“They say that time’s supposed to heal yeah…but she ain’t done much healing.”
Eh?
Lilis tercekat napasnya mendengar potongan kalimat berbahasa Inggris yang baru saja meluncur dari bibir Yusuf. “Aa bilang apa barusan?”
Yusuf melirik gadis cantik yang duduk di sampingnya, bersandar pada bantalan kursi bus angkutan antar kota, Bogor-Jakarta. “Tidak… itu hanyalah penggalan lirik lagu dari Adele yang berjudul Hello.”
Lilis terdiam, bingung.
“Tak usah heran. Di kelas kursus bahasa Inggris, kami diharuskan mendengar banyak lagu berbahasa Inggris,” ujar Yusuf.
“Maksudku, kenapa tiba-tiba Aa Yusuf mengucapkan itu?”
“Ya. Orang sering bilang bahwa waktu akan menyembuhkan luka. Namun itu tak berlaku bagi Iceu. Bahkan mungkin bagi sebagian besar orang di dunia,” terang Yusuf.
Lilis tertegun.
“Kacang
Secantik bungaSeindah kenanganSepahit perpisahanPercayakah bahwa tak perlu filosofi untuk tahu sesuatu berarti“It’s so beautifull,” gumam Yusuf. Di sebuah toko bunga pinggir jalan Yusuf berdiri terpana pada rangkaian bunga yang terpajang di sana. Bunga yang terdiri dari dua puluh tangkai bunga mawar warna merah dan tiga kuntum bunga casablanca itu tampak mencolok dalam pandangan Yusuf.“Tangan ajaib siapa yang sudah menyulap kembang wahangan (sungai) jadi secantik ini,” Yusuf berdecak kagum. Kembang wahangan yang dimaksudnya adalah bunga daisy kuning, terselip di ruang kosong pada rangkaian bunga itu. Saking kagumnya, mata Yusuf sampai berkaca-kaca.Sepuluh menit yang lalu, Lilis memintanya menunggu di pinggir jalan sementara Lilis membeli minuman ke sebuah mini market. Ketika melihat jajaran buket bunga di toko itu, Yusuf merasa sayang jika hanya memandangnya dar
Isi pesan singkat dari Alena melemaskan syaraf-syaraf otot Lilis.“Orchid Gold Village, Jalan Merpati No.30, RT 04 RW 02, Jakarta Timur?” nada pertanyaan di akhir kalimatnya itu bukan karena ia tak tahu alamat, sebab dengan adanya peta dan taksi online, mencari alamat tidak sesulit jaman dulu. Nada itu semata untuk mengekspresikan kekecewaannya. Artinya, ia dipaksa bersabar satu hari lagi.Masalahnya, Lilis hanya diijinkan satu hari di Kota Jakarta. Bapaknya berpesan, malam bahkan sore Lilis dan Yusuf harus sudah tiba kembali di rumah. Dan kecemasannya itu semakin diperjelas oleh Yusuf.“Kita harus pulang,” ucap Yusuf sambil merapikan kotak nasi, bekal makan siang dari Ibu Lilis.“Yah, aku tahu,” jawab Lilis lesu.“Lalu, apa yang Neng pikirkan?” tanya Yusuf. Sejak di dalam bus, Yusuf kini sering menyapa Lilis dengan sebutan ‘Neng’ dan menyebut dirinya sendiri ‘Aa’.
Seutas senyum di bibirnya mendadak berubah menjadi seringai mengerikan. Matanya melotot, tangannya bergetar. Gelas berisi jus tomat jatuh dari genggamannya. Cairan merah dengan segera membasahi lantai, serpihan kaca terpelanting dan berserakan.Alena, baru saja mendapat kabar. Devano Arza –rekannya sesama bintang film- malam itu diciduk polisi atas kasus penyalahgunaan narkoba. Penangkapannya hanya berselang tiga hari setelah Zain Deff, seorang aktor juga ditangkap polisi atas kasus yang sama.Pukul dua dini hari. Saat itu Alena tengah rehat di kamar apartemennya setelah aktifitas syuting yang sangat melelahkan. Sebelum membersihkan diri, ia ingin menikmati segelas jus tomat sambil mengecek isi kotak ajaibnya yang belum sempat tersentuh. Lalu berita itu muncul, menjadi trending topik di berbagai media sosial. Berita itu menghebohkan jagat hiburan tanah air sebab sang aktor tertangkap di tengah karirnya yang sedang melejit naik daun.Alena gusar, terancam o
Loulia menatap wajahnya di hadapan cermin setengah badan di atas wastafel. Ia berdiri lama di situ, di toilet kamar tamu milik keluarga Rio Wijayanto. Lalu ia mulai melakukan gerakan senam wajah, dan mengatur napas. “Jadi ini… alasan loe ninggalin gue. Tega kamu Jod, tega!” Loulia membentak, marah dengan wajah memerah. “Buk… minta Buk…” Sejenak kemudian wajah Loulia berganti pilu. “Hahahaha… Kupastikan wanita itu tewas setelah menenggak kopi beracun.” Loulia terbahak dengan sorot mata tajam mengerikan. “Aku… juga mencintaimu, A. Setiap malam, hanya wajah Aa Yusuf yang.... Eh?” Loulia tercekat begitu menyebut nama pemuda itu. Loulia buru-buru menyeka wajahnya dengan air. Loulia berjalan tergesa ke luar toilet. Ia segera memburu remot AC kamar, mendadak tubuhnya menggigil kedinginan. Diraihnya selimut di atas kasur. Loulia salah tingkah, padahal barusan itu ia hanya latihan. “Dia sedang apa yah? Apakah sudah tidur?” Loulia resah.
