Setelah 6000 Tahun terjebak di dunia kultivasi, Ryan Drake berhasil menggapai puncak kultivasi dan menjadi Iblis Surgawi yang paling ditakuti. Dengan mengorbankan seluruh kekuatan puncaknya, Ryan berhasil memecah dinding ruang dan waktu, untuk kembali ke kampung halamannya. Semua ini ia lakukan hanya demi bertemu lagi dengan Alicia Moore, kekasih yang ingin dinikahinya. Ternyata 6000 tahun di dunia itu hanya setara 6 tahun di sini. Dengan semua informasi dan kekuatan yang Ryan dapat sebelumnya, ia akan kembali menuju puncak dunia. Ikuti kisah Ryan kembali menjadi yang terkuat, serta mengungkap misteri di balik kejadian enam tahun yang lalu dan mengejar kembali hati anak-kekasihnya yang kini telah membencinya.
Lihat lebih banyak"Lihat orang itu, bajunya compang-camping seperti gelandangan," bisik seorang wanita paruh baya kepada temannya di kursi seberang, matanya melirik sinis ke arah pria yang baru saja naik ke dalam bus.
"Ssst, jangan keras-keras. Tapi benar, baunya juga tidak enak. Pasti orang kampung yang baru turun gunung," balas temannya sambil mengernyitkan hidung.
Ryan Drake, pria yang menjadi objek pembicaraan itu, hanya duduk diam di kursinya.
Pakaiannya memang kotor dan robek di beberapa bagian, tapi sorot matanya yang tenang menyiratkan kedalaman yang tak terduga.
Dia baru saja menuruni Gunung Ergo, sebuah perjalanan yang bagi orang lain hanya memakan waktu beberapa hari, tapi baginya telah berlangsung selama 6000 tahun di dimensi lain.
Bus melaju membelah jalanan berkelok, membawa para penumpang menuju kota Crockhark.
Seorang pria bertubuh kekar dengan jaket kulit berdiri dari kursinya, pura-pura kehilangan keseimbangan saat bus melewati tikungan.
Gerakan tangannya yang terlatih nyaris tak terlihat saat mencoba meraih tas seorang wanita muda yang sedang tertidur.
Ryan mengamati kejadian itu dari sudut matanya. Setelah ribuan tahun kultivasi, gerak-gerik sekecil apapun tak luput dari penglihatannya.
Tepat saat jari-jari pencopet itu hendak menyentuh risleting tas, Ryan mencengkram pergelangan tangannya.
"Akh!" Pencopet itu terkejut merasakan tekanan yang luar biasa pada pergelangan tangannya. Dia mencoba menarik tangannya, tapi cengkraman Ryan seperti borgol besi yang tak bergeming.
"Lepaskan!" desis si pencopet.
Ryan tersenyum tipis. "Kau yakin ingin aku melepaskanmu? Bagaimana kalau kita tunggu polisi saja?"
Suara keras Ryan membangunkan wanita yang menjadi target pencopetan.
Matanya membelalak melihat tangannya masih mencengkram pergelangan si pencopet yang kini berkeringat dingin.
"Dia... dia mencoba mencuri dompet saya?" tanya wanita itu terkejut.
"Ya, dan sebaiknya Anda lebih berhati-hati. Tidak semua orang berpakaian rapi memiliki niat baik," ujar Ryan, melepaskan cengkramannya.
Si pencopet langsung terhuyung mundur, wajahnya pucat pasi.
Sopir bus yang mendengar keributan segera menghentikan kendaraannya di halte terdekat. "Turun kau!" bentaknya pada si pencopet yang langsung kabur begitu pintu bus terbuka.
"Terima kasih banyak," kata wanita itu tulus kepada Ryan. "Saya tidak menyangka Anda... maksud saya..."
"Tidak perlu sungkan," potong Ryan dengan senyum tipis. "Kebaikan tidak dinilai dari penampilan."
Bisik-bisik di dalam bus berubah. Para penumpang yang tadinya memandang rendah Ryan kini menatapnya dengan rasa hormat.
