Share

Mencari Jawaban

Author: Maybe Not
last update Last Updated: 2024-11-03 11:37:27

Rani dan teman-temannya terengah-engah, masih terpengaruh oleh pertempuran mereka melawan kegelapan yang menakutkan. Mereka berdiri di tengah ruangan, mengatur napas sebelum melanjutkan pencarian mereka. Rani memeriksa tongkat yang sebelumnya ia gunakan, berharap benda itu masih memiliki kekuatan.

“Sekarang kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini,” Rani berkata, suaranya penuh tekad. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan keberanian semata.”

“Setuju. Kita perlu mendapatkan lebih banyak informasi,” Andi menjawab, menatap ke arah tumpukan buku yang masih tergeletak di atas meja. “Mungkin ada sesuatu di buku-buku itu yang bisa membantu kita.”

Mira melangkah lebih dekat ke meja dan mulai membuka buku-buku satu per satu. “Ini semua tampaknya tentang ritual kuno,” katanya, suaranya sedikit bergetar. “Tapi sulit untuk memahami semuanya.”

“Coba kita fokus pada bagian yang menyebutkan tentang sosok-sosok yang kita lihat tadi,” Budi menyarankan, mengamati halaman-halaman buku. “Mungkin ada penjelasan tentang mereka.”

Rani mengangguk, dan mereka mulai mencari halaman yang relevan. “Di sini!” Rani berseru, menunjukkan sebuah gambar sosok menyeramkan. “Ini terlihat seperti mereka.”

Mira menatap gambar itu dengan ketakutan. “Apa itu? Kenapa mereka terlihat begitu menakutkan?”

“Anda tahu, menurut buku ini, mereka disebut ‘Arwah Terikat’,” Rani menjelaskan, membacakan isi buku tersebut. “Mereka adalah jiwa-jiwa yang terperangkap di antara dua dunia karena ritual yang tidak berhasil.”

“Jadi, kita menghadapi arwah yang terjebak di sini? Mereka bisa saja berbahaya,” Andi menambahkan, wajahnya semakin serius. “Kita harus menemukan cara untuk membebaskan mereka atau kita akan terus menjadi target.”

“Bagaimana kita bisa membebaskan mereka?” Mira bertanya, suaranya bergetar. “Apakah ada ritual yang bisa kita lakukan?”

Rani melanjutkan membaca dengan seksama. “Di sini tertulis bahwa untuk membebaskan arwah-arwah itu, kita harus menemukan ‘Cahaya Sejati’. Tanpa cahaya itu, mereka tidak bisa pergi.”

“Di mana kita bisa menemukan Cahaya Sejati itu?” Budi bertanya, merasa putus asa.

“Tidak ada penjelasan lebih lanjut,” Rani menjawab, menutup buku dengan frustrasi. “Tapi kita harus mencari petunjuk lain. Mungkin ada sesuatu di luar ruangan ini.”

“Ayo, kita harus pergi sekarang juga,” Andi berkata, terlihat semakin tegang. “Semakin lama kita di sini, semakin besar kemungkinan kita menghadapi kegelapan lagi.”

Mereka semua setuju dan melangkah keluar dari ruangan, berusaha menjaga diri tetap bersama. Lorong-lorong semakin gelap dan menakutkan, tetapi mereka tahu mereka tidak bisa mundur.

“Ke mana kita harus pergi?” Mira bertanya, menatap Rani. “Kita tidak punya peta atau apa pun.”

“Kita bisa mencari ruangan lain. Mungkin ada pintu atau jendela yang bisa membawa kita ke tempat lain,” jawab Rani, berusaha menjaga semangat.

Budi menunjuk ke arah sebuah pintu tua di ujung lorong. “Bagaimana dengan pintu itu? Kita belum menjelajahinya.”

“Baiklah, kita coba,” Rani menjawab, berusaha tetap tenang. Mereka berlari menuju pintu dan Rani mengangkat tangan untuk mengetuk, tetapi sebelum dia sempat melakukannya, pintu itu terbuka dengan sendirinya.

Semua terkejut dan melangkah mundur. “Siapa yang membuka pintu itu?” Mira berbisik, matanya membulat.

“Mungkin kita harus masuk,” Budi berkata, suara ragu. “Tapi kita harus berhati-hati.”

Rani mengangguk dan melangkah maju, diikuti oleh yang lainnya. Ruangan itu tampak lebih besar dan lebih berantakan daripada yang sebelumnya mereka lihat. Di tengah ruangan, ada sebuah altar tua dengan lilin-lilin yang hampir padam.

