"Ahhh, Sandra," Roy mendesis menengadah dengan mata terpejam ketika seluruh batang pusaka kebanggaannya yang sudah mengeras berurat melesat masuk ke mulut Sandra hingga Sandra tersedak. Sandra harus sedikit berontak ketika Roy menekan kepalanya agar benda pusaka miliknya masuk lebih dalam hingga menyentuh tenggorokannya agar ia bisa bernapas.
Untuk menunda puncak klimaks yang hampir saja membuncah, Roy mendorong Sandra hingga bersandar pada pintu samping mobil. Dengan cekatan Roy melorotkan segi tiga berwarna pink yang masih membungkus gundukan padat di antara paha mulus Sandra. Roy merenggangkan kedua paha mulus Sandra, dan menatap gundukan padat yang kini terbelah dua dengan rona memerah dengan liang yang sudah terbuka lebar. Pada liang yang menganga terdapat sebuah biji kecil yang terus saja berdenyut seolah menunggu apa yang akan di lakukan Roy selanjutnya. "Ouuhh, Roy. Mmm, hhhh," Sandra mengerjapkan matanya mendesis ketika Roy memainkan ujung lidahnya pada biji kecil memerah di bagian atas liang yang sedang menganga. Sandra seperti cacing kepanasan, menggeliat mendesis sambil mencengkram erat rambut Roy. Kedua betisnya sekarang berpindah pada kedua pundak Roy, semetara Roy dengan rakusnya menjilati liang yang sudah terbuka lebar sambil sesekali memasukkan lidahnya kedalam liang yang sudah basah dan licin tersebut. "Ouuhh, Roy. Aku sudah tidak kuat, mmmhhh," Sandra merintih lirih. Sementara Roy makin beringas, bukan hanya menjilat, menghisap liang milik Sandra. Tapi juga memasukkan jari tengahnya kedalam liang yang sudah licin berlendir tersebut. "Akkkhhh," Sandra terpekik kecil karena sudah tidak kuat menahan gejolak birahinya yang menuntut untuk segera di salurkan. Dengan sekali dorong, Roy kembali tersandar pada jok mobil. Tak ingin menunggu lebih lama, Sandra gegas menduduki Roy. "Oouuhh, Roy. Gede banget," rintih Sandra ketika benda pusaka milik Roy perlahan merangsek masuk hingga mentok kedalam liang miliknya. "Shandra, ahhhhh," Roy juga tak kalah merintih ketika Sandra mulai bergerak turun naik di atas tubuhnya. Batang benda pusaka miliknya seperti di sedot dan di pijit oleh otot liang Sandra yang menjepit karena Sandra mengejang sambil terus bergerak turun naik. Roy mencengkeram bokong Sandra dengan erat, sedangkan Sandra melingkarkan kedua lengannya pada leher Roy sambil terus bergerak menciptakan kenikmatan yang tiada tara. "Remas, Roy," pinta Sandra sambil menempelkan kedua bukit kembar miliknya ke wajah Roy. Dengan rakus kembali Roy menghisap titik yang menonjol di puncak bukit kembar Sandra, sedangkan tangannya meremasi bukit kembar yang sebelahnya lagi. Sandra semakin bergerak liar sambil mendesis di atas tubuh Roy. Sementara Roy dengan tanpa belas kasihan meremas dan menghisap bukit kembar milik Sandra, bukannya merasa kesakitan, Sandra malah meminta Roy untuk tidak berhenti melakukannya. Rambut Sandra yang tadinya masih terlihat rapi, sekarang awut-awutan karena terus saja bergerak turun naik di atas tubuh Roy seiring keluar masuknya benda pusaka milik Roy kedalam liang miliknya yang sudah basah dan becek. "Roy, ahhhh," "Terus Sandra, sedikit lagi," Roy mencengkram pinggang Sandra dengan erat sambil menggoyangkan tubuh Sandra ketika Sandra sudah terkulai lemas tak berdaya di atas tubuhnya. "Akkkhh, Roy," Sandra terpekik kecill