Di sisi lain, Taksa dan istrinya menatap Felicia dengan penuh kekaguman. Seorang wanita secantik ini ... kalau bisa menjadi menantu mereka, itu akan sangat menguntungkan putra mereka. Tidak hanya itu, membawanya ke mana pun pasti akan membuat mereka bangga.Namun sayangnya, wanita sebaik ini malah menikah dengan seorang pria dari keluarga biasa? Mereka benar-benar tidak bisa menerimanya.Dalam pandangan mereka, putra mereka jauh lebih baik dibandingkan Afkar dalam segala hal. Jadi, melihat pria itu sebagai suami Felicia benar-benar membuat mereka kesal, seolah-olah Afkar telah mencuri menantu mereka.Afkar tiba-tiba tersenyum dingin, lalu dia menatap mereka dan berkata dengan santai, "Siapa yang bilang aku datang dengan tangan kosong?"Tentu saja, Afkar bisa dengan jelas melihat niat mereka. Dia menoleh ke arah Harun dan Gauri, lalu berkata, "Ayah, Ibu, hari pernikahan kami sudah makin dekat. Aku baru ingat bahwa aku belum kasih kalian mahar. Jadi, hari ini aku sekalian membawanya ke s
Tawa Felicia membuat Vincent seketika merasa terpana. Pada saat itu juga, dia makin terobsesi. Seolah-olah dalam hatinya, dia sudah tidak sabar ingin melihat Felicia bercerai dengan Afkar agar bisa segera memilikinya.Dengan penuh rasa sombong dan nada mengejek, Vincent berkata, "Orang yang bahkan butuh waktu lama cuma untuk mengumpulkan mahar ... masih berani tertawa? Kamu bilang ada bawa mahar? Di mana? Aku kok nggak melihatnya?"Namun, Afkar langsung menghentikan tawanya dan menjawab dengan tenang, "Aku sudah menyuruh orang untuk mengantarnya. Seharusnya sebentar lagi bakal sampai."Vincent justru tertawa sinis. Dia membalas, "Apa? Sampai harus diantarkan? Sebanyak apa sih? Jangan-jangan maharnya baru bisa diantar setelah kami pergi? Oh ya, kebetulan kami juga akan makan malam di rumah Paman Taksa malam ini!"Rabita juga ikut mengejek Afkar, "Benar! Kami ingin tahu, berapa banyak mahar yang bisa kamu berikan untuk keluarga Feli? Lahir dari keluarga biasa nggak masalah, tapi yang pen
Uang! Ternyata benar-benar penuh dengan uang!Selanjutnya, Vincent menyeka keringat dingin, lalu membuka tiga peti lainnya dengan enggan. Setiap kali membuka satu, ekspresi terkejut di wajahnya semakin dalam. Pada akhirnya, tangannya bahkan gemetaran.Glek! Vincent menelan ludah, melihat perhiasan, emas, batu giok, dan barang antik di depannya. Kakinya sampai terasa lemas.Ekspresi Taksa dan Rabita juga dipenuhi keterkejutan. Ini ... ini adalah mas kawin yang dikirimkan suami Felicia? Ini sudah seperti merampok bank!"Afkar, ini ... semua ini ...." Harun pun menjadi terbata-bata. Tatapannya yang tertuju pada Afkar juga penuh keterkejutan."Ayah, ini mahar dariku untuk kalian! Tolong jangan merasa kurang ya!" ujar Afkar dengan santai sambil tersenyum.Mendengar ini, semua orang langsung kaget. Kurang? Pria ini jelas-jelas pamer!"Semua ini?" tanya Harun dengan tercengang."Ya. Kalau nggak, untuk apa aku bawa semuanya?" balas Afkar dengan santai."Ini terlalu berharga! Nggak bisa, kami n