“Apa ini?” Andi bertanya, mendekati altar. “Sepertinya ada sesuatu yang telah dilakukan di sini.”

“Coba kita periksa,” Rani menjawab, berusaha untuk tidak menunjukkan ketakutannya. Mereka semua mendekati altar dan melihat ada buku lain yang tergeletak di atasnya.

Mira mengambil buku itu dan membukanya. “Ini tampaknya berisi catatan tentang ritual-ritual yang berbeda,” katanya. “Tapi kebanyakan dari mereka tampak mengerikan.”

Rani mendekat dan melihat halaman-halaman yang penuh dengan gambar-gambar menyeramkan. “Lihat! Ada catatan tentang Cahaya Sejati!” dia berseru.

Mira dan Budi segera mendekat untuk melihat. “Apa yang tertulis?” Andi bertanya, bersemangat.

Rani mulai membaca dengan keras. “Untuk menemukan Cahaya Sejati, satu-satunya cara adalah mencari ‘Refleksi Kegelapan’. Ini adalah simbol yang menyimpan kekuatan untuk menerangi kegelapan dan membebaskan arwah-arwah terikat.”

“Refleksi Kegelapan?” Budi mengulang, berusaha mencerna informasi itu. “Apa maksudnya?”

“Tidak ada penjelasan lebih lanjut di sini,” Rani menjawab, merasakan tekanan di dadanya. “Tetapi kita mungkin bisa menemukannya di tempat lain di gedung ini.”

“Kita harus mencari,” Andi menambahkan. “Tapi kita harus cepat sebelum sosok-sosok itu kembali.”

Saat mereka mendiskusikan langkah selanjutnya, suara berderak terdengar lagi dari sudut ruangan. Mereka semua terdiam, menatap ke arah suara itu.

“Apa itu?” Mira berbisik, tubuhnya bergetar.

“Sepertinya ada sesuatu yang bergerak,” Budi menjawab, ketakutan. “Kita harus pergi sekarang!”

Rani berusaha menenangkan teman-temannya. “Ayo kita tetap tenang. Kita harus bisa menemukan jalan keluar.”

Tetapi saat mereka berbalik untuk pergi, sosok-sosok menakutkan yang mereka hadapi sebelumnya muncul kembali, menghalangi jalan mereka. “Kalian tidak akan bisa pergi,” salah satu dari mereka berteriak dengan suara menggema. “Kalian telah masuk ke dalam kegelapan!”

Mira menjerit dan melangkah mundur, sedangkan Rani menggenggam tangan teman-temannya. “Tidak! Kami tidak akan menyerah!” dia berseru, berusaha mengusir rasa takut.

“Andi, ambil tongkat itu!” Budi berteriak, menunjuk ke tongkat yang masih tergeletak di altar.

Andi meraih tongkat dan mengangkatnya. “Ayo, kita lawan mereka!” dia berteriak, suaranya dipenuhi semangat. “Kita tidak bisa membiarkan mereka menghentikan kita!”

Rani berusaha menenangkan diri dan mengarahkan tongkat ke arah sosok-sosok itu. “Kalian tidak akan menang!” dia berseru, berusaha menyalakan semangat di hati teman-temannya.

Cahaya dari tongkat itu mulai memancar, menciptakan energi yang kuat. “Ayo, kita bersatu!” Rani berteriak.

Mira dan Budi mengangkat tangan mereka dan bersama-sama mengarahkan tongkat ke arah sosok-sosok yang mendekat. “Kita bisa melakukannya!” Mira berseru, suaranya penuh tekad.

Ketika cahaya dari tongkat semakin kuat, sosok-sosok itu mulai bergetar dan tampak ketakutan. “Tidak! Kami tidak ingin pergi!” mereka berteriak.

Rani menambah kekuatan, “Kalian tidak memiliki kekuatan di sini! Kami akan membebaskan diri dan arwah-arwah terikat!”

Dengan semangat yang menyala-nyala, cahaya itu semakin kuat, mendorong kegelapan mundur. Rani merasakan harapan dan kekuatan baru mengalir di dalam dirinya.

Sosok-sosok itu berteriak dan mundur ke dalam kegelapan, semakin jauh dari cahaya yang dipancarkan oleh Rani dan teman-temannya. “Kami akan kembali! Ini belum berakhir!” salah satu dari mereka berteriak sebelum menghilang.

