Home / Urban / Balas Dendam sang Kultivator / Bab 185. Jalan yang Tidak Terpilih

Share

Bab 185. Jalan yang Tidak Terpilih

Author: Imgnmln
last update Last Updated: 2025-09-25 16:04:46

“Karena hanya sedikit yang tahu kebenarannya. Liana adalah simbol rasa malu bagi Valerius, dan ia ingin mengubur cerita itu. Dan juga, karena kami berharap kau akan kembali, tapi tanpa tahu alasan kami. Kami ingin kau bergabung dengan klan ini, dan menjadi pahlawan yang akan mengembalikan kehormatan kami.”

Rayden menghela napas panjang, memejamkan mata. ‘Sangkar emas,’ bisiknya pada dirinya sendiri, mengulang kata-kata Anya.

“Dan aku adalah boneka mereka."

“Pelatihanmu dimulai besok,” katanya, mengubah topik. “Dan pertanyaan pertamamu seharusnya bukan ‘bagaimana cara bertarung’, melainkan ‘mengapa ibumu benar-benar pergi’.”

Pintu paviliun menutup di belakang Lady Anya, meninggalkan keheningan yang pekat. “Jadi, kau bisa menganggapnya begitu,” jawabnya dengan dingin, “Bahwa kau adalah boneka kami.”

Rayden menatapnya, tidak terkejut oleh kejujuran yang brutal itu. Ia telah menduga hal ini. Ia adalah sebuah anomali, sebuah alat yang akan digunakan klan ini untuk tujuan mereka sendiri. Se
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 194. Pesan

    Rayden menatap Orion, menimbang-nimbang nama yang baru saja disebut. "Lady Anya," ulangnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar di antara keheningan menara yang membeku. "Dia adalah pengawasku. Tapi dia juga orang yang paling setia pada dewan."Keraguan dalam suara Rayden begitu kental, terasa seperti lapisan es tipis di atas air yang dalam dan berbahaya. Di dunia yang baru saja mengajarkannya bahwa loyalitas adalah sebuah ilusi, mempercayai seseorang yang menjadi perwujudan dari aturan klan terasa seperti sebuah tindakan bunuh diri.Orion mengerti keraguan itu. Ia berjalan menjauh dari meja, menuju jendela yang menghadap ke arah Paviliun Bulan yang terisolasi di seberang danau. "Setia pada dewan, atau setia pada prinsip yang diwakili oleh dewan?" tanyanya, lebih pada dirinya sendiri daripada pada Rayden. "Itu dua hal yang berbeda."Ia berbalik, matanya yang biru pucat menatap Rayden dengan keyakinan yang lahir dari pengamatan selama puluhan tahun. "Aku sudah mengenalnya sejak ia masi

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 193. Aliansi

    Rayden menunggu."Lady Anya," kata Orion. "Dia yang membawamu masuk. Dia juga yang paling mengagumi Liana di antara generasi muda. Di balik topeng disiplinnya, ada rasa keadilan yang kuat. Tapi mendekatinya adalah sebuah pertaruhan. Jika kita salah, semuanya berakhir."Rayden menimbang-nimbang pilihan itu. Seluruh lembah ini adalah sebuah sangkar yang indah, dan mereka berdua terperangkap di dalamnya. Untuk keluar, mereka butuh bantuan dari salah satu sipir penjara.Orion berjalan mendekati Rayden, tidak lagi sebagai saingan yang terluka, melainkan sebagai seorang rekan seperjuangan. Ia menatap Rayden, dan di dalam mata pemuda itu, ia tidak hanya melihat sosok dari Liana, tetapi juga kekuatan yang mungkin bisa mengubah segalanya. Kebenciannya yang telah ia pelihara selama puluhan tahun kini terasa begitu sia-sia, begitu kecil, dibandingkan dengan kebenaran yang baru saja terungkap.Orion menatap Rayden, rasa sakit karena patah hati yang telah ia pelihara selama puluhan tahun kini tela