Beberapa bahkan menawarkan tempat duduk yang lebih nyaman, tapi Ryan menolak dengan sopan.
Bus akhirnya memasuki kota Crockhark. Ryan turun di halte pusat kota, matanya langsung tertuju pada videotron besar yang menampilkan tanggal: 15 Januari 2025.
"Enam tahun..." gumamnya pelan. Di dunia ini waktu berlalu enam tahun, tapi baginya di Alam Kultivasi, dia telah menjalani kehidupan selama 6000 tahun.
Dia telah mencapai puncak kultivasi, menjadi Iblis Surgawi yang ditakuti, tapi semua itu dia korbankan demi kembali ke dunia ini.
Ryan melangkah menyusuri jalanan kota yang telah berubah.
Gedung-gedung pencakar langit baru telah menjulang, menggantikan bangunan-bangunan lama yang dia kenal.
Setiap langkahnya terasa berat, bukan karena kelelahan fisik, tapi karena beban mental yang dia tanggung.
"Alicia..." nama itu terucap lirih dari bibirnya.
Wanita yang dia tinggalkan enam tahun lalu, yang saat itu akan dinikahinya.
Mengikuti ingatannya yang masih tajam, Ryan berjalan menuju kawasan perkampungan tempat rumahnya dulu berada.
Namun, pemandangan yang menyambutnya membuat dadanya sesak. Perkampungan sederhana itu telah lenyap, berganti dengan deretan rumah mewah berarsitektur modern.
"Permisi," Ryan menghentikan seorang pria tua yang sedang menyiram tanaman. "Apa Anda tahu ke mana penduduk kampung ini pindah?"
Pria tua itu mengamati Ryan dari atas ke bawah. "Ah, kampung yang dulu ada di sini? Sudah digusur sekitar lima tahun lalu. Penghuninya menyebar ke berbagai tempat. Saya sendiri baru pindah ke sini dua tahun lalu."
Ryan mengangguk pelan, mengucapkan terima kasih. Keputusasaan mulai menggerogoti hatinya.
Di kota sebesar ini, bagaimana dia bisa menemukan Alicia dan anaknya?
"Tidak ada pilihan lain," gumamnya. Dengan tekad bulat, Ryan menutup matanya.
Jiwa Primordialnya yang telah hancur mulai bergetar, melepaskan kesadaran spiritual yang tersisa.
Rasa sakit yang luar biasa menyerang tubuhnya.
Menggunakan Jiwa Primordial dalam kondisi rusak parah seperti ini sama seperti memainkan api di tepi jurang.
Satu kesalahan kecil bisa membuatnya kehilangan nyawa, atau lebih buruk lagi–kehilangan akal sehatnya.
Kesadaran spiritualnya menyebar ke seluruh penjuru kota, mencari jejak darah dan nafas yang memiliki resonansi yang sama dengannya.
Setelah beberapa saat yang menegangkan, dia menemukan satu titik yang berdenyut lemah di bagian timur kota.
"Lima kilometer ke arah timur," Ryan membuka matanya, menahan rasa pusing yang menghantam kepalanya.
Darah mengalir dari sudut bibirnya, tapi dia mengabaikannya. Dengan langkah tertatih, dia bergerak menuju arah yang ditunjukkan oleh kesadaran spiritualnya.
Perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh dalam hitungan menit dengan kekuatan penuhnya, kini memakan waktu hampir satu jam.
Ryan akhirnya tiba di depan sebuah pabrik terbengkalai. Rerumputan liar setinggi pinggang tumbuh di sekitar bangunan yang sudah reyot itu, bercampur dengan tumpukan sampah dan limbah industri.
"Mengapa..." Ryan menggertakkan giginya. Mengapa jejak darah dan nafas yang dia rasakan membawanya ke tempat seperti ini?
Dengan hati-hati, dia menyusuri lorong-lorong pabrik yang gelap. Indranya yang tajam menangkap suara samar percakapan dan tawa dari arah sebuah gudang. Di depan gudang itu, sebuah mobil off-road terparkir sembarangan.
Ryan mengendap-endap ke samping gudang, mengintip melalui celah dinding yang rusak.