ketika Roy menekan pinggangnya hingga Sandra merasakan benda pusaka Roy seolah menembus liang miliknya hingga ke jantung. "Sandra, ouuhh," Roy melenguh ketika merasakan ada cairan hangat yang menyembur keluar dari benda pusaka miliknya jauh di dalam liang milik Sandra. Angan Roy terbang tinggi mengiringi tubuhnya yang mengejang lalu melemah di bawah tubuh Sandra. "Roy, aku puas banget. Kamu sungguh luar biasa, sudah lama aku tidak merasakan kenikmatan seperti ini," ucap Sandra sambil menatap lekat wajah Roy yang berkeringat. "Kamu juga luar biasa, Sandra. Aku seperti terbang hingga ke langit," jawab Roy sambil masih meremas kedua bukit kembar milik Sandra. Mereka berdua sama-sama tersenyum puas dengan tetap membiarkan benda pusaka milik Roy berada dalam liang milik Sandra hingga benda keras dan tegang tersebut lemas dengan sendirinya. Untuk sesaat Roy dan Sandra terdiam sambil tetap berpelukan dengan posisi Sandra masih berada di atas Roy, mereka sama-sama menikmati sisa kenikmatan yang baru saja mereka lalui. "Perkasa banget, aku sampai kewalahan," ujar Sandra begitu turun dari atas tubuh Roy, sesaat Sandra menggenggam benda pusaka milik Roy yang masih sedikit mengeras. Masih terlihat urat-uratnya yang menegang dengan menyisakan lendir dari liang milik Sandra. "Sepertinya masih mau," jawab Roy memandangi benda pusaka kebanggaannya yang berada dalam genggaman Sandra. "Nanti di kamar kita lanjutkan," jawab Sandra sambil tertawa kecil. Kemudian ia membenahi pakaiannya yang berantakan, sedangkan Roy juga memasang kembali celananya yang melorot hingga ke betisnya. Dalam kabin mobil yang sempit tersebut mereka menumpahkan hasrat yang sudah tidak bisa di bendung lagi. "Yuukk," ajak Sandra setelah membenahi pakaiannya keluar dari mobil, Roy mengikutinya. "Aman gak?" tanya Roy sambil mengikuti Sandra melangkah menuju pintu utama rumah besar tersebut. "Kamu tenang aja, gak ada siapa-siapa kok. Cuma kita berdua," jawab Sandra menoleh sambil tersenyum manis, masih terlihat sisa kepuasan dalam senyumnya. Roy mengitari pandangannya dalam rumah besar tersebut, sementara Sandra bergelayut manja di lengannya. Sandra tinggal di rumah besar tersebut seorang diri, saat di tinggal pergi suaminya kembali ke negara asalnya. Karena hal tersebut Sandra sering merasa kesepian dan haus akan belaian seorang pria. Walaupun suaminya memberikan kemewahan, namun Sandra tidak mampu hidup dalam kesepian, dan bertemu dengan Roy membuat Sandra seperti tidak ingin lagi Roy jauh darinya dan ingin menghabiskan malam bersama Roy. "Sandra, aku mau mandi. Rasanya ada yang lengket nih," ujar Roy setelah tiba di ruang tengah rumah mewah milik Sandra. "Dalam kamar tidurku ada kamar mandi kok, yuk," jawab Sandra sambil bergelayut manja di lengan Roy menggiring Roy untuk masuk kedalam kamarnya. "Mau mandi bareng?" tanya Roy menggoda setelah berada dalam kamar pribadi Sandra yang mewah. "Iihhh," jawab Sandra mendorong Roy hingga telentang di atas ranjang empuk. Namun sebelum tubuhnya menyentuh ranjang, Roy menarik tangan Sandra, sehingga Sandra ikut terjerembab di atas tubuhnya. Detik berikutnya Roy membalikkan tubuh, sehingga Sandra berada di bawah tindihannya. Dengan tidak memberikan kesempatan pada Sandra untuk berontak, bibir Sandra sudah berada dalam lumatan bibirnya. Bukannya meronta, Sandra