"Helo, Jira!"
Sapa Lily begitu dia telah memutarkan kursi yang tengah dia duduki. Wanita itu bahkan lantas menunjukan senyuman palsunya, bertingkah seolah tidak apa pun sebelumnya.Jira berjalan ke arah Lily, dia bersiap dengan segala makian yang akan dia lemparkan pada Lily yang masih terduduk di tempatnya. Bahkan, terlihat jelas jika Jira berniat melayangkan tangannya pada Lily. Entah memukul, atau semacamnya."Ow, Rion. Tidak apa-apa. Aku bisa menghadapinya," ucap Lily saat Rion sudah lebih sigap berdiri di depan Lily.Pria itu sengaja, menghalangi Jira agar tidak menyakiti Lily. Dia juga tidak ingin jika keributan dengan fisik terjadi di sana."Jangan menyakiti secara fisik. Kau tahu itu bukan cara yang elegan," ucap Rion memperingatkan pada Jira.Jira menatap Rion kesal. Bahkan suaminya sendiri lebih memilih melindungi Lily."Tenang, Rion. Menyingkirlah," ucap Lily bersamaan dengan tangan yang menggeser tubuh RionRentetan kalimat yang cukup panjang bisa Lily dengar di telinganya. Suara Rion yang berbisik tepat di sana bisa dia dengar dengan jelas. Dan apa yang dikatakan pria itu mampu membuatnya terkejut. Tidak pernah menyangka jika pria itu akan meminta hal seperti itu."Bagaimana, Lily?" tanya Rion begitu dia sudah kembali menjauhkan wajahnya dari telinga Lily."Kau gila?" tanya Lily balik. Kepalanya menggeleng tak percaya dengan apa yang Rion bisikan padanya.Rion mengangkat bahunya, membentuk garis lurus pada bibirnya. "Oke, aku tidak akan memaksa. Tapi, kau pikirkan baik-baik. Itu bisa menjadi sebuah keuntungan untukmu."Sekali lagi Lily menggeleng tanpa ragu. "Tentu jawabannya tetap tidak!""Okay, Love. Tapi pikirkan lagi, aku siap kalau kau mau berubah pikiran. Tinggal katakan saja padaku nantinya," ucap Rion dengan tangan yang mengusap lembut kepala Lily."Anyway, kau baik-baik saja sekarang?" tanya Rion dengan tangan yang sudah b
Sudah dua hari sejak Arsen mengetahui Lily kembali pada Rion. Pertengkaran di antara mereka berdua benar-benar membuat keduanya tak saling menghubungi satu sama lain. Nyatanya, baik Lily atau Arsen, keduanya memiliki gengsi yang tinggi untuk menghubungi terlebih dahulu. Meski pun, jelas jauh dari dalam diri mereka menginginkan penyelesaian dari masalah yang tengah di hadapi. Tidak terbiasa juga harus saling menjauh, saling merindukan di dalam hati.Sampai pada akhirnya, secara tak sengaja mereka bertemu di lift yang sama. Mengingat mereka berdua memang tinggal di gedung apartemen yang sama."Jadi, bagaimana? Aku boleh menginap sampai besok, ya?"Lily mendengarnya. Seorang gadis yang tengah menempel pada Arsen berucap demikian.Di dalam sana hanya ada mereka bertiga, alasan gadis itu tanpa ragu bergelayut di lengan Arsen."Iya, menginap saja. Tapi kau harus menurut padaku, jangan sampai membantah apa yang aku katakan," jawab Arsen.
"Jadi, mau kemana kita, Rion?"Lily mendecak kesal. Ini waktunya pulang, hari juga sudah gelap. Tapi lagi-lagi Rion membawanya dengan paksa pada tempat yang sama sekali tak diketahui Lily."Acara pertunangan adik Jira," jawab Rion tanpa beban."WHAT?! Kau gila?!"Lily menghentikan langkahnya dengan cepat. Matanya membulat sempurna menatap pada Rion yang menunjukan senyuman lebarnya. Baiklah, pria itu ternyata benar-benar gila!"Rion, kau taruh dimana otakmu itu, ha? Kau ingin aku datang ke acara keluarga Jira? Wanita itu?"Rion mengangguk tanpa beban. "Ya, betul sekali. Apa masalahnya?"Lily mengacak rambutnya frustrasi. Tak habis pikir dengan Rion yang katanya memiliki IQ di atas rata-rata tapi bodoh seperti itu. "Keluarga Jira juga pasti sudah tahu tentang aku. Kau mau mempermalukanku di sana?""Tapi, keluarga Jira tidak tahu.""What?!""Kau pikir Jira akan membiarkan keluarganya tahu kalau a
"Sial! Kenapa kamu bisa senikmat ini, huh?"Kalimat itu terus menerus terlontar dari bibir Rion yang tengah menggerakkan pinggulnya di sana. Keringat yang memenuhi seluruh tubuhnya tidak mampu membuat Rion berhenti. Pasalnya, dia tengah mencari puncak kenikmatan yang begitu dia rindukan."Shit! Kamu bahkan indah sekali," ucap Rion dengan erangan yang berusaha dia tahan.Tak memperdulikan apa yang dikatakan pria itu, wanita yang mendapat hujaman dari Rion lebih memilih untuk mendesah, menyebut nama Rion berkali-kali bersamaan dengan desahannya.Hingga pada akhirnya, mereka sampai pada puncak itu. Pelepasan yang diiringi dengan erangan hebat dari keduanya. Hingga dua tubuh yang sempat menyatu itu terpisah dan melemas. Berbaring berdampingan dengan satu selimut yang ditarik untuk menutupi tubuh mereka berdua kemudian."Kau begitu bersemangat, Rion," ucap Lily, sang wanita yang kini sudah menyamping.Rion tersenyum, menatap Lily yang kini sudah menyentuhkan jemarinya di dahi Rion. Menyeka
