“Hai, jerangkong, apa kabar, kok kamu baru nongol sekarang?” Aya bukannya takut berhadapan dengan tengkorak yang dihidupkan oleh Astina. Justu ia mengucapkan salam pada yang dianggap ingin berteman dengannya. Kerangka bahan praktek anak-anak IPA itu menoleh ke kiri dan ke kanan. Dia menununjuk dirinya sendiri. Memastikan kalau yang dimaksud jerangkong itu dirinya. “Iya, kamu jerangkong, terus siapa lagi? Kan, cuman kamu yang tinggal tulang aja.” Aya masih mencoba mengalihkan perhatian hantu tak jelas di depannya. Tengkorak yang dihidupkan Astina itu garuk-garuk kepala terus manggut-manggut. Aneh. “Nah, yuk, sini sama aku. Cuman aku yang mau terima kamu apa adanya. Kalau perempuan lain minimal good looking habis itu rekening harus good juga.” Putri Abhiseka meraih tangan tengkorak plastik itu. Gadis bermata biru itu mengajak si jerangkok berjalan, tepatnya ke dekat lemari tempat menyimpan bahan kelasnya praktek. “Masooook,” ucap Aya terus tutup lemari cepet-cepet. Geser meja sama k
Manusia harimau kuning itu menjentikkan jemarinya di depan wajah Aya, bermaksud untuk membuat sang putri tertidur. Namun, tidak menimbulkan reaksi apa-apa pada keturunan manusia harimau putih. Saka lupa kalau gadis itu seorang putri dari majikannya“Apaan, mau lomba jentik jari?” Aya ikut melakukan hal yang sama. Taksaka heran. Ia ulang lagi beberapa kali tapi tak mau juga Aya tertidur. “Ih, seru ginian, sampai pagi pun aku betah. Nggak minat gitu, Om, buka topeng waja—” Belum selesai Aya berbicara, ia sudah lemas tak sadarkan diri. Tubuhnya ditangkap oleh Taksaka. Pengawal itu menggunakan mantra sirep tingkat tinggi untuk makhluk sekelas Aya. Setelah itu sang putri dibawa kembali ke kamar yang tidak berubah sejak Aya masih bayi. Gadis itu dibaringkan di ranjang yang spreinya baru saja diganti. Pada saat itu, pintu kamar putri Abhiseka dibuka oleh Amira. Wanita yang belum memasuki usia 40 tahun itu melihat dengan mata kepala sendiri putrinya terlelap menggunakan sepatu dan seragam
Putri Cahaya berdiri di sebuah tempat dengan menggunakan pakaian kebesarannya. Serba berwarna putih dan ditambah perhiasan yang sangat mewah. Ia melihat dirinya sendiri. Serasa tak percaya dengan penampilannya yang sekarang. Kepulan asap hitam melingkari Cahaya lalu berpendar di udara dan membentuk sebuah wujud perempuan cantik dengan pewarna bibir cokelat tua. Riasan rambutnya yang rumit serta pakaian berwarna hitam membuat Aya tak kenal siapa perempuan di depannya. “Gusti Putri, lama tak berjumpa,” ucap Astina sambil tersenyum. “Siapa?” tanya Aya kembali. Siluman kelabang itu kemudian mengeluarkan sebuah pedang panjang yang telah ia gunakan untuk menghabisi banyak keturunan Abhiseka. Pedang itu diarahkan ke dada Cahaya, tetapi dalam waktu bersamaan, seorang lelaki muncul lagi yang telah berkali-kali menolong dirinya. Namun, lelaki itu kalah dan jantungnya ditikam oleh pedang tersebut. “Jangan, jangan, jangan mati, jangan.” Aya membuka matanya. Yang pertama ia lihat ialah langit-
Tangan kanan Saka menarik perlahan gulungan rambut sang putri. Pengawal itu memperhatikan benda plasti berwarna pink tersebut. Di kerajaannya tidak ada, para perempuan menggunakan kayu gaharu dan cendana untuk melurusan rambut dan yang lebih membuat Saka bingung, apa arti dari kiyowo yang diucapkan Aya dari tadi. Saka melirik sang putri dari spion, mata biru itu sedang diberi pelembab di bawah mata. Entah apa yang digunakan oleh manusia terutama perempuan di zaman modern, Saka tidak terlalu mengerti. Hanya saja penampilan sang putri sekarang belum ada apa-apanya nanti ketika ia sudah kembali ke gunung. Lipbalm pink yang digunakan Aya perlu disapu ulang, tidak dengan pewarna di dalam kerajaan. Semuanya lebih hebat dari buatan manusia biasa. “Kan, aku sudah cute dibandingkan yang lain.” Rambut sang putri terkembang sempurna. “Eh, sek, sek, kok aku ubanan.” Satu rambut berwarna putih muncul begitu saja di kepala Aya. Hampir ia cabut, tetapi refleks ditahan oleh Saka. Hingga dua mata it
“Aya, nggak sakit itu kepala dihantam telur rebus?” tanya Luna. “Nggak, kepalaku keras, beda sama hatiku yang lemah lembut,” jawab Aya sambil memasukkan satu butir telur rebus bulat-bulat ke dalam mulutnya. Dalam waktu tidak sampai lima menit sudah habis sisa sepuluh butir telur rebus. “Tumben kamu di sini lama-lama?” Aya menenggak minuman agak asam rasanya, katanya untuk mengisi ion tubuh. “Nungguin Riko.” Luna menjawab sambil wajahnya celingukan ke sana sini. “Muka Riko kayak ikan buntal, bisa dapat pacar kamu yang cantik gini, itu gimana ceritanya, sih? Cobak yang bener cari pacar, Lun? Emang nggak malu punya pacar udah jelek, hobi ganti-ganti cewek, hobi follow akun IG cewek cantik, eh, habis itu nggak di folback lagi,” cibir sang putri. Nggak habis pikir Aya sama pilihan Luna. Dari sekian banyak anak sultan di sekolahnya, kenapa harus milih Riko yang ganteng nggak, jelek ya hampir. Entah pelit untuk perawatan muka atau gimana, Aya nggak paham.“Ya, namanya juga cinta, Ay.