malah membalas lumatan Roy pada bibirnya. Saling pagut, saling lumat. Lidah mereka saling serang, sementara tangan Roy meremas kedua bukit kembar milik Sandra dari balik pakaiannya. Dari lumatan bibir, ciuman Roy turun ke leher Sandra, membuat Sandra mendongakkan kepalanya. "Roy, kamu sungguh pintar membuatku kembali melayang," bisik Sandra sambil memejamkan mata ketika Roy meremas dan menghisap kedua bukit kembar yang putih bersih miliknya. Menit berikutnya, satu persatu pakaian mereka telah berserakan di lantai kamar, tinggal tubuh polos dan erangan kenikmatan dari suara Sandra. Bersambung ...Kondisi kesehatan papa Arumi semakin drop, meski Arumi memohon dengan berurai air mata, sang papa tetap menolak untuk dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar."Tunggu papa sembuh dulu, saya akan memenuhi permintaan papa," ujar Roy, ia duduk di sisi brangkar sambil mengusap lembut lengan papa Arumi. Namun pria uzur yang semakin lemah tersebut menggeleng lemah, dari sudah matanya mengalir tetesan bening. Bukan karena rasa sakit ataupun belum siap ajal menjemputnya, namun terbayang anak semata wayang. Arumi bakal tinggal sebatang kara jika Roy tidak segera menikahinya."Mas Roy, boleh ikut saya sebentar, ada sesuatu yang ingin saya jelaskan," ujar dokter, saat melihat kondisi papa Arumi semakin lemah."Baik, dok," jawab Roy, sekilas ia melirik pada Arumi yang terus-menerus menangis di sisi brangkar berhadapan dengan Roy, di batasi oleh brangkar yang di tempati papanya. Kemudian Roy mengikuti dokter ke ruang sebelah."Mas Roy, kondisi pasien saat ini sudah tidak bisa ditolong, kangker par
"Liburan ini kita jalan, yuk. Entah kemana gitu, suntuk berteman tabel dan rumus mulu." Saat bersantai di taman kampus, Alya tiba-tiba nyeletuk punya ide. Ia lirik sang kekasih dengan mesra, berharap mendapat dukungan."Boleh juga tuh, gimana Roy?" jawab Enda, sembari menoleh pada Roy yang lagi asik scrol layar ponselnya."Mau jalan kemana? Mel, punya ide gak?" Roy mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel, ia menoleh pada Amella yang juga tengah mabar sama teman-teman satu hobinya, main game kesukaannya."Jangan tanya aku, kamu ada waktu gak? Kalau aku oke-oke aja maunya kemana," jawab Amella, tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar ponselnya. Game yang ia mainkan lagi seru-serunya.Roy, Enda dan Alya saling lempar pandang saat melihat Amella yang lagi seru-serunya main game. Sampai-sampai gadis tersebut seperti ingin meremas ponselnya yang ia genggam dengan kedua tangan, sembari menatap layar ponsel tanpa berkedip."Yahhh, kalah! Kalian sih, ganggu konsentrasi aku aja, kalah aku
"Duh, nyonya menir udah nungguin rupanya," bisik Roy dalam hati, begitu muncul dari balik pintu, Sandra sudah menunggu sembari memeluk kedua tangannya di depan dada. Tatapan Sandra yang tajam berdiri sambil bersandar di dinding membuat Roy mencelos."Roy, aku mau bicara!" Seru Sandra, saat Roy melipir langsung masuk kamar belakang untuk menghindari tatapan tajam Sandra. Mendengar suara Sandra yang memanggil dengan setengah berteriak, Roy menghentikan langkahnya, kemudian ia berbalik."Gak perlu teriak, bicara pelan aku masih bisa dengar," jawab Roy setelah berbalik menghadap Sandra."Dari mana kamu seharian, udah malam gini baru pulang?" sembari melangkah mendekati Roy, Sandra bertanya. Dari sorot matanya, Tante muda tersebut tengah memendam emosi yang siap meledak. Pergi dari pagi, sudah malam Roy baru pulang ke rumah."Ke kampus," jawab Roy singkat, ia berusaha setenang mungkin saat Sandra semakin dekat. Jujur, karena baru sekali ini Sandra terlihat begitu marah, Roy sedikit menciut