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 192. Aliansi Es dan Angin

    Menara yang tadinya terasa melankolis kini menjadi sesak, dinding-dinding batunya yang dingin seolah mendekat untuk meremukkan mereka. Lukisan-lukisan Liana di dinding tidak lagi tampak seperti kenangan yang indah. Kini lukisan-lukisan itu tampak seperti potret seorang tahanan yang tersenyum dalam penderitaan, setiap senyumnya adalah sebuah jeritan sunyi yang tidak pernah didengar siapa pun.Rayden merasakan udara di paru-parunya menipis. Setiap tarikan napas terasa seperti menelan serpihan es. Ibunya... masih hidup.Ibunya ada di sini, di lembah ini, selama sepuluh tahun ini ia menderita dalam diam. Sementara putranya mengira ia telah mati dan berkelana mencari pembalasan dendam yang sia-sia."Di mana?" tanyanya Rayden kembali memastikan, suaranya begitu rendah hingga nyaris tak terdengar.Orion akhirnya mengalihkan pandangannya dari lukisan itu. Kebenciannya yang lama telah lenyap, digantikan oleh tekad baru yang dingin dan menakutkan. "Menara Puncak Awan," jawabnya, pikirannya berp

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 191. Tahanan Menara Puncak Awan

    "Apakah kau sudah bertemu ibumu?"Pertanyaan itu dilontarkan dengan nada yang biasa saja, seolah menanyakan cuaca. Namun bagi Rayden, pertanyaan itu terdengar seperti sebuah ledakan di dalam keheningan. Seluruh kelegaan yang baru saja ia rasakan, seluruh ketenangan yang baru saja ia temukan, lenyap dalam sekejap. Udara di paru-parunya seolah membeku.Ia menatap Orion, mencoba memahami. Mungkin ia salah dengar. Mungkin ini adalah metafora yang tidak ia mengerti. Tapi tatapan Orion yang tulus dan penuh rasa ingin tahu mengatakan sebaliknya.Rayden mengerutkan kening, kebingungan total tergambar jelas di wajahnya. "Bertemu ibuku? Apa maksudmu?"Keheningan kembali turun, tetapi kali ini bukan keheningan yang nyaman. Ini adalah keheningan yang dipenuhi oleh tanda tanya yang mengerikan. Orion menatap Rayden, kebingungan di wajahnya perlahan berubah menjadi ekspresi ngeri saat ia melihat tatapan Rayden yang benar-benar kosong dan tidak mengerti.Orion mulai menghubungkan titik-titik di dalam

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 190. Pertanyaan yang Salah

    “Dia benci teh herbal yang disukai para tetua,” lanjut Orion, sebuah senyum tipis yang pahit menyentuh bibirnya. “Dia bilang rasanya seperti minum air rendaman kaus kaki. Suatu kali, dia menukar teh Tetua Agung Valerius dengan air garam. Aku belum pernah melihat Tetua Agung sepucat itu.”Rayden mendengarkan dalam diam, menyerap setiap detail. Di dalam benaknya, citra ibunya yang tadinya hanya berupa potret seorang korban yang tragis, kini mulai diisi dengan warna. Ia bisa membayangkan ibunya, seorang gadis muda yang jenius namun pemberontak, tertawa di balik punggung para tetua yang kaku.“Matanya akan berbinar paling terang,” kata Orion lagi, suaranya kini lebih lembut, “Bukan saat ia dipuji, tetapi saat ia berhasil menguasai teknik es yang sulit. Saat itu, ia tidak terlihat seperti putri bangsawan. Ia terlihat seperti seorang dewi perang yang baru saja menaklukkan sebuah bintang.”Saat ia bercerita, kebencian di matanya perlahan memudar, digantikan oleh nostalgia yang begitu dalam h

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 189. Tatapan Mata 

    Keheningan yang menyusul terasa seperti penolakan yang dingin, seolah menara itu sendiri sedang mempertimbangkan apakah ia layak untuk dijawab.Setelah penantian, suara kunci-kunci berat yang diputar dari dalam terdengar, berderit karena sudah lama tidak digunakan. Pintu kayu hitam yang masif itu terbuka perlahan, menampakkan kegelapan di dalamnya.Sesosok pria paruh baya melangkah keluar dari bayang-bayang. Rambut peraknya yang panjang dan tak terurus menjuntai melewati bahunya, dan janggut tipis menghiasi dagunya yang tirus. Ia mengenakan jubah abu-abu sederhana yang telah usang.Namun yang paling menonjol adalah matanya. Mata biru pucat yang sama seperti mata para anggota klan lainnya, tetapi mata ini dipenuhi oleh kesedihan yang tak berdasar, sebuah samudra kesedihan yang telah ia tenggelami selama puluhan tahun.Ia menatap Rayden, dan saat matanya tertuju pada wajah pemuda itu, kesedihan yang pasif itu seketika lenyap, digantikan oleh kebencian yang telah lama membeku yang kini m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status