Share

6

Ketegangan dari dalam rumah Pak Jajang rupanya merambat ke dada Yusuf yang berdegup-degup terbawa suasana. Pak Jajang yang dikenal berwibawa dan cukup dipandang di desanya itu rupanya masih bisa kena hardik anaknya sendiri.

Lalu keluarlah Pak Jajang dari dalam rumah dengan wajah merah karena marah. Dan saat pria berusia empat puluh tahun itu menatap Yusuf, ia membatin. Bagaimana jika anaknya yang liar dijodohkan saja dengan pemuda rajin dan baik itu. Pemuda itu juga tidak jelek, hanya miskin dan kurang merawat badan. Jika terus aku bimbing, insyaallah ia menjadi pemuda yang pandai mengelola kebun ini. Dengan begitu aku punya pewaris usaha yang jujur lagi dapat diandalkan.

“Yusuf, boleh kemari sebentar?” panggil Pak Jajang.

Yusuf menoleh. “I-i-ya, Pak.” Yusuf menghampiri Pak Jajang sembari sedikit menundukkan kepalanya.

“Bapak mau tanya, waktu itu kamu pernah cerita… kamu putus sekolah pas SMP, betul?”

Yusuf termangu, heran dengan sikap Pak Jajang yang tiba-tiba bertanya seperti itu padanya.

“Suf?” panggil Pak Jajang lembut sebab anak muda itu diam terpaku.

“Be-betul, Pak,” jawab Yusuf sambil cengengesan.

“Memangnya sekarang usiamu berapa? Dua puluh tahun ada?”

“Du-dua puluh dua, Pak!”

“Emm…” Pak Jajang manggut-manggut mendengar jawaban Yusuf. Pak Jajang belum melanjutkan bicaranya. Ia menatap lekat wajah Yusuf yang nampak bingung dan malu-malu, lalu manggut-manggut lagi.

Sikap Pak Jajang yang hanya diam dan tampak mengamatinya setelah mengetahui umurnya memancing rasa penasaran Yusuf. Ia pun memberanikan diri untuk bertanya, “Ka-kalau boleh tahu, ke-kenapa, Pak?” Yusuf bertanya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Pak Jajang ingin sekali menyampaikan maksudnya, tetapi tiba-tiba urung setelah berpikir bagaimana kalau Lilis, anaknya yang angkuh itu menolak Yusuf mentah-mentah. Maksud hati ingin memberi kabar baik, nanti malah Yusuf sakit hati mengingat anak gadisnya itu berlidah tajam bagai silet, suka mencemooh dan meremehkan orang.

“Begini, Nak! Bapak lihat usaha wisata kebun ini sangat potensial untuk lebih dikembangkan. Para pengunjungnya juga semakin banyak. Selain itu, saat Bapak diajak main ke curug sama kamu waktu itu, kamu ingat?”

Yusuf mengangguk meski belum paham kemana arah pembicaraan Pak Jajang.

“Curug yang sangat indah dan belum banyak orang tahu, Bapak berpikir untuk membuat paket-paket wisata alam,” tutur Pak Jajang yang hanya dibalas senyuman bingung pemuda lugu di hadapannya.

“Maksudnya… Bapak butuh tenaga kerja yang bisa membantu Bapak mengelola usaha ini. Mulai besok kamu kursus publik speaking dan bahasa Inggris, yah!”

Hah? Kening Yusuf mengkerut.

“Iya, kamu tahu sendiri kan, para pengunjung bisa datang ramai-ramai dalam sekali waktu. Sebetulnya Bapak kewalahan melayani mereka. Nah, Bapak mau… nanti kamu yang bantu. Biar urusan merawat kebun nanti bapak carikan tambahan tenaga.  

Yusuf melongo mendengar permintaan Pak Jajang yang baginya terdengar aneh. Bapak ini lupa yah kalau dirinya gagap, jangankan berbahasa Inggris, ngobrol sehari-hari saja sukar rasanya, pikirnya dalam hati. Dan apa itu? Pa-pa-pablik spiking?

“Sudah, jangan bingung. Besok Bapak antar kamu ke tempat kursusnya, yah. Dan ini…” Pak Jajang merogoh sesuatu dari dalam saku celananya. “Ini uang, kamu belikan baju, celana dan sepatu baru.” Pak Jajang menyodorkan tiga lembar uang seratus ribuan.

“Ti-tidak usah, Pak.” Yusuf mengelak. Sungguh Yusuf tak enak hati menerima uang itu. Baginya, selama ini Pak Jajang sudah terlalu baik dengan mempekerjakannya di kebun dan mempersilakan ia dan neneknya mengambil buah atau sayuran untuk dimasak di rumah.

Pak Jajang tersenyum. Ia hafal betul sifat pemuda itu. Ia baru akan menerimanya setelah berkali-kali ditawarkan.

“Ambilah, Suf! Teu nanaon.” Pak Jajang merangkul dan menjabat tangan Yusuf sembari mengepalkan uang itu ke tangannya. “Besok berdandanlah yang rapi, yang wangi, biar Lilis tertarik.”

Degh!

Dabh! Dibh! Dubh!

Jantung Yusuf mencelos demi mendengar bisikan Pak Jajang di telinganya. Mendengar nama gadis itu disebut, spontan ia gugup. Wajah Yusuf pucat pasi, mulutnya menganga karena terkejut. Yusuf buru-buru memalingkan wajahnya dengan menunduk saat sekelebat melihat senyum tipis di wajah Pak Jajang.

Jangan-jangan, selama ini Pak Jajang memperhatikanku.

Mati aku!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status