Home / Urban / Badai Sang Pemberani / 002. Penemuan Mayat

Share

002. Penemuan Mayat

Author: Iq Nst
last update Last Updated: 2025-08-08 10:19:29

Mobil SUV hitam melaju di kegelapan malam menuju sebuah gedung megah yang berdiri kokoh di lingkungan perkotaan.

Ringo keluar lebih dulu meninggalkan Julia dan Toni di sana. Ia berjalan menuju pos sekuriti dan mengambil gelas lalu menyeduhnya dengan kopi. Kemudian ia duduk sambil menyalakan rokok.

Seorang securiti menatapnya dan menawarkan beberapa permen. Ringo mengambil tanpa banyak bicara.

Sementara mobil SUV kembali melaju meninggalkan gedung menuju sebuah apartemen tempat tinggal Julia.

Sambil menyetir Toni melirik ke arah Julia dan berbicara dengan nada lembut.

"Bagaimana kalau malam ini kita habiskan untuk berpesta. Ya... sambil menunggu pagi," ucapnya sambil memegang tangan Julia.

Julia menoleh dan melepaskan tangannya dari Toni. "Aku ingin istirahat, Toni. Aku capek."

Toni melaju tampak gurat kecewa di wajahnya.

Mobil SUV tiba dan sampai di sebuah apartemen mewah. Julia membuka pintu mobil, lalu turun. Tanpa basa-basi, ia tinggalkan Toni yang menatapnya sampai menghilang di balik dinding gedung.

Toni menyalakan mesin dan melaju pergi dengan perasaan kecewa.

Siapakah Toni, Julia, dan Ringo sebenarnya?

Kita akan kupas sekilas jati diri dari ketiganya:

*Toni. Pemuda berusia 29 tahun. Salah satu kepercayaan dari bos sindikat mafia. Matanya sipit dengan kulit pucat, wajah khas oriental, dia seorang pemberani walau kadang gampang emosi. Jago berkelahi. Sudah banyak orang yang hancur di tangannya.

Toni sudah lama menaruh hati pada rekan cantiknya yang bernama Julia. Namun cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Julia bukan hanya kepercayaan dari sang bos mereka, tapi ia juga merupakan kekasihnya. Kecantikan Julia membuat hati sang bos menjadi terpikat. walaupun hubungan mereka tanpa ikatan. Tapi hal itu cukup untuk membuat Toni mundur dan tak berani melangkah terlalu jauh dalam mendekati Julia.

*Julia. Wanita cantik, blasteran Jawa dan eropa, tinggi semampai, wajah cantik dengan pesona campuran yang bisa membuat pria melayang menatapnya. Namun di balik kecantikan, tersembunyi kekejaman seperti iblis. Banyak darah yang tumpah akibat kekejamannya. Julia ibarat dewi yang hidup seperti bayang-bayang kematian bagi musuh-musuhnya.

*Ringo. Pria berusia 35 tahun, berwajah dingin. Sangat kejam. Nalurinya seperti binatang buas. Tak punya perasaan. Sangat jago berkelahi. Kekuatan fisiknya mampu mengalahkan banteng terkuat. Walaupun ukuran tubuhnya tergolong sedang bagi ukuran pria dewasa, namun kekuatan dan kekejamannya seperti iblis penghisap darah.

Ringo berasal dari daerah Indonesia bagian timur. Dia pernah mendekam dalam penjara selama sepuluh tahun. Sejak kecil dia hidup dalam kekerasan. Orang tua dan kakaknya sering menyiksanya hingga babak belur, seperti menyesali keberadaannya diantara mereka. Rasa iri dan sakit hati membekas dalam diri Ringo sejak kecil. Perlakuan orang tuanya yang tidak adil dan kekejaman saudaranya membuat Ringo remaja berubah menjadi iblis.

Pada saat Ringo berusia 15 tahun, ia membunuh seluruh keluarganya dengan cara memenggal kepala mereka dengan sebuah golok.

Ringo tak pernah menyesal atas perbuatannya. Ia akhirnya di hukum oleh pengadilan. Atas pertimbangan usia Ringo yang kala itu masih dibawah umur, akhirnya pengadilan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara.

