Adora terkekeh saat ia melihat penampilan Benjamin saat ini. Kerapihan yang biasanya tersemat manis dalam diri Benjamin kini perlahan mulai kehilangan eksistensinya. Rambut Benjamin yang biasa dibuat klimis dan menampakkan seluruh kening tampan laki-laki itu juga telah terjatuh dan terbelah dua, membentuk poni yang hanya memberikan sedikit celah pada kening mulus Benjamin untuk mengintip. Sementara itu, jas tebal yang biasa membungkus tubuh Benjamin sudah pergi entah kemana, hanya menyisakan kemeja putih yang dibalut rompi hitam dan dasi yang mengikat leher Benjamin.Pun Adora yang terduduk santai di sofa panjang di ruangan Benjamin hanya terkekeh saat menemukan Benjamin bergerak mendekat dengan senyum menggoda khas laki-laki itu. Posisi tubuh Adora yang lebih rendah dari tubuh Benjamin tak menyurutkan niatannya untuk menggoda sang bos. Jari-jemari lentik Adora dengan lincah menarik dasi hitam bergaris milik Benjamin, guna mempersempit jarak di antara mereka, membuat Benjamin tertari
Benjamin L. Maghani, salah seorang laki-laki yang mewariskan garis keturunan dari keluarga yang kaya seperti anak-anak konglomerat pada umumnya. Di umurnya yang masih muda, Benjamin dipercayakan untuk menjabat sebagai direktur muda dari Megha Corporation, sebuah perusahaan yang menyuplai jasa teknologi informasi yang hampir digunakan seluruh penjuru negara di dunia. Beruntung karena terlahir dengan sendok emas dalam mulutnya, Benjamin dapat mencecap kesempurnaan dari umur belia. Latar pendidikan yang sempurna, wajah rupawan yang tiada tara, dan jangan lupakan kekayaan yang menyokong kehidupannya seumur hidup, bahkan mungkin sampai keturunan-keturunannya nanti. Sekilas memang Benjamin hidup dalam kesempurnaan. Akan tetapi, kesempurnaan bukanlah kesempurnaan apabila dimiliki manusia. Benjamin tentu saja memiliki kelemahan seperti manusia di luaran sana. Satu kelemahan Benjamin yang tak terelakkan adalah .... Statusnya. Di usianya yang baru menginjak kepala tiga, Benjamin sudah menj
Moira Diatmika, nama yang begitu indah saat dilafalkan, tapi anehnya Adora kurang menyukai gagasan itu. Bukan karena Moira memiliki penampilan yang buruk; seratus persen anak perempuan itu memiliki penampilan menarik yang dapat membuat seluruh mata tertuju kepadanya. Bukan juga karena perangai Moira yang tidak dapat ditoleran, justru sebaliknya, Moira mendapat julukan malaikat tanpa sayap di sekitarnya---cenderung sering dimanfaatkan oleh para senior di tempat kerjanya karena kebaikannya dan membuat Adora selalu merasa jengkel ketika melihatnya. Apabila dibandingkan dengan Adora, Moira tentu seperti pemeran utama dalam kisah-kisah romansa, yang digambarkan sempurna; memiliki paras rupawan, hati yang baik, dan membuat pemeran utama pria---bahkan seluruh orang jatuh cinta padanya. Sementara itu Adora? Dia bukan apa-apa. Menjengkelkan. Berbeda dengan karakter Moira, Adora justru merasa dirinya seperti villain dalam kisah-kisah romansa yang memiliki rasa iri pada Moira hanya karena Benj
***"Perkenalkan nama saya Adora."Sebenarnya Benjamin paling benci sama pesta penjamuan, atau apapun bentuk pesta lainnya; seperti pesta penerimaan mahasiswa baru, perayaan kenaikan jabatan, ataupun penerimaan karyawan baru. Karena hal itu hanya membuang waktu Benjamin secara percuma. Seperti hari ini. Setelah hampir setengah jam kepala Divisi memaksa Benjamin untuk ikut bergabung dalam pesta penjamuan karyawan baru, akhirnya Benjamin mau-tidak mau menuruti kemauan kepala divisinya. Benjamin duduk di sudut meja yang tak terjamah, menontoni para senior yang duduk dan minum dengan santai sembari melemparkan candaan kepada karyawan perempuan yang usianya lebih muda. Dalam hati, Benjamin mendecih saat melihat pemandangan itu. Pesta penjamuan hanyalah akal bulus para senior untuk berbuat seenaknya; menggoda para karyawan perempuan dengan dalih senioritas. Benjamin memutar bola matanya ---mengalihkan pandangan dari penampakan di sekitarnya. Tangannya kemudian mengambil satu gelas di d
Papa? Satu kata yang menggema dalam kepala Adora saat ia membuka mata. Kedua netra Adora mengerjap saat otaknya memproses satu kata itu; Papa. Sangat jelas bagi Adora kala ia mendengar kata itu keluar dari mulut Benjamin.Benjamin sudah memiliki anak? Adora menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar mandi yang tersedia di kamarnya. Ia dapat mendengar suara rintik air yang mengucur dari sana. Benar-benar punya anak? Kriet. Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Adora menenggelamkan kembali kepalanya ke atas bantal. Ia pejam erat-erat matanya, berpura-pura masih terlelap dalam tidurnya. "Mau sampai kapan kamu berpura-pura tidur seperti itu, Adora?"Sial, Adora mengumpat dalam hatinya. Sejak kapan dia ketahuan? Bukankah aktingnya---"Setidaknya kalau kamu mau berpura-pura dan tidak ingin ketauan olehku, jangan terlalu menampakkannya. Lihatlah tanganmu yang gemetar karena mencengkram selimut itu."Mendengar perkataan Benjamin, Adora lantas membuka matanya. Dengan cengiran tak ber
"Jadi, tadi itu apa?"Gosip, berita murahan, desas-desus memang santapan terbaik bagi lidah setiap para perempuan. Sebab dengan hal itu, mereka yang bergosip merasa dirinya superior apabila dibandingkan dengan orang yang digosipkan. Mereka merasa lebih baik, lebih sempurna, lebih-lebih lainnya apabila dibandingkan dengan orang yang digosipkan. Namun, ada beberapa orang yang ikut masuk ke dalam rombongan penggosip karena mereka terlalu haus akan pengetahuan. Seakan tak cukup membaca buku pelajaran yang membosankan, mengetahui kehidupan pribadi seseorang nyatanya lebih meredakan rasa haus mereka. Seperti Irish ini, lagi-lagi dia berusaha mendapatkan berita panas mengenai Direktur Muda mereka dari sang biang onar---Adora. Pasalnya apa yang disaksikannya pagi ini begitu panas, saking panasnya, hal itu melewati perdebatan panasnya dengan Noah tadi malam. Adora yakin saat ini Irish bahkan tak ingat siapa itu Noah Octavio apabila topik pembicaraan sudah mengenai seorang Benjamin L. Maghan
Benjamin memandang lurus ke depan, melihat bentangan jalan yang sedari tadi dilewatinya. Pikirannya melalang buana, masih membekas jelas dalam kepalanya mengenai perkataan ibunya mengenai pertemuan pernikahan yang diatur untuknya. "Baiklah kalau kata Mama begitu. Aku rasa tidak ada salahnya menjalani pertemuan pernikahan ini, Ma. Atur saja jadwal temunya. Aku pasti akan datang.""Mama bersyukur kau berpikir begitu, Benjamin. Mama akan mengatur pertemuan kalian segera, lebih cepat lebih baik."Sementara itu, Adora yang duduk di sebelah Benjamin pun hanya melirikkan matanya ke arah Benjamin dan menemukan bosnya itu tengah larut dalam lamunannya. Adora mengamati ekspresi Benjamin yang datar, tampaknya laki-laki itu tidak menyadari bahwa Adora tengah memerhatikannya. Dalam hati kecil Adora, ia bertanya-tanya, benarkah perkataan Irish kemarin? "... Kalau tidak salah aku pernah mendengar rumornya. Pak Benjamin sudah memiliki anak. Sepertinya tidak. Tapi, sepertinya iya. Kalau tidak salah
Mendengar Adora menyebut namanya, Virendhra tak kuasa menahan semburat merah yang muncul di kedua pipinya, membuat Adora yang melihat pemandangan itu tak kuasa menahan dirinya untuk tidak melebarkan senyumannya. Benar kata para gadis di grup, Virendhra memang terlihat sangat imut apabila bertemu langsung. Apalagi, laki-laki itu terlihat malu-malu di hadapannya, membuat Adora gemas sendiri saat melihatnya, rasanya dia ingin mencubit kedua pipi laki-laki itu, tapi Adora masih ingat tempat dimana dia berada. Dia harus menjaga sikap kalau tidak mau membuat masalah. Adora kemudian mengalihkan pikiran kotornya dengan kembali berbincang, "Bagaimana kabarmu, Vi? Masih kuat dengan Direktur Wawan?" Ujar Adora dengan nada bercanda, tetapi Virendhra menanggapinya dengan serius---terlihat dari punggung laki-laki itu yang langsung menegap begitu nama Direktur Wawan disebut dalam pembicaraan. Virendhra membenarkan kacamatanya dengan gerakan tubuh yang kaku saat menjawab pertanyaan Adora, "Aku bai