"Kota Nubes, Afkar? Kota Nubes, Afkar!"Pria tua berjubah merah darah menggertakkan giginya, sekujur tubuhnya memancarkan aura kekejaman yang mengerikan."Tu ... Tuan, bi ... bisa ... tolong lepaskan aku?"Anak buah Keluarga Lufita yang memimpin rombongan itu dicekik. Saat ini, dia kesulitan bernapas. Dengan kesakitan dan ketakutan, dia memohon belas kasihan!Sementara itu, anak buah lainnya yang ikut mengantarkan mayat juga gemetar ketakutan di bawah tekanan mengerikan dari pria tua itu."Lepaskan? Aku mengirim muridku untuk membantu Keluarga Lufita, tapi kalian mengembalikan mayatnya kepadaku! Kalian harus ikut mati!"Ekspresi pria tua itu menjadi bengis, suaranya menyeramkan seperti iblis.Plop! Saat berikutnya, orang yang ada di genggamannya sontak hancur, berubah menjadi kabut darah!"Aaah!""Lari!"Anak buah lainnya ketakutan hingga wajah mereka memucat. Mereka pun berteriak panik dan berusaha kabur.Namun, sebelum sempat berlari jauh, tubuh mereka juga meledak satu per satu. Sem
Namun ... asap hitam yang mengepul dari dapur ... itu apa?"Aku pergi lihat dulu!" Gauri segera bangkit dan berlari ke arah dapur dengan cemas.Beberapa menit kemudian, seluruh keluarga duduk mengelilingi meja makan. Gauri dan Felicia mulai menghidangkan 8 macam hidangan satu per satu!Namun, dari semua hidangan itu, dua di antaranya jelas-jelas gosong!Afkar, Harun, dan Fadly berpandangan. Kelopak mata mereka langsung berkedut.Gauri berdeham, ekspresinya juga terlihat agak aneh. "Ayo, makan! Ini pertama kalinya Feli masak. Hari ini kalian beruntung!""Sayang, kalau aku nggak salah tebak, kedua hidangan ini masakanmu, 'kan?" Afkar mengusap keringat, menunjuk kedua piring hitam itu dengan canggung."Ya! Cepat coba dan beri tahu aku gimana rasanya!" Wajah Felicia yang cantik terlihat ada beberapa noda hitam, celemeknya masih terikat di pinggang.Karena memasak, dia membuat dirinya seperti kucing kecil yang kotor. Namun, matanya berbinar penuh harapan saat mendesak Afkar untuk mencicipi
Afkar lantas mengambil rebung dari piring lain dan mencicipinya. Baru setelah itu, Felicia mendengus dan akhirnya membiarkannya lolos.Dengan kemurahan hati yang besar, Felicia pun menarik kembali kedua hidangan spesialnya!Fadly menatap Afkar dengan penuh simpati, merasa lega di dalam hati. 'Ya ampun! Masakan eksperimental kakakku ini menakutkan sekali! Kak Afkar sungguh beruntung, hahaha!'Fadly tertawa dalam hati di atas penderitaan Afkar."Ayo, makan masakanku saja." Gauri membantu Felicia menyingkirkan mahakaryanya.Wajah Felicia agak memerah saat itu. Dia melirik Afkar sejenak sebelum duduk di sebelahnya.Saat makan, Harun dan Gauri terus mengambilkan lauk untuk Shafa, menunjukkan kasih sayang yang tulus pada gadis kecil itu.Dari yang awalnya canggung, Shafa mulai merasa nyaman dan akhirnya memanggil mereka kakek dan nenek dengan lebih alami.Saat itulah, Harun menatap Afkar dan Felicia dengan ekspresi penuh harapan dan bertanya, "Afkar, Feli, setelah pernikahan kalian selesai,
"Baiklah, aku mengerti! Shafa adalah putri kita, 'kan?"Mendengar ucapan itu, tatapan Afkar dipenuhi dengan rasa haru yang mendalam: "Terima kasih, Sayang!""Hmph!" Felicia mendengus, seolah-olah sedang merajuk. Kemudian, dia memalingkan wajah ke samping.Namun, saat menatap kegelapan malam di luar jendela mobil, kilatan kesedihan itu tidak dapat disembunyikan.....Dalam seminggu berikutnya, persiapan pernikahan Afkar dan Felicia berlangsung dengan cepat. Undangan telah dikirimkan ke semua tamu.Sore hari, Erlin duduk di halaman rumah sambil menikmati teh. Di sampingnya adalah undangan pernikahan Felicia dan Afkar.Bagaimanapun, dia tetaplah nenek Felicia, jadi Harun tentu saja mengundangnya beserta anggota Keluarga Safira lainnya.Kondisi Erlin kini jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Dia telah mendapatkan perawatan akupunktur serta mengonsumsi makanan bergizi dan obat herbal.Sebenarnya, kesehatannya tidak terlalu bermasalah. Dulu, dia hanya mengalami tekanan darah tinggi akibat k