Setelah keluar dari penjara. Sosok Ringo berubah menjadi pembunuh kejam. Ringo menjadi preman jalanan. Menjadi penjagal. Dia akan lakukan apa saja pekerjaan untuk bertahan hidup.

Hingga akhirnya, tiga tahun yang lalu, seorang bos mafia penomena mendengar keberadaan sang penjagal. Sang bos lalu merangkulnya untuk bergabung dalam bisnis gelap yang ia jalani. Sejak saat itu, kehidupan Ringo berubah drastis. Dia menjadi salah satu kepercayaan dari sang bos. Statusnya bisa di sejajarkan dengan Julia dan juga Toni dalam bisnis yang di jalankan saat ini.

Begitulah gambaran ke tiga tokoh yang menjadi gerbang menuju sang bos mafia. Bagi yang mengenal tentu akan berfikir seribu kali jika berurusan dengan mereka.

*****

Gerimis masih belum juga reda ketika kabar itu datang. Sebuah karung ditemukan terdampar di pinggir sungai kecil di daerah pinggiran kota. Bau anyir darah bercampur lumpur segera menusuk hidung para warga yang pertama kali menemukannya. Begitu karung itu dibuka, semua orang yang hadir terdiam, sebagian menutup mulut, sebagian lagi mundur perlahan.

Di dalamnya, tubuh seorang pemuda terbujur kaku. Kepalanya berlumuran darah, tampak luka parah di pelipis kanan--jelas akibat pukulan benda tumpul. Lehernya penuh lebam, bibirnya pecah, dan jemarinya terkepal seperti menahan sesuatu sebelum mati. Wajahnya pucat, dingin, namun menyimpan bekas rasa takut di detik-detik terakhir hidupnya.

Polisi yang tiba di lokasi segera mengidentifikasi korban. Namanya Gibran, usia 25 tahun. Beberapa warga mengenalnya sebagai wartawan lepas yang sering meliput kasus-kasus sensitif di kota ini. Namun, data resmi menunjukkan bahwa dalam beberapa bulan terakhir, Gibran bekerja sebagai sekuriti di PT. Sinar Surya--perusahaan yang masih tergolong baru, namun kemajuan bisnisnya berkembang sangat cepat.

Brigadir Wisnu, seorang detektif muda dengan insting tajam, berdiri membeku di sisi karung itu. Tatapannya tak lepas dari wajah pucat sahabat lamanya itu. Ia dan Gibran pernah berjuang bersama membongkar jaringan kejahatan di kota ini. Gibran adalah informannya yang paling berani dan setia, sering menyusup ke lingkaran berbahaya demi mendapatkan kebenaran.

Kini, tubuh itu terbujur kaku di hadapannya, menjadi saksi bisu bahwa permainan yang sedang mereka hadapi jauh lebih berbahaya daripada dugaan awal.

Wisnu berjongkok, menatap luka di kepala Gibran. "Pukulan benda keras... dilakukan dari jarak dekat," gumamnya pelan.

Tangannya mengepal di saku jaketnya, menahan gejolak emosi yang membakar dada. Ia tahu, ini bukan pembunuhan acak. Gibran dibungkam.

Dugaan sementara tim forensik mengarah pada pembunuhan terencana. Tidak ada tanda perampokan, tidak ada barang berharga yang hilang - hanya nyawa yang direnggut. Gibran mungkin telah menyentuh rahasia yang seharusnya tidak ia ketahui.

Di bawah langit yang masih meneteskan gerimis, Wisnu berjanji pada dirinya sendiri. "Siapa pun yang melakukan ini... aku akan menemukanmu." Ia tahu, jalannya tidak akan mudah. Jejak yang ia ikuti bisa membawanya ke dalam sarang yang sama yang telah menelan nyawa Gibran.

Namun di balik rasa duka, terselip api tekad. Gibran bukan hanya korban - ia adalah pesan peringatan. Dan Wisnu, dengan setiap detak jantungnya, bersumpah akan membongkar semua rahasia kotor yang tersembunyi di balik kematian sahabatnya itu.

Malam itu, di tepian sungai yang sunyi, dimulailah perburuan yang akan mengubah hidupnya selamanya.