“Ini berhasil!” Budi berseru, wajahnya bersinar dengan harapan. “Kita bisa mengalahkan mereka!”

“Tapi kita tidak boleh lengah,” Andi menambahkan, masih waspada. “Mereka mungkin akan kembali dengan lebih kuat.”

Rani mengangguk, berusaha menenangkan diri. “Kita harus menemukan Refleksi Kegelapan. Itu satu-satunya cara untuk melindungi diri kita.”

“Ayo, kita cari!” Mira berkata, semangatnya kembali membara.

Mereka semua merapikan diri dan melanjutkan pencarian, bertekad untuk menemukan jawaban yang bisa membebaskan mereka dari teror yang mengintai. Langkah mereka mantap, meski rasa takut masih menggantung di udara.

Saat mereka menjelajahi ruangan itu, mereka menemukan lebih banyak catatan dan simbol-simbol aneh di dinding. “Ini tampaknya menjadi petunjuk,” Rani berkomentar, mencatat apa yang mereka lihat.

“Kita harus hati-hati,” Budi mengingatkan, “jangan sampai kita terjebak di sini lebih lama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bayangan Dibalik Cermin   Terperangkap

    Malam itu, setelah peristiwa di perpustakaan, Andi dan Mira memutuskan untuk kembali ke apartemen Andi. Mereka merasa buku yang baru ditemukan itu mungkin adalah kunci untuk mengakhiri teror yang mereka alami. Namun, atmosfer di apartemen terasa semakin berat, seakan-akan mereka telah membawa sesuatu yang lebih gelap dari sebelumnya. “Andi, kita nggak bisa terus-terusan begini,” ujar Mira dengan suara serak. Ia duduk di sofa dengan tubuh gemetar, matanya terus mengawasi pintu depan. “Aku tahu, Mir. Tapi kita nggak punya pilihan lain. Kalau kita nggak mencari tahu lebih banyak, mereka nggak akan pernah berhenti.” Andi meletakkan buku tua itu di meja, membukanya perlahan-lahan. Buku itu dipenuhi simbol-simbol dan tulisan yang hampir tidak terbaca. Beberapa halaman bahkan terlihat seperti terbakar di tepinya. Mira menatap halaman itu dengan ngeri. “Kamu yakin ini bakal membantu kita? Gimana kalau malah memperburuk keadaan?” Andi menghela napas. “Aku nggak tahu. Tapi aku rasa, s

  • Bayangan Dibalik Cermin   Bayangan

    Setelah satu bulan berlalu sejak peristiwa menyeramkan yang menimpa mereka, Andi dan Mira akhirnya merasa lega. Kehidupan mereka perlahan kembali normal, meskipun bayangan malam itu masih sesekali menghantui pikiran mereka. Buku hitam yang menjadi pusat dari semua masalah itu telah mereka kubur di tempat yang jauh dari pemukiman. Namun, ada rasa khawatir yang tak pernah benar-benar hilang dari hati mereka.Hari ini, adalah hari pertama semester baru di universitas. Andi duduk di kursi kantin kampus, menyesap kopi sambil membaca catatan kuliahnya. Mira duduk di hadapannya, sibuk menulis sesuatu di buku jurnal kecilnya.“Kamu nggak merasa aneh?” tanya Mira tiba-tiba, memutus keheningan di antara mereka. “Aneh gimana?” balas Andi, tanpa mengalihkan pandangannya dari catatan. “Kayak... semuanya terlalu tenang. Setelah apa yang kita alami, aku merasa seharusnya hidup kita nggak akan pernah normal lagi.” Andi mendesah, meletakkan catatannya di meja. “Mungkin ini pertanda baik. Kita berha

  • Bayangan Dibalik Cermin   Akhir dari Kegelapan

    Suara tawa anak kecil yang menggema di sekitar rumah kayu tua itu membuat bulu kuduk Andi dan Mira berdiri. Udara di dalam ruangan tiba-tiba terasa lebih dingin, membuat napas mereka mengembun. Andi mencoba berpikir jernih, tetapi pikirannya terus-menerus terpecah oleh suara-suara aneh yang datang dari dinding dan lantai. “Dia masih di sini, Andi,” bisik Mira sambil bergetar, matanya terus memandang ke arah jendela. “Apa pun itu, dia nggak akan biarin kita pergi.”Andi menatap simbol-simbol bercahaya di dinding yang perlahan mulai redup. "Mungkin ada sesuatu yang kita lewatkan. Buku ini..." Ia membuka kembali buku hitam itu dan membalik halamannya dengan cepat, berharap menemukan jawaban.Mira menggenggam lengan Andi, suaranya penuh kepanikan. “Andi, kita nggak punya waktu! Lihat itu!” Dari luar jendela, sosok anak kecil itu berubah. Tubuhnya mulai memanjang, kulitnya merekah, memperlihatkan jaringan berdarah di bawahnya. Matanya menyala putih, sementara giginya yang tajam semakin