"Benar! Benar! Nenek, saat Ibu mengusulkan rencana itu, aku dan Ayah sudah menentangnya!" Viola segera menimpali dengan ekspresi lugu.Erlin mendengus dingin. "Oh, begitu?""Benar! Aku telah melakukan kesalahan! Selama ini aku hidup dalam penyesalan! Tolong beri aku satu kesempatan lagi untuk berbakti kepada Ibu!" Renhad merangkak mendekat dan memeluk kaki Erlin dengan penuh harap.Viola juga ikut merapat, matanya berkilat. Kemudian, dia memijat kaki dan bahu Erlin dengan penuh perhatian."Nenek, pada akhirnya, semua ini terjadi karena kebencian membutakan kami! Kami terlalu ingin membalas dendam pada Afkar, makanya terjerumus ke dalam rencana buruk yang dibuat oleh Ibu!""Aku dan ayah menyadari kesalahan kami! Bagaimanapun, kita adalah keluarga! Tolong beri kami satu kesempatan lagi!"Ekspresi Erlin sedikit melunak. Melihat Renhad dan Viola yang merendahkan diri serta penuh kepasrahan, hatinya terasa lebih nyaman.Sebagai seseorang yang telah berkuasa seumur hidup, Erlin selalu menjun
Mungkin dari buku harian ini, Felicia bisa lebih memahami pria itu? Mungkin di dalam sini, ada semua jawaban yang selama ini ingin Felicia ketahui?Sambil berpikir demikian, Felicia pun menekan rasa bersalahnya karena telah membaca buku harian orang lain. Dia mulai membuka lembaran-lembaran buku harian milik ibu mertuanya.Seiring halaman demi halaman dibuka, ekspresi di wajah presdir cantik itu terus berubah. Perubahannya bahkan sangat nyata. Ada keterkejutan, kesedihan yang mendalam, kemarahan ....Entah sudah berapa lama Felicia membaca. Ketika akhirnya dia sampai pada halaman terakhir, ekspresinya langsung menegang. Tiga kata merah menyala yang terpampang, begitu menusuk mata.[ Keluarga Rajendra Kuno! ]Tiga kata itu ditulis menggunakan warna merah yang membuat hati terasa tidak tenang, seolah-olah mengandung kebencian dan niat membunuh yang sangat kuat.Sepasang mata indah Felicia mulai berkabut dan air matanya mulai menggenang. Dia memaki, "Afkar, dasar bajingan! Sebenarnya ...
Ini adalah hari Sabtu. Pagi ini, TK mengadakan acara sekolah berupa kegiatan orang tua dan anak. Sebenarnya Shafa ingin agar Afkar dan Felicia ikut menemaninya, tetapi Felicia berkata bahwa pagi ini dia harus bertemu dengan klien di kantor.Shafa tak punya pilihan lain. Dia hanya bisa mengikuti Afkar dengan ekspresi kecewa dan bibir cemberut. Sebagai ayah, Afkar hanya bisa diam-diam tersenyum pahit. Dia mengeluh dalam hati bahwa kedekatan Shafa dengan Felicia sudah hampir menyaingi kedekatannya sendiri.Namun, yang tidak diketahui oleh Afkar dan Shafa adalah setelah pergi sebentar ke kantor pada pagi itu, Felicia justru kembali lagi ke Vila Emperor.Pada saat ini, Felicia sedang berdiri di depan kamar Afkar. Wajah cantiknya sedikit memerah. Itu membuat penampilannya terlihat sangat menawan. Sayangnya, tak ada seorang pun yang bisa menyaksikan kecantikan itu sekarang. Sosok presdir cantik yang biasanya terlihat berwibawa dan berkelas, kini terlihat seperti sedang mengendap-endap ....Fe
