Share

Balas Dendam Sang Putri Pewaris
Balas Dendam Sang Putri Pewaris
Author: Ajeng padmi

Iblis yang Aku Nikahi

“Ah ternyata pelarianmu sampai di sini saja manis!” 

Kiran menatap pemandangan di depannya dengan ngeri, sebuah jurang yang tidak terlihat ujungnya menganga lebar di depannya. 

Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, tapi sial orang-orang itu sudah berdiri mengepungnya. 

Kiran menatap jurang yang menganga di sampingnya dan bergidik ngeri tubuhnya pasti akan hancur kalau jatuh ke sana. 

“Bagus sekali kalian mendapatkannya.” Kiran menolehkan kepalanya dan menatap benci pada Dafa, laki-laki iblis yang masih sah menjadi suaminya itu.

Apakah tidak ada sedikipun rasa cinta di hati Dafa untuknya? Kiran menggeleng dengan keras. Bagaimana mungkin dia masih memikirkan hal itu saat Dafa berbuat sejauh ini padanya. 

“Apa yang terjadi pada orang tuaku?” tanya Kiran setelah jaraknya dengan Dafa lebih dekat. 

Laki-laki itu tersenyum sinis. Bukannya langsung menjawab dia menatap langir pagi ini dengan tenang. “Ayahku pasti bisa membalas dendam sendiri sekarang,” katanya.

Dafa menatap Kiran dengan nyalang. Dendam kematian orang tuanya berkelebat di benaknya meihat perempuan itu, anak dari pria yang telah membuat ayahnya bunuh diri.

Tulang-tulang di tubuh Kiran rasanya tak mampu lagi menopang tubuhnya. “Apa maksudmu!” sentaknya. 

Dafa menatap Kiran dengan pandangan mencemooh. “Ah si tuan putri yang suka menyombongkan dirinya ternyata sama sekali tak mampu memahami kata-kata sederhanaku.” 

Dafa melangkah mendekati Kiran dan menatap wanita itu tepat di matanya. “Orang tuamu sudah mati terpanggang saat kecelakaan itu,” katanya dengan nada gembira yang tidak dia tutupi. 

“Tapi tenang saja, jangan khawatir soal harta kalian yang banyak itu, aku akan mengurusnya tentu saja setelah memberikan kejutan seperti rencanaku semula, orang tuamu pasti akan menangis darah di alam kuburnya hahaha!” 

Setelah berkata begitu Dafa memberi isyarat pada orang-orang itu untuk menangkap Kiran, perlahan kaki Kiran mundur ke arah jurang. 

Kini, ia tak punya lagi tempat pulang. Tertangkap Dafa, berarti tersiksa selamanya.

“HHH!” 

Kiran merasa lehernya seperti teriris.

Kalung dari benang nilon berbandul batu kecubung -kalung turun temurun dalam keluarganya- itu menyangkut di sebuah batu. 

Tiba-tiba, tubuhnya seperti diliputi aura gelap yang misterius.

"Akh... Kenapa ini..."

Tangannya yang licin malah membuat benang itu lepas dari batu, begitu juga pegangan tangannya, tubuh Kiran meluncur deras ke bawah. 

“Inikah akhir hidupku,” batinnya pedih. 

Kiran memejamkan matanya dan tangannya menggenggam erat bandul kalungnya. 

“Ayah ibu maafkan aku!” 

Dan semua gelap. 

***

“Byurr!” 

Kiran mengerjapkan matanya seolah ada sekilo lem yang ditumpahkan di sana sangat berat dan sulit terbuka.

Guyuran air yang membasahi tubuhnya nyatanya tak membantu sama sekali. 

Tubuhnya terasa remuk dan sulit untuk digerakkan, dicobanya mengangkat tangan dan mengucek matanya yang lengket. 

Seraut wajah dengan mata melotot membuatnya terkejut.

Oh di mana ini, batin Kiran. 

Tempat dia berbaring begitu keras dan... bau. 

Apa dia sudah mati dan inilah alam sesudah kematian, bukankah ibunya sering bilang setelah mati kita akan dibangunkan oleh malaikat di alam kubur. 

