Segera setelah turun dari taksi yang membawanya, Adora bergegas masuk ke dalam kantor kepolisian. Saking kacaunya ia malam ini, Adora bahkan belum membersihkan tubuhnya yang lengket saat ini. Pikiran Adora hanya tertuju pada satu orang---ya, siapa lagi kalau bukan Benjamin, si biang masalah malam ini.
Dengan napas yang sedikit terengah-engah, Adora berusaha memfokuskan pandangannya, mencari satu sosok di antara kerumunan orang yang tengah disibukkan di dalam kantor pengaduan.Tepat saat itu juga Adora berhasil menemukan Benjamin yang sedang terduduk di salah satu kursi dengan kepalanya yang menunduk di hadapan seorang polisi, layaknya anak kecil yang tengah dimarahi oleh gurunya.Tanpa babibu, Adora segera menghampiri Benjamin dan menyapa polisi yang ada di hadapan laki-laki itu, "Selamat malam, Pak."Sapaan Adora berhasil membuat Benjamin sedikit mendongakkan kepalanya ke arah Adora, begitu pula polisi yang ada di hadapan Benjamin."Apa"Kak Moira, Kak Moira," Fara memanggil Moira saat Moira tengah menyelimutinya.Moira tersenyum kepada Fara sembari sesekali mengusap pucuk kepala anak perempuan itu, "Kenapa, Fara?""Kata Bu Guru, hari Jumat Minggu besok nanti Fara bisa maju ke depan.""Maju ke depan?"Fara mengangguk, "Kata Bu Guru, puisi tentang Ibu milik Fara begitu indah, jadi Fara diminta maju ke depan untuk membacakannya."Moira hanya terdiam saat mendengar cerita Fara serata mempertahankan senyuman di bibirnya, membuat Fara kembali berujar, "Bukan hanya puisi milik Fara saja yang tampil, tetapi nanti akan ada musik yang dipentaskan oleh teman sekelas. Banyak anak-anak akan mengambil peran. Hari itu semua akan membuat perayaan istimewa tentang hari Ibu."Fara bercerita tentang kegiatan di sekolahnya dengan nada antusias, membuat Moira yang mendengar hal itu pun tersenyum puas saat melihat ekspresi keponakannya itu.Moira tentu merasa senang saat me
"Abis dari mana kamu, Benjamin? Kenapa baru pulang jam segini?" Pertanyaan datang dari Thalita saat melihat anak satu-satunya itu masuk yang kemudian disusul Moira di belakangnya.Thalita yang tadinya merasa khawatir dengan keadaan Moira dan Benjamin pun memutuskan untuk mengintip keluar dan ia sedikit terkejut saat mendapati Adora juga ada di sana, ditambah Benjamin lebih memilih mengejar Adora dibandingkan bersama Moira. Hal itu membuat emosi merangkak naik ke atas kepala Thalita. Berani-beraninya sekretaris anaknya itu.Sementara itu, Benjamin yang mendapatkan tatapan intimidasi dari ibunya pun segera menjawab pertanyaan Thalita sembari menahan emosinya yang sedari tadi meletup-letup dalam dada, "Benjamin ada urusan, Ma."Mendengar jawaban Benjamin, suara Thalita lantas menggelegar, "Apa urusanmu itu dengan wanita penggoda itu?!"Benjamin yang tadinya ingin segera kembali ke kamarnya pun harus menahan langkahnya, ia kemudian menolehkan kepalany
"Jadi gimana, Ra? Lu sudah mikirin omongan gua semalam? Lu mau 'kan terima kencan buta Sabtu malam nanti?" Saat itu Irish membuka pembicaraan dengan melemparkan pertanyaan yang berhasil menarik atensi Adora yang sedang terduduk di depannya. Sedari tadi Adora memang sibuk mengaduk nasi yang menjadi santapan siangnya kala itu. Pertanyaan Irish tentu mengingatkan Adora pada kejadian tadi malam. Irish memang menawarkan opsi kencan buta kepada Adora setelah Irish mendengar cerita Adora yang menolak ajakan kencan Damian, ditambah lagi Irish juga mendapati Adora yang terus-menerus diganggu oleh Benjamin. Sebagai teman, Irish tentu ingin membantu Adora lepas dari permasalahannya."Gua ..., belum siap, Rish," ujar Adora terdengar ragu."Pikir-pikir dulu, Rin. Cowok yang mau gua jodohin sama lu itu mantep lho. Ganteng, tinggi, kerjaannya juga mapan. Doi kayaknya juga nyari yang serius. Kenalan dulu aja. Sayang kalau ditolak," bujuk Irish yang sayangnya me
Hari Sabtu datang, seperti yang telah dijanjikan sebelumnya kepada ibunya bahwa Benjamin akan melakukan pertemuan perjodohan, saat ini Benjamin sudah siap dengan penampilan formalnya untuk makan malam bersama Moira.Ketika Benjamin sedang sibuk-sibuknya memperhatikan penampilannya, tiba-tiba saja pikiran Benjamin kembali bermuara kepada Adora. Adora tidak akan melakukan kencan butanya malam ini, bukan? Tidak, dia tidak akan sempat, ujar Benjamin dalam hati, berusaha menenangkan dirinya. Benjamin takut kalau dia pergi malam ini, Adora akan bertemu dengan laki-laki lain.Namun, betapa beruntungnya ia, kemarin Benjamin sempat-sempatnya memberikan tugas yang begitu banyak pada Adora dan meminta Adora menyelesaikannya malam ini. Tidak peduli secepat apa Adora menyelesaikan tugas yang diberikan Benjamin, Adora tidak akan sempat menyiapkan dirinya untuk kencan butanya. Ditambah lagi, Benjamin juga menyuruh Pak Surya untuk memata-matai Adora, memastikan Adora tid