Pemandangan di dalam membuat darahnya mendidih. Lima orang pria bertato sedang asyik bermain kartu dan minum-minum, sementara di sudut gudang, seorang gadis kecil meringkuk ketakutan.
Detik itu juga, Ryan merasakan resonansi yang kuat. Darah gadis kecil itu... adalah darahnya. Tidak salah lagi, anak itu adalah putrinya dengan Alicia.
"Hei, bocah! Berhenti menangis atau kupukul kau!" bentak salah satu pria itu, membuat gadis kecil itu semakin gemetar.
Mata Ryan berkilat dingin. Selama 6000 tahun di Alam Kultivasi, dia telah membunuh tak terhitung jumlahnya makhluk jahat.
Tapi kali ini berbeda–ini adalah pertama kalinya dia merasa begitu murka sebagai seorang ayah.
"Kalian telah memilih mangsa yang salah," bisik Ryan, aura pembunuh menguar dari tubuhnya. "Dan kalian akan membayarnya dengan nyawa."
Sebelum Terry Lau sempat berbicara, kedua petugas khusus yang mengaku sebagai pengawas dari pusat mengambil alih situasi dan berjalan maju dengan langkah percaya diri.Jika dilihat dari postur dan cara mereka bergerak, sama sekali tidak terlihat seperti petugas administratif biasa. Lagipula, dari awal hingga akhir, Terry Lau tidak mengemukakan pendapat apa pun. Dia selalu berdiri di belakang dan tidak mengatakan sepatah kata pun, seolah-olah dia hanya boneka yang digerakkan."Seseorang melaporkan bahwa ada barang berbahaya yang disembunyikan di sini. Ini adalah surat perintah penyelidikan. Mohon bekerja sama dengan penyelidikan kami," kata kedua petugas khusus yang berjalan di depan sambil menatap Ryan Drake dengan tatapan dingin dan menunjukkan dokumen resmi.Terry Lau dan Ted Simpson, yang berdiri di belakang, sedikit mengubah ekspresi mereka setelah mendengar pernyataan tersebut. Ada kejanggalan yang mencolok dalam penjelasan ini.Sebelumnya, kedua petugas dari atas tidak mengat
Sampai pada titik ini, Yuri mulai memiliki pemahaman yang lebih jelas mengenai apa yang sedang terjadi. Ini bukan operasi biasa!Di dalam villa, Dalton yang sedang berbaring di hamparan bunga di halaman tiba-tiba mengangkat kepalanya. Mata birunya menatap tajam ke luar pagar. Mulutnya yang besar terbuka, dan suara geraman dalam keluar dari tenggorokannya.Bersamaan dengan itu, di dalam villa, tiga orang membuka mata mereka hampir bersamaan.Sambil memeluk erat istrinya yang sedang tidur, alis Ryan Drake berkerut sedikit. Telinganya yang jauh melampaui kemampuan orang biasa menangkap pergerakan mencurigakan di luar villa.Noah Jefferson dan Sherly melompat dari tempat tidur hampir bersamaan dan berjalan ke jendela untuk mengamati situasi.Ryan Drake bangkit dan dengan lembut membangunkan istrinya yang sedang tidur nyenyak."Ada apa?" Alicia yang masih mengantuk menatap suaminya dan bertanya dengan suara bingung."Sepertinya aku dalam masalah. Cepat ganti baju, pergi ke kamar Lena,
Pada malam hari yang sunyi, di dalam Kantor Kepolisian Kota Crocshark, Yuri Snyder yang telah pulang ke rumah bergegas kembali setelah menerima panggilan darurat. Ketika dia tiba di kantor, para pimpinan biro termasuk kapten divisi semuanya sudah berkumpul di ruang rapat dengan wajah serius. "Wakil Direktur Ted Simpson, ada tugas apa?" Yuri Snyder berjalan ke ruang rapat dan mendekati Wakil Direktur Ted Simpson sambil bertanya dengan suara rendah. Ted Simpson tidak langsung menjawab, tetapi memberi isyarat dengan matanya ke arah barisan depan ruang konferensi. Yuri Snyder mengikuti arah pandangannya. Tepat di barisan depan ruang rapat, Terry Lau sedang berbicara dengan dua pria asing yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dia telah bekerja di sistem kepolisian Crocshark selama beberapa tahun dan mengenal hampir semua rekan di biro atau kantor polisi, tetapi kedua orang ini terlihat sangat asing. Jelas mereka bukan dari sistem kepolisian Crocshark. "Katanya mereka adalah petu
