Share

Bab 4

last update Last Updated: 2021-09-19 02:35:19

“Dewi! sebelum berangkat kerja beres-beres rumah dulu!” teriak Ibu pagi-pagi, ketika melihatku berdandan rapi, hendak berangkat ke kantor.

 

“Salah siapa, Bi Ijah di pecat?” jawabku dengan nada menyudutkan. Itu kalau benalu tua ini faham.

 

“Harus berapa kali Ibu jelasin! Ibu mecat Ijah, biar kamu ngerti kerjaan rumah! Nggak ngerti-ngerti juga,” bentaknya, sepagi ini sudah ngajak naik darah.

 

“Dewi juga sudah bilang berapa kali, kalau nggak mau gantiin Bi Ijah, keluar aja dari rumahku!”  jawabku, masih terlalu pagi untuk ngotot. 

 

“Kamu itu di didik sopan santun tidak, sih?” sungutnya. Jleeb, memang bener-bener ngajak duel.

 

“Apa maksud Ibu ngomong kayak gitu?” tandasku pelan melotot. Dia nampak kikuk dengan tatapan mataku.

 

“Dikit-dikit ngusir kamu ini, kamu itu ngomong sama mertuamu!” sentaknya lagi. Aku menyeringai.

 

“Nggak nyadar, Bu?” sindirku lagi.

 

“Nggak nyadar? apa maksudmu?” balik nanya dengan mata mendelik.

 

“Nyadar nggak kalau Ibu itu ngeselin, semenjak ada Ibu rumah ini nggak pernah tenang,” jawabku asal.

 

“Pagi-pagi udah ribut. Kamu juga, Dek! Yang pelan dong ngomong sama Ibu!” Mas Angga baru keluar dari kamar. Yah, di saat istri siap-siap kerja dia masih molor. Mungkin kalau nggak ada keributan ini dia belum bangun.

 

“Istrimu ini, Ga! Ibu Cuma bilang kalau mau berangkat kerja beres-beres rumah dulu. Eh, malah ngungkit-ngungkit masalah Ibu mecat Ijah,” bagus sekali tutur katanya.

 

“Astaga, Dek! Apa susahnya, sih nuruti keinginan Ibu? Niatnya baik kok. Kalau baik juga untuk dirimu sendirikan?!” ucapan yang lembut jika di dengar ibunya. Tapi terdengar kasar di telingaku. Lagi-lagi aku hanya bisa menyeringai.

 

“Kok aku merasa kayak numpang ya, di rumahku sendiri?” sindirku masih menyeringai.

 

“Ucapanmu kok gitu, sih, Dek? Ini itu rumah kita bersama?” sahut Mas Angga. Memanglah laki-laki tak punya malu.

 

“Kamu keterlaluan, Dewi! Kebiasaan cuma masalah sepele aja ngusir suami dan mertua,” bentak Ibu. Aku benar-benar sudah tak sanggup mengahadapi sifatnya, yang membuatku tertekan di rumahku sendiri.

 

“Sepele kata Ibu?” sengaja ku menekan kata sepele. Ibu melotot begitu juga dengan Mas Angga.

 

“Kamu udah nggak takut dosa?” tandas Ibu.

 

“Dosa? Emang Ibu fikir Ibu nggak berdosa memerasku? Dan anakmu ini tidak berdosa tidak menafkahiku?” tak kalah ku menandaskan omonganku. Membalikkan pertanyaan. Membuat mereka gelagapan.

 

“Dari segi mana Ibu memerasmu?” sungut Ibu. 

 

“Stop!!!” Bentak Mas Angga. 

 

“Terserah kamu, Mas! Aku muak tiap hari bertengkar dengan kamu dan ibumu, silahkan angkat kaki dari rumah saya!” perintahku kasar. Membuat mereka terkejut.

 

“Aku tak akan keluar dari rumah ini, karena kamu masih istriku dan aku tak akan menceraikanmu!” ucap Mas Angga sok serius. Aku justru menyeringai sadis.

 

“Terserah, aku yang akan gugat cerai kamu,” ucapku dengan mengebaskan tangan kananku.

 

“Ingat, Dek! Perceraian itu di benci Allah,” Mas Angga mencoba mengingatkanku.

 

“Hanya di benci tapi di perbolehkan,” sahutku.

 

“Kamu ini kenapa, sih?” ku pegang dadaku menahan emosi. Ini orang bener-bener nggak ngerti alur masalah atau pura-pura nggak ngerti? Kulihat Ibu juga tak kalah memerah wajahnya. Dengan mendekap dadanya dengan kedua tangannya.

 

“Kamu yang kenapa? Kamu mikir nggak selama ini tidak memberiku nafkah? Justru aku yang menafkahimu dan ibumu,” ucapku kasar dengan menunjuk telunjuk jari tepat di wajahnya. Aku memang bener-bener geram. Mereka terdiam.

 

“Sebelum kita menikahkan kamu juga tau kalau aku memang pengangguran, terus apa masalahnya?” benar-benar tak tahu malu ngomong seperti itu. Tak punya harga diri.

 

“What?? Iya memang aku tahu kamu PENGANGGURAN sebelum menikah, tapi aku fikir setelah nikah kamu bisa lebih semangat mendapatkan pekerjaan, bukannya malah keenakan,” sindirku dengan menekankan kata pengangguran. Memancing emosinya. Ibu terlihat menyungut komat kamit.

 

“Aku juga nggak nganggur tiap hari, kadang juga ada job,” belanya.

 

“Iya, tapi uangnya nyampai di istrimu nggak? Nggak kan? Nyampai di ibumu kan?” sahutku melotot mempermaikan kata ‘kan’.

 

“Sampai kapan pun surgaku ada di ibuku, Dek. Jadi wajar aku ngasih hasil kerjaku ke ibuku,  kamu bisa cari duit sendiri!” benar-benar sakit hatiku mendengar ucapannya.

 

“Dewi, kamu nggak takut kualat ngomong seperti itu?” Ibu ikut menimpali. Membela anak kesayangannya.

 

“Kualat? Ok, biar aku nggak kualat, besok akan aku urus ke pengadilan agama, biar cepat-cepat terbebas dari benalu seperti kalian, silahkan bereskan semua barang-barang kalian, SEKARANG!!!” perintahku tanpa basa basi.

 

“Kamu bener-bener perempuan nggak tau diri, untung-untung Angga mau nikahin kamu, dasar MANDUL,” jleebb, ibu menekankan kata mandul mengoyak harga diriku sebagai perempuan.

 

“Mandul? Aku tidak mandul!” tandasku terbawa emosi. Aku memang sengaja masih menggunakan kontrasepsi. Karena sengaja belum ingin hamil, karena melihat Mas Angga masih belum dewasa cara berfikirnya. Terbukti, sampai setahun pernikahan dia sama sekali tidak memikirkan kebutuhanku. Malah menjadikan ku tulang punggung untuk dirinya dan ibunya. Menyakitkan.

 

“Setahun kamu nikah dan belum hamil-hamil juga, mungkin kalau bukan Angga suamimu kamu sudah di ceraikan?! tapi Angga menerima kamu apa adanya,” ucap ibu yang juga larut dalam emosi. Padahal selama ini tidak pernah bahas kehamilan. Giliran mau di usir mengungkit kehamilan. Mencoba mencari kesalahanku.

 

“Ibu bisa tanya dengan anak kesayangan Ibu, kenapa aku nggak hamil-hamil!” 

 

“Apa Maksudmu?” tanya Ibu lagi. Aku menyeringai kecut.

 

“Kami menggunakan pengaman selama ini! Jadi aku tidakl MANDUL,” sungutku mengatur emosi. Ibu membelalak tak percaya.

 

“Apa benar, Ga?” sentak Ibu, di jawab anggukkan oleh Mas Angga, membuat ibu nampak semakin malu.

 

“Justru aku bersyukur belum di kasih anak, jadi bisa secepatnya terbebas dari kalian, tanpa memikirkan ikatan lebih,” sungutku lagi. Membuat Mas Angga kebingungan. Bingung mau bagaimana. 

 

“Kamu bodoh, Ga?” bentak ibu ke anaknya. Mas Angga terdiam aku justru menikmati ekspresi mereka. 

 

‘Oya, silahkan cari wanita lain yang lebih dari aku, bukankah anak Ibu ganteng?” sindirku, mengingatkan kembali kata-katanya waktu itu, dengan melihat ekspresi wajah Mas Angga yang semakin tak karu-karuan.

 

“Dek, kita bisa bahas ini dengan kepala dingin, jangan seperti ini!” aku tak menggubris omongannya. Ku ambil tas kerjaku dan bersiap ke kantor.