"Calon menantu papa, supaya Arumi tidak lagi menjadi sumber masalah antara papa dan mama," ujar Arumi memperkenalkan Roy pada papanya. Pria pensiunan aparatur sipil negara tersebut terenyuh menatap Arumi, kemudian tatapannya beralih pada Roy yang diam tertunduk. Ucapan Arumi mengandung sindiran halus pada papanya, dan Roy tidak berani ikut campur sebelum diminta."Papa minta maaf, Arumi. Bukannya kamu yang menjadi sumber masalah pertengkaran papa dan mama, itu semua terjadi karena papa membela kamu saat dimarahi. Kamu dengar sendiri kan? Tidak ada yang baik tentang kamu, saat mama kamu marah. Sekarang dia sudah pergi, dan papa berjanji tidak ada kesempatan untuk dia kembali," jawab papa Arumi, menatap anak perempuan satu-satunya.Tak kenal waktu, kadang tanpa sebab dan alasan. Mama Arumi yang merupakan ibu tirinya sering marah, hingga menyebabkan pertengkaran demi pertengkaran dengan papanya. Puncak dari semuanya, Arumi kabur dari rumah dan bertemu dengan Roy di sebuah tempat hiburan
"Senang banget nonaktifkan ponsel! Gak, aku gak akan ganggu kamu, mas. Aku tahu kalau kamu sibuk terus." Untuk pertama kalinya Arumi merengut, mungkin bawaan janin yang mulai berkembang dalam rahimnya. Roy hanya menjawab dengan mengucek pucuk kepala Arumi, sembari tersenyum."Kita pergi sekarang," ujar Roy, begitu melihat sebuah tas Arumi yang sudah berada di atas ranjang dalam kamar penginapan yang telah di tempati Arumi selama hampir dua bulan."Mas, antarkan aku pulang aja. Perempuan sundel itu udah pergi ninggalin papa, kasihan papa di rumah sendirian gak ada yang urus," jawab Arumi, ia minta diantar pulang kerumahnya.Roy tentu saja melongo mendengar permintaan Arumi, padahal selama ini Arumi selalu menolak untuk diantar pulang, meskipun Roy sudah membujuk dengan berbagai cara. Hingga terjadilah kecelakaan yang tak disengaja, yang menyebabkan Arumi hamil."Perempuan sundel? Siapa? Mama kamu?" tanya Roy, saat bicara terlihat Arumi begitu membenci istri papanya."Bukan mamaku, tapi
Hampir tengah malam Roy baru pulang, biasanya Sandra menunggu di balik pintu untuk memberikan kejuta, berlanjut hingga ke ranjang. "Apakah Sandra udah tidur kali ya?" tanya Roy dalam hati, setelah membuka pintu dengan kunci cadangan, suasana dalam rumah terlihat sepi.Selama tinggal satu atap dengan Sandra, supir pribadi hanyalah kedok untuk mengelabuhi suaminya. Padahal yang sebenarnya Sandra dan Roy sepasang kekasih tanpa ikatan pernikahan, Sandra menjadikan Roy selingkuhan untuk memuaskan hasratnya yang tak ia dapatkan dari sang suami."Mungkin beneran udah tidur, mendingan aku tidur, capek!" gumam Roy dalam hati, setelah mendekatkan telinganya ke pintu kamar Sandra, tidak ada suara apapun. Roy masuk kamarnya, yang sebelumnya selalu tidur satu selimut dengan Tante muda tersebut.Tidak butuh waktu lama, Roy akhirnya terlelap dalam tidurnya. Capek raga, capek pikiran. "Kabarilah orang tuamu, dalam waktu dekat saya ingin kalian bertunangan dulu, setelah wisuda kalian akan segera meni