Selamat membaca, semoga kalian suka, ya, Bre. Jangan lupa vote.
Di bawah desir bayu, pikiran Nick melayang mengelilingi sebuah memori. Nick terbelenggu dalam sebuah nama, “Jess”. Ia hanyut dalam denyut kesetiaan yang lemah. Tanpa diduga, mendung berarak di pelupuk matanya, ia tercabik dalam ruang rindu yang terasing. Mengapa ia bisa melupakan cinta sucinya setiap kali bersanding dengan wanita yang selama ini membasuh kegersangan hatinya? Berkhianat adalah ciri khas seorang pecundang bermuka dua. Dan itulah wajahnya saat ini. Gejolak di hatinya memberi efek getar di bahunya hingga sentuhan lembut seseorang tak mampu membuatnya tersadar. Tiba-tiba, pelukan lembut menghangatkan tubuhnya, menghentikan gelombang yang mengoyak kalbunya. Nick tersenyum, menatap wajah teduh wanita yang merengkuhnya. “Masma, kau belum tidur?” “Aku melihatmu sedang bersedih. Bagaimana aku bisa tidur?” “Kau harus banyak istirahat, sebentar lagi kau akan melahirkan.” “Nick!” Masma memegangi perutnya. “Apa sudah wak
Nick mengerjap, rasa nyeri mengalir ke seluruh tubuh. Kadarnya naik beberapa tingkat jika terjadi pergerakan di tubuh. Sengat mentari membuat kulit mengeluarkan cairan dari dalam pori-pori. Nick memindai sekeliling, ada perahu kecil di bibir sungai. Jika dilihat dari debu yang menempel, badan perahu yang tingginya melampui dirinya itu diperkirakan telah terdampar selama bertahun-tahun. Mungkin, kapal itulah yang membuatnya kehilangan kesadaran. Nick membuang pandangan ke sisi kanan, dengkuran halus terdengar dari sana, ia merasa lega melihat bayinya baik-baik saja. Jagoan kecil itu tidur nyenyak di dada Mehmet dengan posisi tengkurap. Pelan, ia mengambilnya agar tidak terbangun kemudian menepuk pelan bahu Mehmet. Kelopak mata pria keturunan Arab itu naik turun, beberapa detik ia butuhkan untuk mencapai kesadaran yang purna. Mehmet duduk menghadap barisan rumah yang terlihat kecil di lensa mata. Rumah itu berdiri di sepanjang sisi sungai. Kedua pria itu memeri
Di kantor polisi, Nick diperlihatkan sebuah video rekaman cctv di sebuah ruang pasien rawat kejiwaan. Di sana terlihat seorang lelaki yang beberapa kali berteriak histeris dan mengoceh sendiri layaknya orang gila. Keadaan fisiknya sangat mengerikan. Sebelah kaki dan tangannya dibalut perban, sedangkan wajahnya penuh luka sobekan. Yang membuat Nick terkejut adalah dia mengenalinya. “Jacob Alfonso!” “Kau dikelabuhi olehnya. Dia mengalami gangguan mental sejak lama. Apa yang dikatakannya semuanya bohong!” “Tidak! Itu tidak mungkin, Letnan!” “Kami menyayangkan semua ini, Tuan Erhan. Andai kalian tak berteman dengannya, kau dan temanmu tidak perlu berada di balik penjara bahkan kalian sudah menjadi agen rahasia pemerintah.” Letnan Fernando menyodorkan beberapa berkas tentang kesehatan mental Jacob dan beberapa surat penting mengenai undangan dan permintaan presiden yang telah dibuat lama. Nick tidak kuasa menahan rasa kejutnya
Jess meraih jaket kulit yang menggantung di sembarang tempat, ia memutuskan untuk mencari kedua anaknya di luar rumah. Ia tidak bisa berdiam diri dalam terpaan kalut. Sebuah kuda besi ia pilih untuk menemaninya membelah teriknya matahari. Pacuan mesin sengaja dilambatkan agar penglihatannya mudah untuk menelisik semua tempat. Tepat di sebuah toko buku, Jess menepikan roda duanya. Suasana yang lengang, hanya ada seorang wanita yang tengah bersiap-siap untuk menutup toko.“Nyonya, ada yang bisa saya bantu?” Gadis yang tampak seusia dengan putrinya menyapa di sela-sela kesibukan.“Di mana Elfara?”“Semua karyawan sudah pulang. Apakah anda ibunya Elfara?”“Ya, kapan Elfara pulang?”“Satu jam yang lalu. Apa kau ingin minum kopi dulu?”“Tidak, terima kasih! Kau manis sekali. Ini untukmu!” Jess mengeluarkan beberapa benda kenyal dari saku jaket. Gadis berkulit put
