Ksatria Katana Kembar

Ksatria Katana Kembar

last updateLast Updated : 2025-11-25
By:  Izah04Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
5Chapters
15views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Di balik pembawaannya yang tenang, Ragma Ajibasa menyimpan rahasia besar, yaitu ia memiliki ajian terlarang Rawa Rontek. Namun, karena sebuah peristiwa, rahasia itu terbongkar. Ragma memilih untuk pergi dan mendapati kenyataan bahwa dirinya hanyalah anak angkat, seorang bayi yang dulu diburu hingga hampir binasa. Dengan hati penuh luka, berbekal hadiah sepasang Katana Kembar bergagang hitam dari ayah angkatnya, serta kekuatan ajian Rawa Rontek, Ragma menapaki jalan penuh bahaya untuk mencari jejak masa lalu, dan menuntut balas dendam. -

View More

Chapter 1

Ajian Rawa Rontek

Malang, Tahun 2020.

Di sebuah desa terpencil di salah satu kecamatan Kota Malang, saat ini tengah duduk seorang pemuda di sebuah saung, memandang ke arah langit sore hari itu. Pandangan matanya yang begitu teduh menikmati angin sore yang menerpa wajahnya.

“Ragma.”

Pemuda itu menoleh dan tersenyum saat dirinya dipanggil oleh ayahnya yang berjalan mendekat, lalu duduk di sebelahnya.

“Iya, Ayah.”

“Ayo ikut dengan Ayah. Ganti pakaianmu. Kebetulan ini sudah sore, sepertinya sudah waktunya. Kamu jangan terlalu lama, ya.”

“Apa kita akan latihan, Ayah?” Ragma balik bertanya sambil tersenyum kepada ayahnya itu.

“Tentu saja. Kita harus latihan. Disiplin waktu dalam melatih kemampuan dan kekuatan fisik itu sangat penting sekali. Dan juga, malam ini sesuai janji Ayah, ada yang akan Ayah berikan kepadamu,” jawab Utomo. Tatapannya begitu tenang menatap ke arah depan.

“Baik, Ayah. Aku akan bersiap terlebih dahulu.”

Ragma bangkit dari saung itu lalu pergi meninggalkan Utomo, sementara lelaki paruh baya itu menatap teduh punggung putranya yang sudah berjalan cukup jauh hingga menghilang dari pandangannya.

“Ayah harap, kalau kamu mengerti dan kuat menanggung ajian ini, Ragma. karena tidak semua orang sanggup untuk menerimanya. Tapi, ayah yakin kamu sanggup,karena ayah tahu tingkat kemampuan dan kekuatan,serta bakatmu” gumam Utomo.

Ia memandang kedua telapak tangannya, kemudian mengepal dengan begitu berat. Lelaki itu segera pergi meninggalkan saung tersebut. Ia berjalan dengan begitu tenang menyusuri jalan setapak hingga tidak berapa lama tiba di sebuah gubuk.

Gubuk kayu yang selalu ia datangi di saat ingin menenangkan pikiran. Lelaki tua itu memperhatikan sekitar yang begitu sepi sekali. Ia juga memandang langit yang sudah mulai gelap.

“Kira-kira ini jam berapa, ya? Semalam menebak jam enam sore, ternyata masih jam setengah enam,” ucapnya seorang diri.

“Ayah!”

Pria itu tersenyum melihat putranya yang sudah datang, memakai baju dan celana serba hitam.

“Ayo, sebelum Ayah memberikan ilmu kepadamu, alangkah baiknya kita latihan terlebih dahulu.”

“Baik, Ayah,” kata Ragma dengan patuh.

Mereka pun berjalan ke belakang gubuk, dimana halaman luas terhampar di sana. Sangat bersih sekali, karena memang tempat itu selalu menjadi perhatian mereka berdua.

“Mulai,” ujarnya.

“Paklek Utomo, Ragma!”

Mereka berdua menghentikan gerakan saat mendengar suara teriakan seseorang. Keduanya pun menoleh, kemudian tersenyum ketika melihat seorang pemuda seusia Ragma berjalan menghampiri mereka.

“Wah, mau latihan lagi, ini? Halo, Ragma! Tadi aku ke rumah kamu, tapi kamu nggak ada, jadi aku mikirnya kalian pasti ke sini.”