IBLIS TAK SELALU DATANG DENGAN TANDUK DAN API, KADANG IA BERWUJUD MANUSIA YANG TERSENYUM MANIS. KEKEJAMAN BUKAN HANYA MENGHUNUS PEDANG. TERKADANG IA MEMBUNUH PERLAHAN DENGAN TIPU DAYA. HATI YANG GELAP DAN SANGGUP MENELAN CAHAYA, DAN KETIKA ITU TERJADI, MANUSIA PUN BISA BERBUAT LEBIH KEJAM DARI IBLIS ITU SENDIRI. BAHKAN IBLIS YANG TAK TERLIHAT DALAM WUJUD SEBENARNYA LEBIH BERBAHAYA JIKA HADIR DI ANTARA MANUSIA.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iq Nst
komen ya...jangan lupa
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Badai Sang Pemberani   057. Pelarian Malam

    Sekitar dua kilometer dari desa nelayan itu, empat kendaraan tanpa plat nomor diam diam melintasi jalan tanah yang sunyi, tanpa lampu menyala. Di dalamnya, delapan orang polisi khusus dari unit anti teror India tengah mempersiapkan penyergapan. Dua di antaranya adalah pembunuh bayaran berdarah dingin yang sudah menerima instruksi dari Alvaro."Target harus hidup hanya untuk beberapa menit interogasi. Setelah itu, pastikan mereka lenyap untuk selamanya."Komandan unit, pria bernama Inspektur Dinesh Verma, telah menerima laporan dari seorang informan anonim, bahwa buronan internasional yang terlibat pembunuhan dua warga India dan sebagai penyusupan perairan nasional, tengah bersembunyi di sebuah rumah panggung tua di ujung desa pesisir.Dines mengecek jam tangannya. 03.24 dinihari. Waktu ideal untuk membekuk target tanpa menarik perhatian warga desa."Jangan bersuara. Gunakan peluru senyap. Tangkap mereka hidup-hidup jika bisa. Tapi kalau melawan..." Dinesh mengisyaratkan lehernya deng

  • Badai Sang Pemberani   056. Desa Persembunyian

    Langit pagi di desa nelayan itu seakan selalu lebih lembut bahkan lebih dari yang lain. Kabut tipis masih menggantung di atas laut, dan bau asin yang bercampur aroma kayu bakar menyambut setiap langkah. Rumah rumah berdinding bambu dan beratap ilalang berdiri rapuh namun hangat, seperti masyarakatnya yang sederhana tapi penuh penerimaan. Valeri duduk di atas dermaga kayu kecil, kakinya menjuntai menyentuh air laut yang jernih. Wajahnya yang biasanya tegar tampak teduh, tersapu sinar matahari pagi. Di sampingnya, Badai memancing dalam diam, namun hatinya tidak tenang. Bukan karena ikan yang enggan datang, tapi karena dia tahu kedamaian ini bisa sewaktu waktu runtuh. Valeri berbicara pelan: "Badai....kalau hidup kita normal, mungkin pagi seperti ini seperti biasa ya. Tapi sekarang...rasanya seperti mimpi." Badai melirik sekilas: "Mimpi yang bisa runtuh kapan saja. Desa ini seperti jeda di antara dua peluru." Valeri tersenyum samar: "Tapi aku bahagia...kalau kamu ada di sisiku. Ba

  • Badai Sang Pemberani   055. Mimpi Sepasang Kekasih

    Di tengah pelabuhan sepi yang hanya diisi suara debur ombak dan denting rantai kapal, Alfaro berdiri mengenakan mantel hitam panjang, wajahnya tersembunyi dalam bayang. Di hadapannya, seorang perwira polisi india berpangkat menengah dan dua pria bertubuh kekar, bertato, dengan mata seperti binatang pemburu.Dua orang itu bukan orang sembarangan. Mereka adalah pembunuh bayaran yang dikenal dalam dunia hitam India selatan bernama Rajan dan Babu bersaudara, ahli dalam beladiri dan pembunuhan senyap.Alvaro berbicara dengan datar dan tenang dalam bahasa inggris:"Saya tidak bayar kalian untuk memastikan mereka hidup. Saya bayar kalian untuk memastikan....mereka mati. Kalau mereka sudah mati, bagus. Tapi kalau mereka masih bernapas....pastikan napas itu adalah yang terakhir."Babu, salah seorang dari pembunuh bayaran menyela:"Kami tidak membunuh anak anak atau wanita."Salah seorang pembunuh bayaran yang bernama Rajan ikut menyela sambil tertawa dingin. "Kecuali bayarannya bagus. Dan kam