"Kita berhenti bertemu saja, Arsen."Arsen terkejut. Belum sampai Lily mendaratkan tubuhnya di sofa, wanita itu sudah berujar demikian."Apa maksudmu? Berhenti bertemu bagaimana? Kau mau menghindari aku? Begitu?" tanya Arsen mendesak.Mendaratkan bokongnya untuk duduk di sofa lain di sisi Arsen, Lily hanya menganggukkan kepala untuk merespon rentetan pertanyaan Arsen."Why? Kau masih marah karena tadi? Come on, Lily! Kau tahu kalau kau semakin berubah setiap harinya? Kau semakin menyeramkan." Protes Arsen masih tak terima. "Dan kau semakin mengaturku." Tepat! Lily mengatakannya dengan tepat."Aku bukan mengatur. Aku hanya tidak ingin kau terus menerus dimanfaatkan oleh pria itu! Kau tidak harus terus menerus menjadi budak seksnya." "Siapa yang mengatakan aku menjadi budak seksnya? Kita sama-sama menikmatinya. Aku juga menikmati tubuhnya, bukan hanya Rion." Lily meraih satu batang rokok milik Arsen yang tergeletak di meja. Mengapitnya dengan ibu jari dan telunjuknya."Wow! Kau bahkan
"Pak Rion, pukul dua siang nanti akan ada pertemuan dengan salah satu trainee yang akan didebutkan beberapa bulan ke depan. Dan setelah itu, kita harus bertemu dengan Arsen Lavian untuk membahas soal kontrak. Sebab, tadi pagi manager Arsen mengatakan kalau mereka ingin bertemu langsung denganmu jika ingin dia pindah ke agensi kita dengan lancar." Lily berdiri di hadapan Rion yang kini sudah duduk di kursi kerjanya.Ya, kembali pada realita. Jika Lily juga merupakan sekretaris Rion. Pria yang semalam menggagahinya. "Atur saja. Sekarang sudah jam makan siang. Kau boleh beristirahat dulu sejenak untuk makan, Nona Lily," ucap Rion dengan jas yang dia lepaskan dari tubuhnya."Baik. Kalau begitu aku permisi dulu, Aku akan kembali setelah makan siang," ucap Lily dengan sedikit menunduk pada Rion, berniat untuk berpamitan dengannya."Aku menyuruhmu untuk makan, bukan untuk pergi dari sini, Lily."Ucapan yang baru saja Rion katakan membuat Lily menghentikan langkahnya dan kembali menoleh pada
"Maaf, tapi aku memang harus mengganggu waktu kalian," ucap Lily yang baru saja masuk kembali ke dalam ruangan Rion tak lama setelah dia keluar.Kehadiran yang membuat dua orang itu menghentikan aktivitasnya."Pak Rion, Manager Arsen meminta kita bertemu hari ini. Tempatnya juga mereka yang menentukan, dia mengatakan kalau tidak ada waktu lain selain hari ini," ucap Lily setelah menyapa Jira kembali dengan senyuman tipisnya."Batalkan atau tunda saja pertemuan dengan trainee, kita lebih dahulukan untuk bertemu dengan Arsen. Aku tahu bagaimana sifat pria itu. Jadi, jangan sampai dia membatalkan rencananya untuk masuk agensi kita." Rion meraih jas miliknya, memakainya dengan terburu-buru. "Kita berangkat ke sana sekarang.""Baik."Mengecup kening wanita yang tengah terduduk, Rion memberikan satu usapan pada kepala sang istri. "Aku pergi dulu. Lebih baik kau pulang saja, kalau semuanya lancar, aku akan pulang lebih cepat," ucap Rion dengan satu kecupan lain yang diberikan pada kening Jir
"I want you. I miss yout touch, Lily."Mendengar hal itu dari bibir Arsen membuat Lily tersenyum melihat ke arahnya. "You want me so bad?" tanyanya dengan bibir bawahnya sendiri yang kemudian dia gigit. She's doin a flirty.Arsen mengangguk cepat, begitu yakin tanpa harus berpikir terlebih dahulu. Jawabannya sudah terpatri di kepala."Aku akan masuk ke dalam bersamamu," ucap Lily setengah berbisik.Hal itu lantas membuat Arsen tersenyum begitu lebar. Seolah dia tengah mendapatkan kemenangannya. Langkahnya pun nampak semakin cepat, membuat Lily harus susah payah mensejajarkan langkahnya dengan langkah lebar Arsen."Kemari." Arsen menarik tangan Lily untuk masuk ke dalam ruangan tersebut bersamanya.Lily hanya menurut, membiarkan dirinya ditarik ke dalam ruangan sebelum akhirnya Arsen mengunci pintu dan mengurung tubuhnya dengan kedua tangan, hingga punggung Lily menyentuh tembok dingin di sana.Arsen mendekatkan kepalanya, berniat meraih bibir Lily dengan bibirnya. Tetapi, pada saat be