“Dev!” Jess terperanjat mendapati anak lelakinya terkapar di lantai kamarnya. Jess cepat-cepat merapikan ranjang miliknya kemudian meletakkan tubuh pemuda tinggi itu ke atas kasur dengan susah-payah. Sensasi yang mengalir ke syaraf-syaraf menimbulkan efek kejang yang melelahkan. Dev meracau dengan gerakan bola mata yang tak tentu arah. Beberapa kali ia menjerit memegangi kepala. Pemuda itu terguling lalu merayap ke meja dan mengacak semua barang. Gusar, Jess mengacak-acak kotak obat hingga akhirnya ia menemukan sesuatu yang dicarinya. “Dev, hentikan!” Dev menoleh tanpa mengatakan apa-apa, persis seperti orang bisu. Dev berjalan ke arah ibunya seperti mayat hidup lalu meletakkan kedua lengannya di bahu kecil Jess hingga wanita itu sedikit terhuyung. Kepala Dev yang menunduk segera diangkat. Tanpa diduga-duga, cairan hangat berbau busuk menyembur dari mulut mengenai seluruh wajah Jess. Dev kemu
Elfara melepas mantel basah yang sengaja ia pakai selama perjalanan pulang. Gadis itu tahu bahwa ibunya pasti akan mencecarnya dengan banyak pertanyaan tentang pakaian baru yang Joana berikan. Selepas itu, ia segera membersihkan diri dan bersiap menuntut jawaban atas perlakuan ibunya terhadap gadis muda yang menjadi bosnya. Ia mengambil handuk yang tengah merentang di tempat khusus penjemuran.Untuk sampai ke tempat itu, tentu saja ia harus melewati kamar Dev dan ibunya. Ia bisa melihat pintu kamar ibunya yang sedikit terbuka dan dapat mendengar samar suara berisik yang berasal dari dalam sana. Elfara tidak tahu persis apa yang bicarakan, gadis itu hanya melihat Dev melempar pil-pil dan berteriak pada ibunya. Elfara menempelkan telinganya di daun pintu, demi bisa mendengar mereka.“Kenapa sepi?” Elfara bergumam, ia merasakan daun pintu yang mulai menjorok ke dalam. Gadis itu gelagapan melihat Dev tiba-tiba membuka pintu. Pemuda y
Elfara memandang berkas-berkas di tangannya dengan mata berkaca-kaca. Rasa lelah bercampur putus asa yang merenggut ketenangannya, entah bagaiamana Elfara mengatasinya. Selama beberapa hari, gadis itu telah menyusuri tempat-tempat di seluruh sudut kota untuk mencari pekerjaan. Namun, usahanya belum membuahkan hasil.Dari tempat usaha berskala besar hingga tempat usaha berskala kecil menolak mempekerjakannya dengan satu alasan yang sama yakni tidak mampu menggaji putri dari seorang konglomerat yang digadang-gadang memiliki kekayaan yang belum mampu disaingi oleh siapa pun. Sungguh alasan yang tidak masuk akal menurut Elfara. Selama bertahun-tahun, gadis bermata lentik itu terbiasa hidup mandiri.Ia tidak bisa membayangkan, bagaimana kehidupannya tanpa pekerjaan. Baginya, bekerja adalah satu-satunya kegiatan yang dapat mengisi kekosongan hatinya. Kesedihan gadis berkacamata itu hampir meledak memikirkan semua itu. Jika saja ibunya tidak membua
Di permulaan malam, di mana kelopak-kelopak mega mulai menguncup melewati batas kepurnaan, sayat-sayat sembilu mulai berarak mengepung jiwa yang bertahun-tahun terjebak di kegulitaan yang tak bersekat. Kepingan rindu yang melebur bersama rasa dosa terakumulasi, membentuk bola amarah yang telah meledak hebat.Di ruang menyedihkan inilah raga Nick meratap. Membiarkan kulitnya terpapar udara panas yang keluar dari bilik kubus bawah tanah. Sebuah konsekuensi yang harus ditelannya bulat-bulat akibat ulah iblisnya terhadap Jacob yang kini tengah di ambang sekarat. Tulang-tulang jemarinya yang keras bertanggungjawab atas kejadian tak diinginkan itu.Dua puluh menit yang lalu, pria gagah yang mulai berjampang lebat itu mengendap-endap ke ruang penjaga untuk mengambil kunci sebuah ruang rawat yang menjadi incarannya bertahun-tahun. Dengan mengenakan seragam pelayan, Nick berhasil mengecoh petugas dengan trik klisenya.“Tuan