Gauri mengangguk ringan, lalu langsung berjalan menuju rumah Erlin bersama orang-orang yang dibawanya.Begitu masuk, terlihat Erlin sedang duduk di halaman sambil asyik bermain dengan burung kenari di dalam sangkar. Wajahnya terlihat santai, seolah-olah menikmati hari dengan tenang.Hanya saja saat melihat menantu sulungnya datang, ekspresi wajah Erlin langsung berubah menjadi muram dan penuh kebencian. Dia bertanya dengan nada dingin, "Untuk apa kamu datang ke sini?"Gauri menatap ke arah Erlin, lalu tersenyum "ramah". Dia berbicara dengan nada seolah-olah penuh perhatian, "Bu, ayo kita pergi. Aku sudah siapkan kamar VIP untuk Ibu di Pusat Rehabilitasi Mental. Mulai sekarang, itu akan jadi tempat tinggal Ibu yang baru."Sambil berbicara, Gauri melemparkan selembar kertas ke hadapan Erlin sembari tertawa dingin. Ekspresi Erlin langsung berubah drastis saat melihat kertas itu. Sebab, itu adalah hasil diagnosis "gangguan delusi berat".Erlin sontak berseru marah, "Gauri, apa ... apa maks
Erlin benar-benar ketakutan. Baru saat inilah dia sadar bahwa Afkar ... memang benar-benar bisa mencabut nyawanya.Berkat hubungannya dengan Harun, selama ini Erlin mengira bahwa Afkar pasti akan selalu menyisakan ruang dan tidak bertindak terlalu jauh.Namun setelah melihat jasad Renhad terbujur kaku sekarang, barulah Erlin menyadari betapa seriusnya situasi ini. Afkar memang tidak akan membunuhnya dengan tangan sendiri, tetapi dia bisa mengutus orang lain untuk menghabisinya.Terlihat jelas bahwa Erlin yang seumur hidupnya begitu berkuasa di Keluarga Safira, kini benar-benar panik dan ketakutan. Dia buru-buru memohon pada Afkar dengan suara gugup dan tergesa-gesa, seolah-olah nyawanya akan melayang kalau bicara terlalu lambat.Erlin tahu bahwa hanya dengan satu pandangan dari Afkar, Kelam pasti akan mencabut nyawanya tanpa ragu.Afkar tertawa dingin, lalu menjawab dengan nada datar, "Hehe .... Kalau begitu, uruslah semuanya."Sebenarnya, Afkar sendiri tidak punya ketertarikan apa pun
Dengan ekspresi penuh duka dan ketakutan, Viola menatap ayahnya yang barusan masih hidup dengan baik dan kini sudah terbujur kaku. Kemudian dalam sekejap, tatapan itu berubah menjadi penuh kebencian dan dendam yang tertuju ke arah Afkar.Namun kali ini, meski mulutnya sempat terbuka, Viola menahan semua kata yang hendak diucapkannya. Sebab, dia ... takut mati.Untuk pertama kalinya, selain rasa benci mendalam yang Viola miliki terhadap Afkar, dia tiba-tiba merasa momen ini justru membuatnya jauh lebih ketakutan."Ka ... kamu bunuh Renhad! Afkar, kamu suruh orang membunuh pamanmu sendiri!" seru Erlin dengan wajah pucat ketakutan sambil menunjuk Afkar.Namun, Afkar malah menjawab dengan tenang, "Aku nggak melakukan apa-apa kok, cuma meramal dari wajahnya saja. Yang bunuh dia itu Organisasi NC. Apa hubungannya denganku? Bukan cuma dia. Nanti kalau semua orang di Keluarga Safira mati di tangan Organisasi NC, itu juga bukan salahku, 'kan?"Usai berbicara, Afkar melirik ke arah Kelam sambil
Dengan ekspresi muram, Erlin berbicara dengan nada dingin, "Memangnya apa yang aku katakan salah? Buatmu ini cuma masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan satu kalimat, tapi kamu malah minta semua saham yang ada di tanganku sebagai imbalan!""Afkar, jangan terlalu serakah jadi orang! Setengah dari saham itu bisa kuberikan padamu. Itu sudah batas maksimal yang bisa kuterima sekarang!" lanjut Erlin.Mendengar ucapan ini, mata Afkar langsung sedikit menyipit. Kata-kata itu membuat ekspresi Gauri dan Harun yang berada di samping juga langsung berubah. Mereka jelas-jelas terlihat marah.Gauri menatap sinis ke arah Erlin, lalu membentak, "Tua Bangka, kamu masih tahu malu nggak sih? Afkar bisa menyelesaikan semuanya cuma dengan satu kalimat, itu karena dia memang mampu!"Saat itu juga, Renhad tiba-tiba memutar bola matanya. Dia ikut melangkah ke depan, lalu memasang ekspresi marah dan berkata pada Gauri dengan nada menuduh, "Kak Gauri, jangan bicara seenaknya. Kalau memang masalah ini beg
