu jam perjalanan. Melewati hamparan kebun karet dan sawit di setiap tepian jalannya. Pemandangan yang indah di kala siang hari, tapi sangat menyeramkan jika malam tiba.Konon katanya, sebelum di jadikan pemukiman warga, di sini dulunya adalah hutan belantara. Banyak cerita seram dari penduduk pribumi maupun pendatang.Pada tahun 1976 pemerintah mengadakan Transmigrasi. Dan kini hutan-hutan itu di ubah menjadi pemukiman yang padat penduduk. dulunya jarak rumah satu ke rumah yang lain sangat jauh, karena masih sepi orang yang tinggal.Meskipun kini sudah ramai dan padat oleh rumah-rumah warga, nuansa seram itu masih tetap ada. Dan masih sering terdengar dentuman alat tradisona