Akan tetapi ibunya tak pernah bercerita kalau akan dibangunkan dengan guyuran air dan... sumpah serapah. 

“Bangun bodoh!” 

Tubuhnya terasa diguncang dan mau tak mau Kiran membuka mata selebar yang dia bisa, bukan malaikat seperti yang diceritakan ibunya saat ini di depannya, tapi seorang gadis beranjak dewasa berwajah culas. 

Dan Kiran tak percaya kalau itu malaikat, tapi siapa dia? 

“Siapa kamu?” tanya Kiran tak gentar. 

“Heh!” 

Bola mata gadis itu langsung melotot mendengar pertanyaan Kiran, dan tanpa bisa Kiran cegah rambutnya sudah dijambak dengan kasar, membuat kepalanya ikut tertarik ke atas.

“Aku lapar kamu malah bermalas-malasan di sini!” hardik gadis itu kesal. 

Kalau lapar ya makan kenapa harus membangunkannya. “Heh kamu tuli ya! Sana buatkan aku makanan dan jangan lupa cuci semua pakaianku! Kalau tidak aku akan bilang pada ibu biar kamu dihajar lagi!” 

Tanpa ampun gadis itu menoyor kepala Kiran. Kiran yang kesal langsung menangkap tangan wanita itu dengan keras!

"Akh! Sakit, aku akan laporkan tindakanmu ini ke mama!"

Kiran bukan orang yang suka ditindas, dia ingin melawan dengan lebih keras tapi tubuhnya begitu lemah.

Setelah puas, Kiran melepaskan tangan wanita itu yang langsung keluar dengan membanting pintu setelah memberikan ancaman pada Kiran.

"Kenapa tubuhku lemah sekali!"

Karena menggenggam tangan wanita aneh itu, tiba-tiba energinya seketika habis.

Kiran masih tak bergerak, otaknya masih belum bisa mencerna semuanya, dia menatap ke sekeliling ruangan, hanya ruangan sempit yang bahkan kamar mandi pembantu di rumahnya saja lebih luas. 

Hanya ada kasur lusuh yang sekeras batu tempatnya berbaring tadi, dan juga sebuah lemari pendek yang sudah lapuk. Tempat ini benar-benar menyedihkan. 

Kiran mencoba mengingat apa yang terjadi padanya. 

Terakhir kali dia ingat jatuh ke dalam jurang yang gelap dan dalam setelah tangannya tergelincir dari pegangan batu itu dan.. diantara keputus asaan dan kemarahan yang mengkristal Kiran hanya bisa memejamkan mata sambil mencengkeram erat kalung di lehernya, menanti ajal. 

Tanpa sadar tangan Kiran meraba lehernya dan benar saja kalung itu masih ada, bentuknya sama persis seperti sebelumnya tapi…

Kenapa tubuhnya mengecil? Dan baju kumal yang melekat di badannya ini tentu saja bukan miliknya. 

Kiran kembali menatap sekelilingnya, kamar ini begitu kecil. Kenapa tiba-tiba dia ada di sini dengan tubuh anak kecil ini? 

Dengan susah payah Kiran bangun dari ranjang itu, kakinya terasa ngilu dan ada banyak luka di sana. 

Apa setelah jatuh dari jurang itu dia lama tidak sadar dan karena itu tubuhnya menyusut. 

Tapi... 

Kiran menatap pintu ruangan, kalau dia baru sadar kenapa gadis tadi memintanya membuat makanan? 

Dengan menyeret kakinya Kiran menatap cermin lusuh di sudut ruangan dan matanya membola saat melihat wajahnya. 

"Tidak ini bukan wajahku," katanya tak terima. 

Wajah ini memang tidak cacat atau terluka, tapi tetap saja itu bukan wajahnya dan... terlalu muda. 

Tinggi badannya juga menyusut. 

Tidak ada lagi tubuh semampai dan tubuhnya kini sangat kecil bahkan bisa dibilang seperti orang kurang gizi. 

Kiran terus menatap cermin lusuh itu dan berusaha mencari jawaban pertanyaannya, tiba-tiba terdengar kidung jawa yang sangat merdu tapi mampu membuat bulu kuduknya meremang. 

