Bayu bertiup menyingsing dedaunan, menjalanankan tugas di alam semesta. Mehmet menyembulkan sedikit kepala dari lubang kecil yang tertutup balok, memindai keadaan sekeliling. Setelah memastikan keadaan aman, Mehmet keluar dari terowongan kecil bawah tanah. Ia berjalan ke arah sungai dengan menggenggam sebuah kapak yang terbuat dari batu yang diruncingkan dan bambu yang ujungnya juga diruncingkan.
Mehmet memusatkan bola mata ke target incarannya dan dengan gerakan cepat, ia menangkap dua ekor ikan dalam waktu yang singkat. Ia membakar hasil buruannya menggunakan api yang ia hasilkan dari tenaga surya. Hidup di hutan selama beberapa tahun mengajarkannya banyak hal, terutama dalam perihal pertahanan diri.Mehmet melahap buruan tak seberapanya seraya menajamkan indera pendengaran. Pengalaman hidup menuntunnya untuk selalu mawas diri. Suara gemericik air yang tersamar di balik desau angin mengalir ke lubang telinganya. Suaranya yang sedikit berbeda dengan suara arus padDi kediaman Erhan, tampak seorang gadis kecil keluar dari gedung tinggi bernuansa putih tulang. Ia berjalan menuju taman kecil di samping rumah. Melihat aneka kupu-kupu yang terbang beriringan menghinggapi bunga-bunga. Senyum mengembang sekilas kemudian pupus. Bola matanya lurus, memandang kosong objek yang ada. Mendung berarak meredupkan wajah putihnya. “Elfara! Kau di sini? Aku mencarimu ke mana-mana.” Seorang wanita berusia tiga puluh tujuh tahun berlari kecil menghampiri gadis kecil yang dipanggilnya. Elfara menoleh sekilas, kemudian meneruskan aktivitasnya kembali. “Kau suka kupu-kupu itu?” Elfara diam, tak tertarik untuk menjawab pertanyaan basi wanita yang merawatnya sejak bayi itu. “Misca, apa mommy akan pulang malam lagi hari ini?” Perempuan berambut pirang itu tampak bingung dengan pertanyaan Elfara. “Em, Tante kurang tahu, sayang. Sekarang, Elfara masuk dulu, yuk! Tante sudah menyiapkan sarapan enak untuk Elfara.”
Di bawah desir bayu, pikiran Nick melayang mengelilingi sebuah memori. Nick terbelenggu dalam sebuah nama, “Jess”. Ia hanyut dalam denyut kesetiaan yang lemah. Tanpa diduga, mendung berarak di pelupuk matanya, ia tercabik dalam ruang rindu yang terasing. Mengapa ia bisa melupakan cinta sucinya setiap kali bersanding dengan wanita yang selama ini membasuh kegersangan hatinya? Berkhianat adalah ciri khas seorang pecundang bermuka dua. Dan itulah wajahnya saat ini. Gejolak di hatinya memberi efek getar di bahunya hingga sentuhan lembut seseorang tak mampu membuatnya tersadar. Tiba-tiba, pelukan lembut menghangatkan tubuhnya, menghentikan gelombang yang mengoyak kalbunya. Nick tersenyum, menatap wajah teduh wanita yang merengkuhnya. “Masma, kau belum tidur?” “Aku melihatmu sedang bersedih. Bagaimana aku bisa tidur?” “Kau harus banyak istirahat, sebentar lagi kau akan melahirkan.” “Nick!” Masma memegangi perutnya. “Apa sudah wak
Nick mengerjap, rasa nyeri mengalir ke seluruh tubuh. Kadarnya naik beberapa tingkat jika terjadi pergerakan di tubuh. Sengat mentari membuat kulit mengeluarkan cairan dari dalam pori-pori. Nick memindai sekeliling, ada perahu kecil di bibir sungai. Jika dilihat dari debu yang menempel, badan perahu yang tingginya melampui dirinya itu diperkirakan telah terdampar selama bertahun-tahun. Mungkin, kapal itulah yang membuatnya kehilangan kesadaran. Nick membuang pandangan ke sisi kanan, dengkuran halus terdengar dari sana, ia merasa lega melihat bayinya baik-baik saja. Jagoan kecil itu tidur nyenyak di dada Mehmet dengan posisi tengkurap. Pelan, ia mengambilnya agar tidak terbangun kemudian menepuk pelan bahu Mehmet. Kelopak mata pria keturunan Arab itu naik turun, beberapa detik ia butuhkan untuk mencapai kesadaran yang purna. Mehmet duduk menghadap barisan rumah yang terlihat kecil di lensa mata. Rumah itu berdiri di sepanjang sisi sungai. Kedua pria itu memeri