“Iya, Zaki. Kami mau latihan seperti biasa, menunggu waktu malam. Kamu dari mana?” Ragma balik bertanya

“Biasa, dari pulang kerja. Ya udahlah, aku tadi rencananya mau ngajak kamu main ke kota, tapi kalau memang kamu mau latihan... Maaf mengganggu, maaf, PakLek,” kata Zaki kepada Utomo.

“Iya, tidak apa-apa, Zaki.” sahut Utomo dengan senyum tipisnya.

“Kalau gitu aku pulang dulu. Assalamu’alaikum,” pamit Zaki sambil mengangkat satu tangannya, tersenyum dengan alis mata naik turun, kemudian berbalik dan pergi meninggalkan keduanya dengan cepat.

“Wa’alaikumsalam,” jawab mereka serempak.

Setelah kepergian Zaki, keduanya pun kembali saling menatap. Ragma mengepal kedua tangannya. Tidak lagi ada yang menghalangi.

Buggh!!

Bugh…

Pemuda itu segera berlari dan menghentakkan kakinya, melayang di udara menyerang ayahnya itu. Sementara Utomo menggerakkan kedua tangannya, menangkis setiap serangan dari Ragma.

Latihan pertarungan di antara keduanya tampak begitu cepat dan sangat sengit. Pukulan demi pukulan beruntun diarahkan kepada Utomo.

Ragma benar-benar memberikan serangan yang sangat kuat sekali. Akan tetapi, lelaki paruh baya itu dengan tenang menahan setiap serangan, kemudian melakukan serangan balasan, memukul tepat di dada Ragma hingga pemuda itu sedikit terjatuh ke tanah.

Brugh…

“Argh… “ erang Ragma

“Tidak perlu terburu-buru melakukan serangan kepada orang lain, Ragma. Segala sesuatu tanpa pemikiran, kamu tidak akan tahu kelemahan lawanmu,” kata Utomo berjalan mendekati putranya, lalu mengulurkan tangan.

“Iya, Ayah. Aku dikuasai oleh nafsu ingin menang saja, jadi ya itu tadi... terlalu gegabah. Eh, malah dapat serangan dari Ayah.” jawab Ragma mengakui kesalahannya dalam bertindak.

“Ayo, masuklah ke gubuk. Sepertinya ini sudah menjelang magrib,” kata Utomo. Kali ini raut wajahnya sangat serius sekali, bahkan Ragma bisa merasakannya, bahwa tidak ada lagi kata main-main.

Mereka pun segera masuk ke dalam gubuk dan duduk di depan, saling bersila dan berhadapan.

“Ragma,” kata Utomo pelan.

Pemuda itu mengangkat kepalanya dan mengangguk melihat ayahnya.

“Ayah akan menurunkan satu ajian kepadamu. Akan tetapi, perlu kamu ingat... bahwa Ayah tidak memilikinya. Ajian ini sudah lama Ayah simpan. Ayah memilihmu, karena Ayah yakin kamu sanggup untuk memikulnya.” ujar Utomo mulai mengutarakan dengan sebuah penjelasan

“Iya, Ayah,” jawab Ragma singkat, tanpa bertanya maupun protes ajian apa yang akan diberikan oleh Utomo kepadanya.

“Ajian ini termasuk ilmu terlarang. Namanya Rawa Rontek. Di mana kamu tidak akan bisa mati, meski kamu pun akan dilukai berulang kali... tubuhmu akan melawan kematian.”

“Apa?! Ajian Rawa Rontek?” Ragma membulatkan matanya. “Aku pernah mendengar ilmu itu, Ayah... tapi aku tidak tahu bahwa Ayah juga memilikinya!”

“Tidak, Ayah tidak memilikinya. Tapi Ayah bisa memberikannya. Apa kamu siap untuk menerimanya?” Utomo menatap lekat ke arah putranya. “Tapi, ada satu hal yang harus kamu ketahui, anakku. Bahwa ilmu Rawa Rontek ini adalah ajian kuat ,terlarang, rahasia antara hidup dan mati. Mungkin tubuhmu boleh hancur, namun jiwamu jangan tersesat. Jika hatimu gentar dan kalah, mungkin kamu akan menjadi mayat berjalan tanpa tujuan.”

Degh…

Mendengar kalimat demi kalimat itu, Ragma sedikit menelan salivanya. Kata-kata dari ayahnya cukup membuat hatinya bergetar, namun pemuda itu tetap tenang. Ia kemudian mengangguk, seolah dirinya siap untuk menerima ajian tersebut.