Kelas pelajaran biologi dimulai. Aya paling senang belajar tentang segala sesuatu tentang makhluk hidup, terutama pada binatang. Putrinya Abhiseka itu nggak tahu apa alasannya pokoknya dia suka aja tanpa sebab. Bolak-balik buku, klik-klik artikel untuk buat tugas dari miss yang baik hati, sampai akhirnya Aya ketemu dengan sebuah tautan yang membahas tentang penyakit yang ditakuti oleh pria seiring pertambahan umur. Ia abaikan tugas sejenak lalu baca pelan-pelan tentang pengertian penyakit impotent lebih detail. “Penyakit yang sering menghantui pria-pria yang umurnya terus bertambah, tapi tidak jarang pria muda juga kena gejalanya.” Aya membacanya perlahan. “Apa, Pak Saka kenak di usia 32 tahun? Ya ampun sayang banget.” Gadis bermata biru itu memejamkan mata. Yang mendengar di bawah sana masih mengerutkan kening karena belum tahu apa artinya. Aya lanjut baca lagi. “Selain berdampak tidak baik pada kehidupan asddfkdafdfja … penyakit impotensi juga membuat pria tidak bisa mkdfadfh ….”
Pertandingan basket selesai dengan penambahan sedikit waktu, dan dimenangkan oleh tim tuan rumah. Aya dan tim cheerleadernya kembali menutup pertandingan dengan gerakan yang sangat kompak. Kembali Aya akan dilempar ke udara. Kepulan asap hitam itu berbaur bersama angin. Bulu halus di tangan Saka merasakan ada yang berbeda di dekat sang putri. Ia pun mengawasi lebih tajam. Mata kuning terang itu juga melihat ada sedikit ketakutan pada diri putri gusti prabu. Aya telah dilempar ke udara, lalu tubuh itu terangkat sangat tinggi melebihi kemampuan para tim melempar Aya. Semua mata tertuju pada sang gadis bermata biru. Begitu juga dengan Saka. Ia ingin terbang dan menyelamatkan sang putri, tetapi terlalu banyak orang di sana. Begitulah susahnya hidup berbaur dengan manusia. Beberapa siswa tim basket berusaha menadahkan tangan untuk menangkap Aya yang kini tubuhnya telah mengarah turun. Gadis itu menjerit dan menutup matanya. Ia pasrah saja ketika dirinya jatuh di lantai sekolah dan mati
Aya keluar dari mobil setelah Saka berhenti dan parkir dengan baik serta benar. Tepatnya di depan toko kue langganan anak-anak muda seusia lebih atau kurang dikit seperti Aya. Penciuman Saka sampai merasa terganggu dengan aneka ragam aroma jenis cake yang bercampur baur menjadi satu di udara. Pengawal itu benar-benar tidak bisa makan jika tidak ada unsur daging sama sekali.“Pak Saka mau makan roti yang mana? Biar Aya yang traktir, jangan takut, kan, ada kartu sakti dari Mama buat bayar.” Aya menawarkan pada bodyguardnya karena yang ia tahu Saka belum makan apa pun dari tadi. Ya, emang bener, tapi makanan Saka bukan roti imut dan unyu dibentuk bunga, daun, atau hewan lucu. Pengawal setia itu pun menggeleng saja. “Minum nggak, Pak? Ada matcha latte, ada americano, ada green tea, ada black coffe, pesen aja, Pak, nggak apa-apa. Jangan terlalu formal gitu sama Aya.” Akhirnya karena didesak sang putri, Saka pun mengambil kertas yang berisikan daftar menu. Iya, salah satu pengawal setia