Ketika Adora keluar dari kamarnya, Adora sudah siap dengan penampilannya. Saat itu Adora memang sengaja memilih penampilan sederhana. Pilihannya jatuh pada baju terusan berwarna hitam yang memiliki desain simple dengan kerutan di bagian bahunya yang memberikan kesan manis untuk dirinya.Adora juga membiarkan rambut hitamnya terurai dengan model yang ia buat sengaja bergelombang. Dandanan Adora kala itu memang sederhana tapi sangat cocok dengan kencan buta malamnya itu, mereka sama sekali tidak lupa untuk meninggalkan kesan cantik untuk Adora.Sementara itu, Irish yang melihat penampilan Adora lantas memberikan dua ibu jempolnya kepada temannya itu, sementara itu Noah yang terduduk di sebelah Irish juga memindai penampilan Adora. Adora yang menyadari keberadaan Noah di apartemen mereka pun mengangkat satu tangannya, bermaksud untuk menyapa laki-laki itu, "Hai, Noah."Seketika mata Noah langsung mengerjap, tertarik kembali ke dunianya saat mendenga
Setelah turun dari taksi yang mengantarnya, Adora segera memasuki kafe yang menjadi tempat janji pertemuan kencan butanya.Saat sepatu wedges Adora sudah menginjak lantai kafe, Adora lantas mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kafe ---mencari keberadaan Henry, orang yang menjadi pasangannya kala itu.Tak butuh waktu lama bagi Adora untuk menemukan Henry. Adora mengenalinya dari foto yang diberikan Irish padanya kemarin.Henry, laki-laki dengan surai hitam itu tampak sedang mengangkat tangannya untuk memberi ciri dirinya. Setelah melihat Adora berjalan ke arahnya, Henry akhirnya berdiri untuk menghampiri Adora. Mereka berdua kemudian akhirnya bertemu di titik tengah."Adora?""Henry?"Ujar mereka bersamaan, lalu keduanya tertawa bersama saat menyadarinya mereka berbicara dalam waktu yang bersamaan."Apa kamu sudah lama menunggu di sini, Henry?" Tanya Adora membuka pembicaraan saat mereka berdua tengah berjalan menu
Benjamin melirikkan matanya ke layar dashboard mobil dan dirinya mendapati Adora tidak mengangkat panggilan darinya. Benjamin tentu saja tidak menyerah, dia menelpon Adora untuk kedua, ketiga, dan keempat kalinya, tetapi semua panggilannya itu mendapatkan jawaban yang sama ---ditolak atau tidak diangkat sama sekali.Benjamin lantas memukul stir mobilnya saat mendapati hal tersebut. Perasaan kesal dan resah bercampur menjadi satu, seluruhnya kemudian merangkak naik ke pucuk kepala Benjamin dan akhirnya membuat otot-otot leher Benjamin tegang karena terlanjur emosi. Keringat dingin bahkan mengucur deras di seluruh tubuh Benjamin saat isi kepalanya membayangkan Adora yang berdandan cantik tengah tersenyum ke arah laki-laki lain.Dan untuk kesepuluh kalinya panggilan Benjamin ditolak, Benjamin nyaris kehilangan kewarasannya. Tidak ada tanda-tanda Adora dapat dihubungi olehnya.Sekarang bagaimana Benjamin menemukan Adora?Benjamin tentu tidak ingin dat
Adora memberikan uang kepada supir taksi saat mobil yang membawanya kini sudah berhenti di depan rumah sakit, kemudian dengan gerakan terburu Adora turun dan masuk ke dalam rumah sakit. Sabtu malam kala itu, anehnya keadaan di rumah sakit begitu ramai, banyak hilir mudik orang yang berlalu di lorong rumah sakit. Tetapi, Adora tidak terlalu peduli, fokusnya saat ini hanya satu, yaitu ruang unit gawat darurat. Sesampainya Adora di sana, Adora dapat menemukan beberapa pasien yang terbaring di ranjang sedang menunggu untuk didiagnosis oleh dokter yang ditemani perawat. Mata Adora lantas mengedar dan dia dapat menemukan Benjamin sedang berbaring di salah satu ranjang di sana. Tanpa menunggu lama, Adora segera menghampiri Benjamin."Bapak."Benjamin melirikkan matanya dan menemukan Adora sudah berdiri di dekat ranjangnya. Benjamin lantas tersenyum saat melihat Adora terlihat mengkhawatirkan dirinya. Sementara itu, Adora yang melihat Benjamin ters