Rombongan tim evakuasi yang dipimpin Leo dan Kapten Elliott masih syok atas pemandangan tragis di hadapan mereka. Tubuh tak bernyawa William tergeletak mengenaskan bersimbah darah di pojok gudang tua tempatnya bersembunyi. Sementara Emily sang putri bangsawan yang menjadi saksi kunci penjatuhan keluarga Rosewood raib tak tentu rimba."Ya ampun... jadi beginikah akhir tragis sang pengkhianat..." desis Kapten Elliott prihatin sembari menyentuh denyut nadi William yang sudah tak berdenyut.Leo jatuh berlutut lemas di samping jasad rekannya itu. Penyesalan luar biasa menghantam hatinya menyadari nyawa melayang akibat gagal melindungi lokasi persembunyian rahasia ini. Air mata mengalir di pipinya mengenang pengabdian tulus William pada majikannya."Maafkan aku... Gara-gara kelalaianku kau jadi korban para mafia keji itu..." isak Leo tersedu. Dia bersumpah akan menuntut balas kematian rekannya apapun caranya.Sementara itu Kapten Elliott dan anak buahnya sibuk menyisir lokasi kejadian perka
Suasana menegangkan masih menyelimuti lokasi persitiwa penyerangan maut sore itu. Asap putih kehitaman mengepul pekat dari sisa-sisa ledakan dan kebakaran akibat baku tembak dan benturan keras. Darah segar tercecer di mana-mana bercampur genangan oli hitam. Sementara itu sang truk besar pendamping yang menjadi alat penyerang sudah tidak berbentuk lagi akibat tabrakan dan terbakar hebat. Sosok supirnya sendiri sudah tewas mengenaskan terjepit di kursi kemudi. Leo yang nekat bertarung satu lawan satu dengan kendaraan besi buas itu akhirnya sukses menghentikan lajunya, meski harus mengorbankan nyawa lawannya."Sial, brengsek benar para mafia keparat itu... Beraninya melakukan teror di jalanan terbuka begini..." umpat Leo sambil berjalan sempoyongan menghampiri rekan-rekannya yang tersisa, termasuk Emily sang buronan utama.Putri sulung Rosewood itu masih terlihat syok akibat aksi nekat Sang Letnan yang mempertaruhkan nyawanya demi melindungi rombongan. Pakaiannya yang memang sudah compa
Leo masih diliputi syok dan duka mendalam atas jatuhnya puluhan korban jiwa dari pihak kepolisian akibat bertubi-tubi serangan bengis dari gerombolan residivis bayaran keluarga Rosewood. Belum lagi hilangnya kontak dari Sheriff Rogers dan Lucius yang diculik oleh gerilyawan haus balas dendam itu. Namun seberkabung-kabungnya Leo, dia tak punya waktu larut dalam kesedihan. Pasalnya nyawa Emily sang putri bangsawan pemberontak masih terancam bahaya. Leo dan regu bantuan harus secepatnya mengamankan pelarian sang saksi kunci sebelum berhasil ditangkap lagi oleh gerombolan mafia buas itu."Letnan Leo, apa Anda yakin sanggup melanjutkan misi pengawalan nona Emily ke ibukota dalam kondisi sangat kalut begini?" tanya Salma, satu-satunya anggota regu kepolisian perempuan yang selamat dari insiden penyergapan maut kemarin.Sang Letnan menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya yang masih diliputi rasa bersalah atas jatuhnya rekan-rekannya. "Tidak apa-apa sersan Salma. Ini sudah tugas
Sudah dua minggu lebih Emily menjalani masa rehabilitasi pasca trauma beruntun yang dialaminya di tangan keluarganya sendiri. Kini gadis anggun itu memilih bertapa di sebuah kuil di kaki Gunung Andara demi menenangkan jiwa dan raganya yang terguncang hebat.Leo sendiri harus kembali ke Kota Senja guna merapikan pertanggungjawaban kasus serupa pembongkaran Rosewood di kampung halamannya itu. Usai misi penyelamatan buronan kunci berhasil menelan banyak korban jiwa, kini tugasnya kembali normal.Namun tetap saja bayang-bayang peristiwa kelam itu kerap menghantui. Terlebih nasib tragis rekan sekaligus atasannya Sheriff Rogers yang raib diculik gerombolan gerilya bayaran keluarga mafia yang diburunya habis-habisan. Setelah dipanggil ke markas pusat perihal klarifikasi laporan tugas, Leo diijinkan cuti tiga hari untuk menjernihkan pikiran di rumah kedua orangtuanya. Sang Ibu masih terus menangis tersedu mengetahui kepulangan putra tunggalnya dalam keadaan selamat meski berbalut luka."Ya a