Bagi Alena, detik waktu yang bergulir terasa bagai kepakan sayap burung patah, lambat dan lemah. Seandainya waktu bisa diatur, ia ingin malam ini berlalu secepat kedipan mata. Bahkan kalau bisa ia ingin melewatkannya saja. Ia tak tahan menanggung derita yang entah bagaimana mengakhirinya. Di balik gorden jendela kamar yang tersingkap sedikit Alena termangu. Pikirannya jauh menerawang ke surga dunia yang belum pernah ia jejaki. Rasanya ia ingin terbang bebas, menghirup aroma sejuk pedesaan. Alena menggigit bibir sendiri seraya mengintip lampu taman yang berkedip-kedip. Dilihatnya dua orang lelaki berpakaian hitam dengan tubuh tinggi kekar berdiri di sana. Penjara yang sempurna, batin Alena. Alena paham dirinya hanya korban, tetapi sulit baginya membuat sebuah pengakuan bahwa ia telah diperdaya seorang lelaki yang dengan licik merekam adegan suami istri yang ia lakukan. Video itu kini menjadi senjata yang kerap ditodongkan padanya jika ia mencoba menolak hasrat liar le
“Biar kuantar kalian ke sana,” ucap Rio sambil berlari kecil menuju garasi mobil. Baru beberapa langkah ia berlari Loulia buru-buru mencegahnya. “Tidak usah, terima kasih. Kami sudah banyak merepotkan.” “No… tidak merepotkan sama sekali malah menyenangkan. Biar kuantar-” “Tidak usah!” Cegah Loulia lagi, sedikit menyentak. Yusuf melongo melihat sikap Loulia. Loulia juga kaget dengan sikap spontannya barusan. Buru-buru ia menyambung kalimat, “Aku sudah memesan taksi online, sebentar lagi taksinya akan tiba,” ucap Loulia seraya menarik lengan Yusuf menuju pintu gerbang rumah keluarga Rio. Sedikit terseret Yusuf berjalan sebab Loulia menariknya keras seperti emak-emak menjemput anaknya yang seharian main di sawah. Meski begitu Yusuf tak lupa mengucap terima kasih pada Rio, “Terima kasih banyak ya. Assalamu’alaikum!” Rio yang dibuat terpatung oleh sikap Loulia segera membalas, “W*’alikumsalam. Hati-hati yah… Go
Terkunci langkah Yusuf ketika melewati sebuah patung cantik yang berdiri di sisi kanan koridor, penghubung lobi dengan ruangan lain di rumah Deon. Patung perempuan yang terbuat dari batu mengkilap itu tersenyum, matanya pun nampak hidup, ramah menyambut tamu yang datang. Karya seni yang sangat memukau, pemiliknya pastilah bukan orang biasa, dalam hati Yusuf berdecak kagum. Takjub, itulah kesan pertama Yusuf pada Deon. Rupanya, patung cantik tadi hanya satu dari sekian banyak simbol kekayaan Deon. Menyusuri koridor, Yusuf mendapati lebih banyak lagi benda-benda mewah terpajang di sisi kanan dan kiri, misalnya aneka tanaman yang sepertinya tak semua ada di dalam negeri, ia pastilah mendatangkan sebagian dari luar negeri. Sambutan hangat diterima Loulia dan Yusuf langsung dari Deon. Laki-laki itu menuntun mereka berjalan melewati sebuah ruang terbuka di dalam rumah, yaitu taman luas yang terkena sinar matahari langsung dari langit. Ada banyak pohon palm, juga batu-batu
“Sssst…” Loulia spontan meletakkan telunjuknya di bibir Yusuf. “Aku juga tidak tahu, mengapa mesti ada adegan seperti itu,” tutur Loulia setengah berbisik sambil kepalanya celingukan. “Duuh… aku juga jijay ciuman pertamaku harus sama dia,” lirih Loulia, gelisah sambil sesekali melihat wajah Yusuf. “Jangan lakukan itu, orangtuamu pasti marah kalau tahu ini... Ayo kita pulang!” bujuk Yusuf. Roman merah di wajahnya perlahan mereda di keremangan sudut rumah Deon. Ia memandangi Loulia dalam jarak yang sangat dekat. Dipandangi seperti itu Loulia mendadak berdebar gugup. Apa yang terjadi dengan pemuda ini? Yusuf yang pemalu dan sering menundukkan pandangan saat berbicara kini telah berani menatapnya selekat ini. “Apa kau cemburu?” tanya Loulia. Duh… bagaimana bisa aku menembaknya dengan pertanyaan menjurus seperti ini? Jerit batin Loulia, ia bahkan tak tahu perasaan Yusuf yang sebenarnya padanya. “Iya!” Degh! Jantung Loulia tersentak mendenga