 

“Oya, jangan lupa bereskan semua barang-barang kalian! Nanti aku akan menyuruh orang ke sini mengawasi apa saja yang akan kalian bawa, jangan harap bisa membawa barang berharga dari rumah ini!” 

 

“Kamu keterlaluan, Dewi!!” sungut Ibu dengan nada tinggi.

 

“Dek, sampai kapanpun aku tak akan menceraikanmu!” 

 

Aku tetap keluar dari rumahku bergegas ke kantor. Hatiku terasa kebas mendengar makian ibu. Cinta? Mungkin masih bisa ku pertahankan kalau Mas Angga mau berubah dan mau bekerja, selayaknya suami ke istrinya.

 

Aku tahu perceraian itu di benci oleh Allah. Tapi mungkin cerai jalan terbaik. Entahlah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BENALU   Bab 102 (Season Dua)

    Benalu part 102POV 3“Pi, motor Angga di bawa kabur mereka,” ucap Angga, dia masih sangat menyayangkan motornya yang belum lunas. Masih kredit.“Biar, Ga! motor bisa di beli lagi. Yang penting nyawa kamu selamat,” jawab Pak Faris bijak.Angga mendesah. ‘Untung nggak mau membawa mobil Papi, kalau sampai memenuhi keinginan Ibu untuk meminjam motor Papi, yang hilang mungkin mobil Papi. Harus dengan cara apa untuk menggantinya?’ lirih Angga dalam hati. Walau kondisinya sudah babak belur begitu, tapi dia masih bersyukur, karena bukan mobil mertuanya yang dia bawa.“Bagaimana keadaan sebenarnya, Ga? kok, kamu bisa sampai seperti ini?” tanya Pak Faris kepada menantunya.“Permisi,” Pak Faris dan Angga mengarah ke asal suara. Ternyata ada dokter dan Martina berjalan mendekat.“Saya periksa dulu, ya?” ucap dokter laki-laki paruh baya itu ramah. “Silahkan dok,” jawab Pak Faris mempersilahkan. Dokter itu menjalankan tugasnya. Memeriksa detak jantung dan yang lainnya. “Kepala saya pusing banget

  • BENALU   Bab 101 (Season Dua)

    Benalu part 101POV 3“Yaudah Om, Tante, Mita, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Romi,” pamit Romi kepada semuanya.“Iya, Rom, pasti, kamu juga hati-hati di jalan,” balas Om Heru. Kemudian mereka beranjak dan keluar dari kamar Mita.Romi dan Dewi melewati lorong Rumah Sakit seraya bergandengan tangan. Dewi mengedarkan pandang. Matanya melihat sosok laki-laki yang menggunakan masker, kacamata hitam dan jaket, berjalan seraya tolah toleh. Mata Dewi menyipit. Langkah kakinya penuh curiga.“Mas, laki-laki itu, kok, jalannya ngendap-ngendap, ya?” tanya Dewi lirih dengan mata masih memperhatikan laki-laki itu. Romi akhirnya juga ikut menoleh ke arah yang di pandang Dewi.“Iya, mau ngapain, ya? tapi dia ke lorong sana?” sahut Romi lirih. Mata mereka masih fokus dengan laki-laki berjaket itu.“Iya, apa kita ikuti?” tanya Dewi kepada suaminya.Dreettt dreeerrrttt dreetttt gawai Dewi bergetar di dalam tasnya. Tak berselang lama berbunyi. Nada panggilan masuk. Dengan cepat De

  • BENALU   Bab 100 (Season Dua)

    Benalu part 100POV 3Ya, di sini, Rizka berpelukkan manja dengan Ibu mertuanya. Dan Rama berpelukkan haru dengan Ibu mertuanya. “Doakan, ya, Bu. semoga Rumah Tangga kami sakinnah ma waaddah wa rohmah,” pinta Rama kepada mertuanya.“Pasti, Nak. Pasti. Tanpa kalian minta, ibu pasti mendoakan kalian,” ucap Bu Sumi. Rama kemudian melepaskan pelukannya.“Pa, kapan Mama Dewi pulang?” tanya Mila tiba-tiba. Membuat Rama tidak bisa menjawabnya. Rama dan mertuanya saling beradu pandang. Rama menarik nafasnya kuat-kuat dan melepaskannya perlahan.“Papa juga nggak tahu, Sayang,” jawab Rama. Membuat bibir Mila cemberut.“Katanya Mama Dewi nggak lama-lama. Tapi, kok nggak pulang-pulang?” sahut Mila seraya bertanya.Mila memang sangat merindukan Dewi. Menunggu Dewi pulang terasa sangat lama baginya. Selalu menunggu hari esok, dengan harapan hari esok mama Dewinya pulang. “Urusan Mama Dewi belum selesai Sayang, makanya Mama Dewi belum bisa pulang,” jawab Rama santai, dengan selalu menyunggingkan s

  • BENALU   Bab 99 (Season Dua)

    Benalu part 99POV 3Anga sudah di periksa oleh dokter. Dia juga belum sadar. Martina dan orang tuanya menunggu di luar. Karena belum di ijinkan masuk. Karena Angga masih dalam penanganan.Martina masih terus menangis. Dia mondar mandir dengan hati yang cemas. Berkali-kali melirik ke pintu kamar di mana Angga di rawat. Berharap pintu itu segera di buka dan dokter segera menyampaikan kabar tentang kondisi suaminya.Yusuf sudah tenang. Dia tidur di pelukkan neneknya. Bu Intan juga nggak kalah paniknya. Hatinya juga berdegub nggak jelas. Selalu berdoa untuk kebaikan anaknya.“Dokternya kok, nggak keluar-keluar, ya?” celetuk Bu Intan. Dia juga nggak sabar menunggu dokter keluar.Bu Intan menyesal sekali, menyuruh anaknya membelikan dia makanan. Lebih tepatnya dia memaksa Angga untuk membelikan makan. Padahal waktu itu, kerjaan rumah di besannya masih banyak dan rumah juga masih berantakan. Makanan juga banyak. Hanya demi ingin pamer baju baru dan naik mobil besannya dia memaksa. Ternyata

  • BENALU   Bab 98 (Season Dua)

    Benlau part 98POV 3“Ma, tapi Mama dan Papa setujukan Mita nikah sama Gio?” tanya Mita kepada mamanya. membuat mamanya bingung menjawabnya. Langkah kaki Dewi langsung terhenti. Dari kemarin-kemarin dia cuma membayangkan saja, kalau Mita akan menikah dengan Pak Galih. Dan itu sudah membuatnya mual. Tapi, hari ini telinganya mendengar sendiri kalau adiknya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu mual jika namanya di sebut. Kemudian Dewi berbalik badan, tak jadi keluar tapi malah menuju ke toilet yang ada di kamar rawat inap Mita. Membuat Tante Tika cemas juga dengan kondisi Dewi. Kemudian menyusul Dewi ke toilet. Memijit tengkuknya. Agar terasa enakkan.“Kamu masih sering muntah, Wi?” tanya Tante Tika dengan nada cemas. Walau dia sering melihat Dewi seperti itu, tapi tetap saja dia cemas dengan kondisi keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Dewi dengan nada lemas. Dia sudah duduk di sofa ruang kamar Mita di rawat.“Ibu hami itu memang macam-macam, ada yang cuma trimester pertama, ada y

  • BENALU   Bab 97 (Season Dua)

    Benalu part 97POV 3Hati Martina semakin berdegub kencang saat kakinya melangkah menuju rumah Pak Agung. Dia sangat penasaran dengan keadaan suaminya, dan apa yang terjadi sebenarnya. Terus foto yang di berikan Haris itu, apa maksudnya? Dari mana dia mendapatkan foto itu? Semuanya masih menjadi tanya besar di benak Martina. dan sebentar lagi akan terjawab. ‘Mas Angga aku sudah dekat denganmu,’ lirih Tina lagi dalam hati.“Silahkan langsung ke kamar saja semuanya. Karena yang punya hape ini masih di dalam kamar dan belum sadar,” ucap Pak Agung. Semakin membuat hati Tina bergemuruh. Pintu kamar di buka oleh pemiliknya. Bu Intan juga berdebar hatinya, ingin segera melihat kondisi anaknya. Begitu juga dengan Jeng Sella dan Pak Faris. Tak kalah berdebar walau hanya anak mantu. Tapi, mereka benar-benar cemas. Martina masuk lebih di dalam kamar itu. Tak sabar rasanya, ingin melihat suaminya. “Itu, Mbak pemilik hape ini,” jawab Pak Agung seraya menunjuk ke ranjang. Di sana terbaring seso

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status