  • Badai Sang Pemberani   054. Keyakinan yang Tetinggal

    Di balik dinding kaca vila yang megah dan taman tropis yang sempurna, Mellisa duduk sendiri di ruang kerja pribadinya. Senyap. Laptop tertutup. Telepon genggamnya tak berhenti bergetar. Pesan dari media, pengacara, bahkan wartawan luar negeri. Tangannya gemetar, tapi bukan karena takut. Karena marah. Karena bingung. Karena luka. Langit sore ubud berwarna tembaga, tapi hatinya abu abu. Mellisa berjalan pelan ke jendela besar yang menghadap kolam datar. Tapi pikirannya bukan di sana. Pikirannya kembali pada malam terakhir ia melihat Valeri sebelum putrinya itu berangkat liburan ke Raja Ampat. Dua minggu yang lalu. Saat mereka bertengkar karena Alvaro. Mellisa duduk kembali di kursi rotan antik warisan keluarganya. Ia membuka album Valeri lama. Tawa penuh cahaya. "Anakku tak mungkin pembunuh." Air mata jatuh. Bukan karena lemah. Tapi karena seorang ibu yang merasa kehilangan dan percaya pada suara hatinya sendiri. ***** Mellisa mengenakan gaun krem elegan dan mantel tipis.

  • Badai Sang Pemberani   053. Belaian Dalam Mimpi

    Nelayan itu tak banyak bicara. Ia memberi mereka air minum dari botol usang dan sepotong roti kering, lalu menatap ke arah cakrawala, memastikan arah pulang. Diwajah tuanya terpahat ketenangan dan kebijaksanaan hidup yang panjang di lautan. Badai sempat bertanya namanya, tapi si nelayan hanya tersenyum samar, lalu menggeleng pelan, seolah mengatakan: namaku tak penting, yang penting kalian selamat. Sesampainya di sebuah desa nelayan kecil di pesisir india, Valeri dan Badai disambut oleh warga dengan tangan terbuka. Meski tempat itu sederhana, mereka diberi tempat untuk beristirahat, makanan hangat, dan pakaian bersih. Badai dan Valeri berterima kasih dalam diam pada kehidupan dan pada si nelayan tua yang menyelamatkan mereka tanpa meminta imbalan. Dalam remang cahaya lampu minyak, Badai duduk memandangi api kecil dari perapian buatan. Valeri mendekat, menyelimuti bahunya dengan selimut yang mereka bagi berdua. "Aku hampir tidak percaya dengan kejadian ini, dari terombang ambing d

  • Badai Sang Pemberani   052. Lompatan Di Tengah Badai

    Valeri dan Badai berdiri di bibir atap. Napas mereka memburu. Darah dan air hujan bercampur di wajah mereka. Laut mengamuk dibawah, gelap dan ganas. Tapi sebelum mereka melompat. ""Whoop whoop whoop...!!!" Sebuah helikopter tempur muncul dari balik badai! Lampu sorotnya menyorot wajah mereka. Suara bilahnya menampar udara seperti palu perang. Pintu heli terbuka. Empat pria bersenjata laras panjang mengarahkan senapan ke arah mereka. Pilot Heli berteriak melalui pengeras suara: "Letakkan diri anda!," angkat tangan!," kalian di kepung!" Valeri memicingkan mata melawan cahaya. Dari belakang, langkah kaki para penjaga menara mulai mendekat. Tangga bergetar. Mereka benar benar terjepit: Langit dan laut bersatu menjadi perangkap maut. Valeri berbisik kepada Badai: "Kalau kita bertahan di sini," kamu pasti ngerti apa yang akan terjadi." Badai menatap ke bawah dan kembali memandang Valeri. "Tapi setidaknya kalau kita melompat bersama, kita belum tahu apa yang akan terjadi n

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status