Sudah ... selesai begitu saja? Ketua Umum Organisasi NC yang barusan terlihat garang dan seperti hendak melenyapkan seluruh Keluarga Safira, sekarang tiba-tiba berubah menjadi penurut di depan Afkar bak seekor anjing yang jinak?Situasi genting yang bahkan nyawa banyak orang pun tidak cukup untuk membalikkan keadaan, kini langsung beres semua ... hanya karena satu kalimat dari Afkar?Erlin sontak tertegun. Ekspresi kehilangan akal dan histeris yang tadi masih terpampang di wajahnya, kini sudah membeku.Tadinya, Erlin sudah siap untuk mati bersama Afkar. Bahkan, sikapnya tadi seperti orang yang benar-benar kehilangan akal. Dia meluapkan kebencian mendalamnya terhadap Afkar, seperti anjing gila yang menggonggong sekeras-kerasnya sebelum ajal.Namun setelah berteriak cukup lama untuk meluapkan emosinya, ternyata tindakan Erlin ... hanya buang-buang tenaga? Begitu Afkar datang, dia langsung dengan begitu mudahnya menyelesaikan masalah dengan Organisasi NC!Renhad dan Viola juga melongo. Ma
"Hehe, iya. Kebetulan banget ya. Ngapain kalian kemari?" Afkar tersenyum santai, lalu menunjuk ke arah mayat-mayat yang berderet tak jauh dari situ.Kelopak mata Kelam berkedut berkali-kali, wajahnya berubah panik saat bertanya "Ka ... kamu Afkar yang mereka maksud?"Orion yang berdiri agak jauh bahkan tidak berani bernapas terlalu keras. Sejak melihat Afkar, dia dan Kelam benar-benar ketakutan setengah mati.Pemuda ini adalah peserta terhebat di di Turnamen Chartreuse? Dia bahkan mampu mengalahkan pewaris Sekte Langga yang sudah berada di tingkat pembentukan inti tahap menengah!Belum lagi, dalam perjalanan pulang mereka, mereka sempat menyaksikan betapa mengerikannya latar belakang Afkar.Seorang ahli tingkat inti dari Keluarga Pakusa mencoba membunuhnya, tetapi malah dibunuh balik oleh kakek misterius di belakang Afkar hanya dengan satu pukulan.Waktu itu, bukan hanya mereka berdua yang gemetar. Bahkan, Santo Sekte Bulan Hitam sekalipun memperingatkan dengan sungguh-sungguh agar mer
"Ketua Umum saja sudah turun tangan. Dia ahli bela diri top, bisa bunuh seorang master dengan satu pukulan! Aku mau lihat, gimana caramu atasi masalah ini! Sebaiknya kamu mati saja bareng Keluarga Safira!"Begitu ucapan itu dilontarkan dari mulut Erlin, semua orang yang hadir di tempat itu pun tampak panik.Termasuk Haris, Dafa, Lauren, mereka semua merasa punggung mereka seperti diselimuti hawa dingin.Namun, berbeda dengan yang lain, Afkar justru tersenyum menatap Erlin. Senyumannya bukan senyuman biasa, melainkan senyuman penuh makna."Ahli bela diri top? Di mana? Kok aku nggak lihat? Dia ya?" Afkar menoleh dan menunjuk Kelam, suaranya penuh rasa meremehkan.Kemudian, dia beralih menunjuk ke arah Orion dan Guntur yang berjaga agar dia tak bisa kabur. "Atau dia? Atau mungkin dia?"Mendengar Afkar bertanya seperti itu, Erlin dan anggota Keluarga Safira tertegun. Semua orang di sana bisa merasakan arogansi Afkar.Meskipun Erlin sudah mengatakan Kelam bisa memukul mati seorang master de