  • Bayangan Dibalik Cermin   Kebenaran

    Andi dan Mira berjalan dengan langkah berat, menggenggam satu sama lain seolah-olah itu adalah satu-satunya hal yang bisa membuat mereka tetap hidup. Hutan di sekitar mereka berubah semakin aneh—pohon-pohon seakan bergerak, bayangan gelap melintas di sudut mata mereka, dan suara langkah-langkah berat terdengar mengikuti mereka dari kejauhan.“Andi, apa ini akan pernah berakhir?” suara Mira bergetar. “Aku nggak yakin kita bisa keluar dari sini hidup-hidup.”Andi menelan ludah, mencoba mengusir rasa takut yang mulai menguasainya. “Kita harus bisa, Mira. Aku nggak akan biarin sesuatu menyakitimu. Kita sudah sejauh ini, dan kita nggak boleh berhenti.”Namun, langkah mereka terhenti tiba-tiba saat sebuah suara mendesing keras memenuhi udara. Suara itu menyerupai jeritan manusia, tetapi terlalu melengking untuk dianggap normal. Dari balik kabut, sesosok makhluk tinggi dengan tubuh kurus dan wajah memanjang muncul perlahan. Matanya menyala merah, dan tubuhnya bergerak dengan cara yang tidak

  • Bayangan Dibalik Cermin   Dia datang!

    Andi dan Mira mengikuti wanita tua itu tanpa banyak bertanya, meskipun hati mereka penuh kebingungan dan ketakutan. Suara langkah kaki mereka menggema di antara keheningan hutan, dan hanya sesekali terdengar suara lonceng kecil yang menggantung di tongkat wanita tersebut.“Andi,” bisik Mira, menatap punggung wanita tua di depan mereka. “Kita yakin mau ikut dia? Gimana kalau dia juga bagian dari semua ini?”Andi menoleh, berbisik pelan. “Kita nggak punya pilihan, Mira. Kalau kita tetap di sini tanpa petunjuk, kita pasti mati.”Mira tidak menjawab, hanya menggenggam lengan Andi lebih erat. Langkah mereka terus maju, melewati akar-akar pohon yang melilit seperti tangan yang ingin menjangkau mereka. Kabut di sekitar mulai menipis, tetapi itu justru membuat suasana semakin mencekam. Pohon-pohon besar dengan cabang-cabang menyerupai tangan mencakar langit berdiri angkuh di sekitar mereka.Wanita tua itu tiba-tiba berhenti. Ia mengangkat tongkatnya dan menancapkannya ke tanah. “Kita berhenti

  • Bayangan Dibalik Cermin   Persekutuan Gelap

    Andi dan Mira berjalan perlahan di tengah kabut yang semakin pekat. Hawa dingin menyelimut, dan suara-suara aneh terus terdengar di sekitar mereka. Langkah kaki mereka terasa berat, seolah tanah tempat mereka berpijak menyedot energi mereka. Suara geraman halus mulai terdengar dari kejauhan, membuat mereka berdua saling pandang dengan ketakutan.“Andi... aku nggak bisa. Rasanya... rasanya kakiku berat banget,” ujar Mira, tubuhnya gemetar hebat.Andi berhenti dan menoleh ke Mira. “Aku tahu ini sulit, tapi kita harus terus bergerak. Kalau kita berhenti, mereka akan menemukan kita.”Tiba-tiba terdengar suara tawa pelan, seperti suara anak kecil yang sedang bermain. Suara itu bergema, datang dari berbagai arah. Mira langsung mencengkeram lengan Andi dengan kuat.“Andi... itu suara apa?” bisiknya, suaranya hampir tak terdengar.Andi memandangi sekeliling, berusaha mencari asal suara. Namun, kabut terlalu tebal. “Aku nggak tahu, tapi kita nggak boleh berhenti. Ayo, Mira. Berdiri. Kita harus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status