Suara seorang laki-laki. 

Dengan masih menyeret kakinya Kiran mendekati jendela dan membukanya lebar, udara yang sejuk langsung masuk, terlalu sejuk bahkan menusuk tulang. 

Kidung itu terdengar dengar jelas, tapi tak nampak orang yang melantunkannya. 

"Di dunia ini, semua ada sebab dan akibat. Ada balas dan budi semua sudah berpasangan semua tak terpisahkan," Kiran menggumam berusaha mengartikan kidung aneh itu yang dilantunkan berulang-ulang meski hanya satu kalimat. 

Padahal langit pagi ini begitu indah tapi kidung itu membuatnya serasa masih di tengah malam yang sunyi. 

"Ini pasti halusinasiku saja, nanti juga aku akan bangun seperti sedia kala," gumam Kiran sambil menggeleng tak percaya. 

Tangannya bergerak untuk mencubit lengannya sendiri. 

"Auww." sakit sekali ternyata, jadi ini bukan mimpi, lalu apa yang terjadi? 

Kiran melangkah mundur dan buru-buru menutup jendela itu. 

"Heh masak sana!" 

Kiran menoleh dan seorang wanita paruh baya menatapnya dengan tajam, wajahnya sedikit mirip gadis tadi, mungkin dia ibunya. 

Tanpa permisi wanita itu menlemparkan sekeranjang sayur dan bahan makanan lainnya pada Kiran. 

"Tunggu!" 

Kali ini Kiran melangkah cepat melintasi ruangan sempit  itu tak dia pedulikan lagi kakinya yang nyeri. 

"Kamu siapa kenapa aku ada di sini?" tanya Kiran. 

Bukannya menjawab wanita itu malah memukul kepala Kiran. Kiran tentu saja tak terima, ia lantas mendorong tubuh wanita itu dengan sekuat tenaga sampai terjengkang!

Wanita tersebut terkejut seraya berusaha berdiri. Ia tak menyangka, orang yang biasanya ia tindas, kini balik melawannya.

"Sudah berani kamu melawanku, ingat kamu hanya numpang di sini, jangan coba-coba melawanku!" 

"Numpang? Kenapa aku bisa ada di sini?" cecar Kiran. 

Tapi lagi-lagi bukan jawaban yang dia terima tapi pukulan di tubuhnya yang sudah terasa remuk. 

Kiran tak bisa lagi melawan, energi di tubuhnya benar-benar habis dan tak bersisa.

"Heh Ayu! pembawa sial! karena kamu bapak ibumu mati! sudah untung aku mau menampungmu di sini! dasar anak pembawa sial!"

"Mala! Bantu ibu membuat tikus ini diam!"

Wanita yang dipanggil pun muncul seraya membawa gagang sapu, lantas langsung memukul Kiran tanpa ampun.

Kiran memutar otaknya cepat. "Aku sudah menghubungi polisi kalian akan segera ditangkap jika aku mati!" teriaknya cepat. 

Pukulan itu berhenti, tapi kondisinya tak lebih baik, tubuhnya yang tadi masih sakit kini malah sulit untuk berdiri meski dia bercoba berkali-kali. 

"Ibu anak ini sudah bertingkah, dia sama sekali tidak menghormati ibu, sudah untung dia masih bisa tinggal di sini setelah bapaknya mati." 

"Memang kalian siapa bisa seenaknya memukulku!"

Kiran kembali berusaha untuk berontak. Seumur hidupnya, ia tak pernah sudi direndahkan oleh orang lain.

"Aku ibu tirimu istri ayahmu, dan juga nyonya rumah ini. Dengar Ayu, bapakmu sudah mati jadi kamu harus menuruti semua perintahku kalau kamu ingin selamat." 

Mendengar perkataan perempuan itu, Kiran seketika terdiam seraya berpikir.

Ayu, itu bukan namanya tapi kenapa terasa sangat familiar.

Apa yang terjadi dengan dirinya? 

Kiran berusaha mengingat kejadian sebelumnya, kenapa dia berubah menjadi Ayu seperti yang mereka sebut?

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Weli Nalle
keren dan aku sangat menyukainya
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status