“Jika kamu benar-benar sudah siap untuk menerima ajian ini, maka pejamkan matamu. Duduk bersila dengan tubuh yang tegap. Tetaplah tenang, dan jangan membuka matamu itu sebelum Ayah mengatakannya. Kamu mengerti?” kata Utomo.

“Baik, Ayah. Aku siap untuk menerima ajian terlarang itu, dan siap untuk menanggung segala resiko maupun akibat yang diciptakan oleh ajian itu sendiri.”

“Bagus… sekarang lakukan apa yang Ayah katakan.”

Ragma mengangguk. Ia pun mulai memperbaiki posisi duduknya, menegakkan tubuh, bersila, dengan mata terpejam dan tangan mengepal di antara kedua lututnya yang bersila itu.

Utomo memandang wajah putranya dengan sangat teduh.

Ia pun mulai membacakan lantunan mantra kuno. Sementara itu, Ragma tetap diam,tenang. Tidak ada suara apa pun. Hari sudah mulai gelap. Gubuk itu hanya diterangi oleh lampu minyak kecil. Angin mulai berdesir, dan tiba-tiba, lampu minyak itu seketika mati.

Wosssh… .

“Apapun yang terjadi, tetaplah tenang, Ragma. Terima dengan sekuat tenagamu,” kata Utomo, kembali mengingatkan putranya.

Ragma tidak menjawab. Sama heningnya dengan suasana di gubuk itu.

Trak…

Brak….

Jendela dan pintu seketika terbuka, angin kencang mulai menerobos masuk. Gubuk yang tadi terang kini berubah gelap gulita.

Wosssh…

Utomo terus melantunkan mantra kuno itu. Tangan kanannya lalu menempel di dada Ragma. Cahaya merah mulai bersinar, tubuh Ragma bergetar hebat, seolah menerima energi panas yang menjalar ke seluruh urat-uratnya. Raut wajah Ragma tidak bisa menyembunyikan rasa sakit itu, seolah seluruh tulang dan darahnya terbakar. Ia menggigit bibirnya, mengepal kuat kedua tangannya.

“Terima… dan tahankan segalanya!” kata Utomo dengan suara menggema di seluruh ruangan.

Ragma dengan sekuat tenaga mengikuti setiap instruksi sang ayah. Suasana semakin gelap, semakin mencekam.

Tidak ada lagi cahaya terang. Angin kian kencang berputar di dalam gubuk itu. Tubuh Ragma semakin bergetar hebat, namun Utomo tetap tenang. Ia terus melantunkan mantra demi mantra kuno yang terasa semakin berat dan sakral.

“Apapun yang kamu rasakan, jangan kamu lawan! Terimalah setiap rasa yang menusuk ke tulang-tulangmu, dan juga ke aliran darahmu. Biarkan ajian terlarang itu menolak kematian di dalam dirimu!” kata Utomo, kini suaranya juga mulai serak.

Ragma tampak begitu konsentrasi, mengikuti seluruh ucapan yang terlontar dari mulut Utomo. Lelaki paruh baya itu mengepal kedua tangannya, lalu memutar dan menepuk dada Ragma keras-keras. Seketika, tubuh pemuda itu terjatuh ke tanah.

Brugh…

“Arrgh… “

Utomo dapat melihat bagaimana Ragma tengah berjuang menerima ajian itu, namun ia tetap tenang. Matanya penuh harap, sekaligus khawatir.

Hingga tiba-tiba, suasana yang mencekam itu mereda. Angin berhenti. Lampu minyak yang tergantung di dekat pintu seketika menyala kembali.

Utomo tersenyum tipis melihat tubuh Ragma yang sudah tidak lagi bergetar.

“Bukalah matamu, Nak.”

Ragma yang sempat terjatuh perlahan membuka matanya. Utomo tersenyum, lalu mengulurkan tangannya kembali kepada putranya.

“Ajian itu sudah menyatu dengan jiwa dan sanubarimu. Saat ini, ilmu terlarang itu telah menjadi milikmu. Kamu sekarang menjadi Ragma Ajibasa, pemilik Rawa Rontek.”

“Rawa Rontek…” Ragma berkata lirih

“Tapi, ingat.. Jangan sekali-kali kamu sombongkan dirimu”

“Baik, Ayah… “

"Tolong... tolong.... "

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

No Comments
5 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status