Kabar mengenaskan tentang ditemukannya jasad Lucius yang tewas mengenaskan sontak mengagetkan seluruh jajaran kepolisian Kota Senja. Rekan-rekan yang selamat dari insiden penyergapan beberapa waktu lalu kini harus menerima kenyataan pahit kembali kehilangan seniors yang sangat disegani.Leo sendiri bagai kehilangan separuh nyawanya mendengar kabar duka ini. Dia tak menyangka misi penyelamatan Emily sang putri buronan Rosewood berbuntut sesangat tragis bagi anggota kepolisian lokal. Selain harus kehilangan sang atasan Sheriff Rogers, kini nyawa mata-mata andalannya juga melayang sia-sia."Sungguh biadab... Brengsek benar kelakuan gerombolan bajingan bayaran itu... Seenaknya main hakim sendiri terhadap anggota kepolisian..." maki Salma emosi campur sedih. Air mata mengalir di pipinya mengingat betapa periang dan bijaksana sosok Lucius sewaktu hidup. Sang Letnan sendiri hanya bisa mengepalkan tinju menahan gemuruh rasa bersalah dan geram luar biasa di dada. Sungguh dia bertekad akan mem
Leo menatap penuh harap pesawat jet pencegat yang melintas mengangkasa jauh di atasnya. Itu pasti bala bantuan udara yang dikirim pemerintah ibukota begitu mendengar regu kepolisiannya terdesak. Memberantas Rosewood memang sudah menjadi agenda nasional mengingat betapa murtad dan kejinya sindikat mafia satu ini.“Ya, benar-benar pasukan jet elit penggempur sarang teroris itu! Berarti sudah dipastikan keadaan sangat gawat hingga diperlukan bala bantuan optimal!” gumam Leo bersemangat.Sang Letnan dan anak buahnya yang masih bertahan segera bersorak menyambut. Mereka melambaikan tangan, berharap pilot pesawat ini segera memberondong habis markas musuh dari udara. Namun harapan mereka mendadak lenyap saat melihat benda bersayap itu tiba-tiba oleng ke kiri sebelum meledak dahsyat diikuti kepulan asap hitam pekat...“Apa?! Kenapa pesawat tempur itu bisa tiba-tiba meledak?!” pekik Leo syok bukan main. Firasatnya mendadak sangat tidak enak. Benar saja kecurigaannya! Tak lama setelahnya, tig
Leo dan pasukannya yang tersisa memasang sikap waspada tempur begitu memasuki ruang bawah tanah rahasia pusat laser mematikan milik keluarga Rosewood. Mereka bersiap mengeluarkan granat EMP guna meledakkan panel kontrol vital senjata energi ilegal itu sekaligus melumpuhkannya secara permanen."Granat siap dilempar, Letnan!" lapor Salma tegang. Dia dan rekan-rekan sipilnya sudah bersiap melemparkan bola metalik mungil berisi gelombang elektromagnetik itu ke arah panel laser begitu mendapat aba-aba.Leo mengacungkan ibu jarinya, bersiap memberi intruksi fatal itu. "Oke, semuanya siap tempur! Kita hancurkan 'ular' sialan ini dalam hitungan ketiga!" komandonya lantang."Satu... Dua... Ti—" "Tunggu dulu! Jangan gegabah menghancurkannya!" Teriakan Emily yang tiba-tiba menginterupsi aksi nekat itu sukses membuat yang lain terperanjat bingung. Mereka menatap sang nona muda dengan penuh tanda tanya."Kenapa cegah kami menghancurkan senjata haram yang sudah merenggut banyak nyawa ini, Nona?!"
Leo meringis kesakitan luar biasa saat si pria bertindik itu terus saja melayangkan pukulan demi pukulan keras ke sekujur tubuhnya yang sudah babak belur. Darah segar terus mengalir dari hidung dan sudut bibirnya. Namun Sang Letnan tetap bergeming dan tidak mengeluh sedikitpun meski disiksa fisik sedemikian rupa.Emily hanya bisa menangis tersedu menyaksikan pemandangan menyayat hati ini. Dia benar-benar merasa bersalah luar biasa karena keberadaannya telah membuat orang lain menderita, terlebih Leo sang penyelamat jiwanya yang rela berkorban demi melindungi nona muda buronan ini.Puas menyiksa, si pria bertindik itu mengisyaratkan anak buahnya yang kekar-kekar menyeret tubuh babak belur Leo ke pojok ruangan. Sang Letnan disandera dalam posisi berlutut sambil kedua tangannya diborgol di belakang punggung. Sementara mulutnya disumpal kain kotor hingga hanya erangan kesakitan tertahan yang bisa lolos. Meski babak belur, kilatan mata Leo tetap menyala-nyala penuh gairah membara. Jelas d