Di kantor polisi, Nick diperlihatkan sebuah video rekaman cctv di sebuah ruang pasien rawat kejiwaan. Di sana terlihat seorang lelaki yang beberapa kali berteriak histeris dan mengoceh sendiri layaknya orang gila. Keadaan fisiknya sangat mengerikan. Sebelah kaki dan tangannya dibalut perban, sedangkan wajahnya penuh luka sobekan. Yang membuat Nick terkejut adalah dia mengenalinya. “Jacob Alfonso!” “Kau dikelabuhi olehnya. Dia mengalami gangguan mental sejak lama. Apa yang dikatakannya semuanya bohong!” “Tidak! Itu tidak mungkin, Letnan!” “Kami menyayangkan semua ini, Tuan Erhan. Andai kalian tak berteman dengannya, kau dan temanmu tidak perlu berada di balik penjara bahkan kalian sudah menjadi agen rahasia pemerintah.” Letnan Fernando menyodorkan beberapa berkas tentang kesehatan mental Jacob dan beberapa surat penting mengenai undangan dan permintaan presiden yang telah dibuat lama. Nick tidak kuasa menahan rasa kejutnya
Jess meraih jaket kulit yang menggantung di sembarang tempat, ia memutuskan untuk mencari kedua anaknya di luar rumah. Ia tidak bisa berdiam diri dalam terpaan kalut. Sebuah kuda besi ia pilih untuk menemaninya membelah teriknya matahari. Pacuan mesin sengaja dilambatkan agar penglihatannya mudah untuk menelisik semua tempat. Tepat di sebuah toko buku, Jess menepikan roda duanya. Suasana yang lengang, hanya ada seorang wanita yang tengah bersiap-siap untuk menutup toko.“Nyonya, ada yang bisa saya bantu?” Gadis yang tampak seusia dengan putrinya menyapa di sela-sela kesibukan.“Di mana Elfara?”“Semua karyawan sudah pulang. Apakah anda ibunya Elfara?”“Ya, kapan Elfara pulang?”“Satu jam yang lalu. Apa kau ingin minum kopi dulu?”“Tidak, terima kasih! Kau manis sekali. Ini untukmu!” Jess mengeluarkan beberapa benda kenyal dari saku jaket. Gadis berkulit put
“Dev!” Jess terperanjat mendapati anak lelakinya terkapar di lantai kamarnya. Jess cepat-cepat merapikan ranjang miliknya kemudian meletakkan tubuh pemuda tinggi itu ke atas kasur dengan susah-payah. Sensasi yang mengalir ke syaraf-syaraf menimbulkan efek kejang yang melelahkan. Dev meracau dengan gerakan bola mata yang tak tentu arah. Beberapa kali ia menjerit memegangi kepala. Pemuda itu terguling lalu merayap ke meja dan mengacak semua barang. Gusar, Jess mengacak-acak kotak obat hingga akhirnya ia menemukan sesuatu yang dicarinya. “Dev, hentikan!” Dev menoleh tanpa mengatakan apa-apa, persis seperti orang bisu. Dev berjalan ke arah ibunya seperti mayat hidup lalu meletakkan kedua lengannya di bahu kecil Jess hingga wanita itu sedikit terhuyung. Kepala Dev yang menunduk segera diangkat. Tanpa diduga-duga, cairan hangat berbau busuk menyembur dari mulut mengenai seluruh wajah Jess. Dev kemu
Elfara melepas mantel basah yang sengaja ia pakai selama perjalanan pulang. Gadis itu tahu bahwa ibunya pasti akan mencecarnya dengan banyak pertanyaan tentang pakaian baru yang Joana berikan. Selepas itu, ia segera membersihkan diri dan bersiap menuntut jawaban atas perlakuan ibunya terhadap gadis muda yang menjadi bosnya. Ia mengambil handuk yang tengah merentang di tempat khusus penjemuran.Untuk sampai ke tempat itu, tentu saja ia harus melewati kamar Dev dan ibunya. Ia bisa melihat pintu kamar ibunya yang sedikit terbuka dan dapat mendengar samar suara berisik yang berasal dari dalam sana. Elfara tidak tahu persis apa yang bicarakan, gadis itu hanya melihat Dev melempar pil-pil dan berteriak pada ibunya. Elfara menempelkan telinganya di daun pintu, demi bisa mendengar mereka.“Kenapa sepi?” Elfara bergumam, ia merasakan daun pintu yang mulai menjorok ke dalam. Gadis itu gelagapan melihat Dev tiba-tiba membuka pintu. Pemuda y
Elfara memandang berkas-berkas di tangannya dengan mata berkaca-kaca. Rasa lelah bercampur putus asa yang merenggut ketenangannya, entah bagaiamana Elfara mengatasinya. Selama beberapa hari, gadis itu telah menyusuri tempat-tempat di seluruh sudut kota untuk mencari pekerjaan. Namun, usahanya belum membuahkan hasil.Dari tempat usaha berskala besar hingga tempat usaha berskala kecil menolak mempekerjakannya dengan satu alasan yang sama yakni tidak mampu menggaji putri dari seorang konglomerat yang digadang-gadang memiliki kekayaan yang belum mampu disaingi oleh siapa pun. Sungguh alasan yang tidak masuk akal menurut Elfara. Selama bertahun-tahun, gadis bermata lentik itu terbiasa hidup mandiri.Ia tidak bisa membayangkan, bagaimana kehidupannya tanpa pekerjaan. Baginya, bekerja adalah satu-satunya kegiatan yang dapat mengisi kekosongan hatinya. Kesedihan gadis berkacamata itu hampir meledak memikirkan semua itu. Jika saja ibunya tidak membua