Melihat istrinya yang sudah berjanji dengan mudah, Ryan Drake langsung menebak apa yang akan dilakukan wanita itu. Dia kenal betul sifat Alicia yang penasaran dan gigih. Alicia Moore terkejut di tempat, wajah cantiknya penuh dengan kekesalan dan kecemasan. Dia hampir bisa menebak bahwa orang yang tidak diketahui identitasnya itu seharusnya adalah kerabat dekat Ryan. Dan orang yang bisa membuat Ryan Drake rela masuk ke dapur dan memasak ramuan sendiri, selain ibunya, mungkin hanya kakeknya yang tersisa. Dia juga tahu bahwa suaminya selalu menepati janjinya. J ika dia benar-benar mengikuti Sebastian secara diam-diam, Ryan mungkin benar-benar akan berhenti membuat ramuan obat. "Apakah kamu harus sekejam itu?" Alicia Moore menahan kecemasan dalam hatinya, menatap Ryan Drake dengan mata berkaca-kaca, dan berkata dengan suara sedih. Melihat ekspresi sedih istrinya, Ryan Drake merasa tidak tega. Hatinya melembut melihat wanita yang dicintainya terlihat seperti itu. Dia mengulurkan
"Paman Sebastian, untuk siapa sup ini diantar?" Alicia Moore melangkah maju, menghentikan kepala pelayan tua yang hendak pergi, dan bertanya sambil tersenyum. Dihentikan oleh Alicia Moore, kepala pelayan tua itu terkejut. Meski telah melalui berbagai situasi sulit dalam hidupnya, kali ini dia merasa gugup menghadapi pertanyaan mendadak dari nyonya muda. "Nona, ini ramuan untuk Keluarga Sanders," jawabnya dengan wajah yang berusaha terlihat tenang, meski dalam hati dia merasa tidak nyaman. Alicia Moore tidak terkejut dengan jawaban tersebut. Justru, dia sudah menduga akan mendapat jawaban seperti itu. Masalahnya, dia sama sekali tidak percaya dengan penjelasan ini. Dia sangat mengenal karakter Ryan Drake. Suaminya bukanlah tipe orang yang akan repot-repot masuk ke dapur dan membuat ramuan sendiri untuk orang luar, apalagi orang yang tidak begitu dekat dengannya. "Oh, begitu," dia mengangguk sedikit dengan nada main-main. "Ryan juga aneh. Paman sudah tua, tapi kamu tetap har
Saat cahaya spiritual beredar, empat batang dupa khusus secara bertahap terbentuk dengan sempurna. Untuk menyelesaikan keempat batang dupa ini, Ryan Drake menghabiskan waktu setengah jam penuh. Prosesnya membutuhkan konsentrasi tinggi dan kendali energi spiritual yang presisi. Baru setelah dupa-dupa itu terbentuk sempurna, dia menghela napas lega. Tanpa disadari, keringat telah membasahi dahinya. Alicia Moore, yang duduk di sebelahnya sejak tadi, mengambil tisu dan dengan lembut menyeka keringat di dahi suaminya. Melihat perhatian wanita di sampingnya, Ryan Drake menoleh dan tersenyum hangat. "Sekarang sudah siang. Kau sejak tadi duduk di sini dan melihatku melakukan hal-hal membosankan seperti ini, mengapa kamu tidak istirahat sebentar?" tanya Ryan dengan nada khawatir. "Membosankan? Menurutku justru sangat menarik melihat proses pembuatan benda-benda ini," jawab Alicia Moore sambil memandangi keempat batang dupa dengan takjub. "Apakah semua ini disiapkan untuk upacara pener
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen