Seserahan Kebo Gerang

Seserahan Kebo Gerang

last updateHuling Na-update : 2025-11-23
By:  Nana ShamsyIn-update ngayon lang
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
Hindi Sapat ang Ratings
5Mga Kabanata
11views
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Seserahan Kebo Gerang adalah pernikahan yang menentang adat petung weton dimana dipercaya membawa kutukan. Narsih tidak bisa membatalkan pernikahan ini dikarenakan putrinya tengah berbadan dua. Ia berniat melemparkan kutukan itu kepada orang lain sebelum empat puluh hari. Berhasilkan Narsih melakukan hal itu? seserahan kebo gerang a story writer by Nana Shamsy

view more

Kabanata 1

Satu

SESERAHAN KEBO GERANG — BAB 1

Oleh Nana Shamsy

“Nanti, kalau ada yang meminta bunga mawar… jangan diberikan.”

Suara Abi terdengar tenang, namun ada sesuatu di balik ketenangan itu—sebuah getar halus yang menimbulkan rasa waswas. Ia meneguk sisa kopi hitam di cangkir, lalu menatap istrinya dalam diam.

Dyah yang sejak tadi mengamati sorot mata suaminya, tahu betul—ini bukan pesan biasa.

“Ada apa, Mas?” tanyanya lembut, namun wajahnya tegang.

Abi menatapnya sekilas. “Pokoknya jangan diberikan. Aku berangkat kerja dulu.”

Tanpa menunggu jawaban, ia bangkit dan melangkah pergi.

Dyah hanya menatap punggung suaminya hingga menghilang di balik pintu. Dalam hati, timbul tanya yang tak terucap. Tapi Dyah sudah lama mengenal watak suaminya. Abi bukan tipe orang yang bicara tanpa sebab. Jika ia sudah berpesan, maka di baliknya pasti ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kata-kata.

Hari itu, Dyah menyelesaikan pekerjaan rumah dengan gelisah. Setelah semuanya rapi, ia duduk di ruang tamu—menatap bunga mawar yang tumbuh di depan rumah. Dua tangkai mawar merah mekar sempurna di antara kuncup yang masih tertutup. Entah kenapa, pandangan Dyah tertahan di sana cukup lama.

Pesan Abi bergema di kepalanya.

Jangan berikan bunga mawar itu.

Abi bukan lelaki sembarangan. Ia memiliki sesuatu yang tak dimiliki orang kebanyakan—sebuah anugerah sekaligus beban: indra keenam.

Kelebihan itu bukan untuk dipamerkan, bukan pula untuk menakut-nakuti. Ia memanggulnya sebagai amanah, dengan bimbingan Ustaz Ikhwan, agar kepekaannya menjadi alat untuk menolong sesama, bukan menjerumuskannya dalam kesombongan.

Sebab indra keenam bukanlah perhiasan, melainkan titipan yang berat.

Ia menuntut ketundukan, bukan kebanggaan.

Sebab ketika mata batin terbuka, maka hati harus lebih luas dari samudra—agar tidak karam oleh apa yang dilihatnya.

Banyak yang mampu menyingkap tabir gaib, tapi sedikit yang sanggup menundukkan ego setelah melihatnya.

Sebab semakin jauh mata itu menembus yang tak kasat, semakin besar pula tanggung jawabnya untuk menjaga cahaya agar tak berubah menjadi nyala yang membakar diri.

“Nduk, duduk di ruang tamu ya. Ibu ke belakang sebentar. Kalau ada yang datang meminta bunga mawar, jangan diberi.” Suara Dyah lembut, tapi tegas.

Mila mengernyit. “Kenapa, Bu?”

“Bapakmu berpesan begitu.”

“Oh .…” Mila tak bertanya lagi. Ia tahu, jika bapaknya sudah berpesan, pasti ada maksud.

Suara gamelan dari rumah Bu Narti terdengar menggema pelan. Hari itu tetangga mereka tengah mengadakan pesta pernikahan. Jalan desa yang biasanya sepi kini ramai oleh para tamu dan kerabat.

Dyah menatap jam dinding. Abi bilang ia akan pulang sebelum akad dimulai.

Tak lama, Dyah kembali dari dapur. Mila pun menuju kamarnya, tempat sang kakak, Santi, sedang membaca.

“Mbak, tahu nggak, kenapa Bapak melarang kasih bunga mawar?”

“Memangnya Bapak bilang begitu?” tanya Santi tanpa menoleh, matanya masih menelusuri halaman buku Aku Sedang Beribadah Haji.

“Iya.”

“Berarti ada sesuatu.”

Mila mendekat, merebahkan diri di samping kakaknya, memeluknya erat. Besok pagi, Santi akan kembali ke kota.

“Bu Dyah! Bu Dyah!”

Suara panggilan itu memecah siang. Mila dan Santi spontan saling pandang.

“Siapa, Mbak?”

“Entah, ayo keluar.”

Mereka berdua bergegas ke teras. Terlihat Bu Narti berdiri di depan pagar, senyumnya kaku.

“Nggih, ada apa, Bu?” tanya Dyah sopan.

“Mau minta bunga mawar, Bu. Buat acara manten, kurang dua tangkai.”

Dyah menarik napas pelan. “Maaf, Bu Narti. Suami saya berpesan, kalau ada yang meminta bunga mawar, jangan dikasih. Kalau boleh tahu, untuk apa ya?”

“Ya buat dekorasi pengantin, cuma bunga kok, masa nggak boleh?”

Nada suaranya mulai meninggi.

“Bukan masalah boleh atau tidak, Bu. Saya cuma menjalankan pesan suami.”

“Halah! Perkara bunga aja segitunya. Pelit amat!” gerutu Bu Narti sambil menghentakkan kakinya, meninggalkan halaman dengan langkah berat.

Dyah masih terpaku di tempat. Mila dan Santi mendekat.

“Bu ....” bisik Santi.

“Firasat Bapakmu kuat.”

“Firasat?” tanya Mila heran.

“Ibu rasa, ini ada hubungannya dengan pernikahan itu. Seserahan Kebo Gerang."

Santi menatap Ibunya serius. “Sengkolo, apa Ibu berpikir begitu? "

Dyah mengangguk perlahan. “Iya. Sejak kemarin sebenarnya ibu sudah curiga, waktu adep ulap-ulap, mereka melempar dua ayam cemani ke atap rumah. Itu pertanda buruk. Sengkolo besar sedang dialihkan. Bunga mawar yang mereka minta itu bukan sekadar bunga, tapi penanda."

Santi terdiam. Mila menelan ludah, wajahnya pucat.

"Penanda? Maksudnya?" tanya Mila tak mengerti dengan obrolan Kakak dan Ibunya.

“Ibaratnya kamu dan Mbak mu ini Nduk. Kalau bunga itu diberikan, artinya ibu menyerahkan kalian sebagai penanggung sengkolo itu.”

"Enak sekali mereka, " desis Santi.

Mila tercekat. Tiba-tiba pesan Bapaknya terngiang jelas di kepalanya. Jangan berikan bunga mawar itu.

***

Sore harinya, Abi pulang. Dyah menceritakan semuanya. Abi hanya diam beberapa saat, lalu mengucap pelan, ia menatap bunga mawar di halaman. Angin sore berhembus pelan, membuat kelopak merah itu bergoyang lembut.

“Yang penting bunga itu tidak diambil. Narti sudah mengincar anak kita."

Dyah mengangguk, matanya sendu. “Aku tahu."

"Terus baca doa untuk anak-anak, " Pesan Abi. Mereka pun saling tatap dalam diam, dengan pikiran masing-masing.

***

Satu minggu setelah acara manten selesai, Bu Narti mulai jarang menegur keluarga Abi. Tiap kali berpapasan, wajahnya selalu menegang, seperti menyimpan amarah yang tak selesai.

Sore itu tiba-tiba Mila dikejutkan oleh kabar duka yang ia dengar dari toa masjid. Anak bungsu Bu Ismawati meninggal. Kabarnya Laila meninggal dalam kecelakaan tunggal. Kabar itu begitu cepat menyebar dari mulut ke mulut.

“Laila .…” Mila nyaris tak percaya, tadi pagi ia masih bersenda gurau dengan Laila di sekolah. Ia melompat dari kasurnya, mencari ibu bapaknya di belakang. Abi dan Dyah sudah siap-siap mau melayat.

"Bapak, Ibu, bener tadi yang kudengar kalau Laila meninggal?"

Abi hanya menatap kosong. “Apakah Narti meminta bunga pada Ismawati? "

Dyah baru ingat, Narti hari itu mengambil mawar di dekat sumur Ismawati. Saat menghadiri acara nikahan, Dyah sempat bertanya apakah dia sudah dapat bunga atau belum. "I-iya, " jawabnya terbata.

"Bu Narti meminta bunga mawar dengan maksud tak bersih. Bunga mawar itu tumbal, bukan sekedar hiasan. Satu dari dua bunga mawar itu belum gugur. Masih ada bunga ke dua. Seserahan kebo gerang ini belum selesai, " ucap Abi membuat Mila bergidik ngeri.

Jadi, Laila adalah bunga mawar itu. Ya Tuhan.

Lalu siapa bunga ke dua?

Mila merasakan tubuhnya gemetar. Kata-kata Bapaknya menggema dalam kepalanya.

Seserahan Kebo Gerang ini … belum selesai.

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Walang Komento
5 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status