"Ini bukan jalan menuju kos-kosan saya, Tante. Kenapa Tante menempuh jalan ini?" Setelah diam saja mengikuti jalan yang di lalui, Roy bertanya sambil menoleh pada wanita cantik dan seksi yang baru saja ia kenal tanpa di rencanakan.
"Memang bukan bukan jalan menuju kos-kosan kamu, tapi jalan menuju rumah saya. Oiya, jangan panggil Tante terus dong, panggil aku Sandra. Tepatnya Sandra Agustin, nama kamu siapa sih?" jawab wanita cantik tersebut yang memiliki nama Sandra Agustin, sambil tersenyum manis menoleh pada Roy. Sembari tetap fokus mengemudi, Sandra membiarkan saja rok mini yang membungkus paha mulusnya tersingkap. "Saya Roy, Tante. Roy Fajrin," jawab Roy menyebutkan namanya sambil mencuri pandang ke arah bawah stir mobil, sepasang betis jenjang sedang lincah memainkan pedal gas dan pedal kopling agar mobil dapat melaju dengan sempurna. "Sandra, gak pakai Tante," sergah Sandra ketika Roy masih memangilnya Tante. Sandra tau pandangan mata Roy tertuju pada kedua pahanya yang tersingkap, namun ia pura-pura tidak mengetahui. "Iya, Sandra. Maaf," jawab Roy mengalihkan pandangannya ke depan, memperhatikan jalanan yang semakin padat oleh kendaraan. "Kenapa mengalihkan pandanganmu? Apa karena kurang jelas? Nih, jelaskan?" Sandra semakin menyingkapkan rok mininya sehingga terlihat jelas gundukan padat terbungkus celana dalam berwarna pink di antara kedua paha mulusnya ketika melihat Roy mengalihkan pandangannya ke depan. "Anu Sandra, aku gak sengaja" jawab Roy berkilah sambil menenangkan degup jantungnya yang berdetak tak beraturan ketika melihat apa yang di lakukan Sandra sambil menyetir mobil. "Gak perlu minta maaf, aku gak marah kok. Kalau dengan hanya melihat tidak cukup, kamu bisa merasakannya," jawab Sandra sambil tertawa kecil menoleh pada Roy, senyum menggoda terukir di bibirnya. Roy kelabakan ketika beradu pandang dengan Sandra. Tak habis pikir kenapa Sandra bisa senekat ini, padahal mereka baru saja kenal. Sebagai pria dewasa normal, Roy tidak mampu membohongi nalurinya ketika Sandra menggodanya dengan pemandangan yang membuat gairah menggelora. "Jangan bercanda, aku tidak pernah punya niat jahat saat membantu kamu barusan," ujar Roy menatap lekat wajah Sandra yang mulai memerah karena memendam hasrat yang sudah bergelora, segera ingin di salurkan. "Aku tau kamu tidak punya niat jahat, tapi aku yang meminta," jawab Sandra sambil membelokkan mobilnya memasuki sebuah pekarangan rumah besar setelah menempuh perjalanan beberapa saat. "Aku tidak ingin cari gara-gara dengan suami kamu dengan membawaku ke rumah kamu ini," ucap Roy setelah mobil terparkir dalam garasi rumah mewah tersebut. Roy melihat sekitar rumah tersebut yang terlihat sepi seperti tidak berpenghuni. "Jangan khawatir, Roy. Suamiku baru saja berangkat, enam bulan lagi baru datang lagi menemuiku," jawab Sandra sambil melepas sabuk pengaman dari tubuhnya. "Jadi, kamu sendirian di rumah sebesar ini?" tanya Roy menatap Sandra. "Tadinya sih iya, sekarang kan ada kamu," jawab Sandra balik menatap Roy seperti seseorang yang melihat seteguk air di gurun tandus. Roy tertegun menatap Sandra seperti kehausan. "Walaupun suamiku menyediakan semua kebutuhanku dengan berkecukupan, bahkan melebihi kebutuhan hidupku. Tapi ada satu yang kurang dari suamiku, kehangatan yang jarang aku dapatkan. Suamiku hanya datang enam bulan sekali, itupun waktu untukku tidak banyak, karena beberapa hari saja di sini lebih sibuk mengurus perusahaan dan kembali lagi ke negaranya. Aku kesepian, Roy," imbuh Sandra lagi ketika Roy menatapnya tak berkedip. "Jadi, suami kamu warga negara asing?" tanya Roy tetap menatap lekat wajah Sandra. "Hmm," jawab Sandra sambil menganggukkan kepalanya. "Kamu mau kan temani aku? Kamu mau apa saja, tinggal bilang. Mau uang, bahkan kalau kamu minta mobil, aku belikan. Asalkan kamu penuhi semua hasratku, aku sangat kesepian Roy, aku butuh kehangatan," ujar Sandra dengan suara yang mulai serak dan pandangan matanya yang meredup berharap kehangatan dari Roy. Dari balik kemudi mobil, Sandra meraih tengkuk Roy. Dengan pandangan redup, bibir merahnya setengah terbuka menengadah menatap wajah Roy. Sebagai pria normal, Roy tidak mampu menolak gejolak hasrat yang mulai berontak. Awalnya Roy hanya membiarkan Sandra melumat bibirnya, ketika napas Sandra sudah memburu, Roy membalas pagutan Sandra di bibirnya. Bibir merah Sandra ia lumat, semetara sebelah tangan Roy membalas pelukan erat Sandra dan sebelah tangannya lagi mulai menggerayangi tubuh Sandra. Bukit kembar di dada Sandra menjadi sasaran remasan tangan Roy. Tak puas hanya meremas dari balik baju, tangan Roy menelusup lewat ke balik baju tersebut dan menggeser posisi bra yang menutupi gundukan kenyal tersebut ke atas. "Oh, Roy. Aahh," Sandra melenguh ketika remasan tangan Roy tepat di gundukan kenyal miliknya. Di atas jok depan mobil, Sandra menggeliat dalam dekapan erat Roy. Sandra tidak tinggal diam, sembari membalas lumatan Roy pada bibirnya dan remasan tangan Roy pada gundukan kenyal di dadanya, tangan Sandra merayap lalu meremas sebuah benda yang sudah mengeras di balik celana Roy. "Ooh, Roy," Sandra kembali mendesah ketika ciuman Roy berpindah dari bibir ke leher jenjangnya. Sandra mendongakkan kepalanya sambil mendesis agar Roy lebih leluasa menjajaki leher jenjangnya dengan ciuman dan kecupan. "Akkkhhh," Sandra menjerit kecil ketika Roy mengganti remasan tangannya pada gundukan kenyal di dada Sandra dengan hisapan pada titik paling sensitif pada gundukan kembar tersebut. Sandra semakin menggeliat liar ketika dengan rakusnya Roy menghisap dan meremas daging kenyal miliknya. Sembari menggeliat, Sandra melepas ikat pinggang Roy dan mencari sebuah benda yang sedari tadi hanya ia remas dari luar saja. "Roy," bisik Sandra lirih ketika jemari lentiknya sudah menemukan benda yang seukuran ujung lengannya yang sudah mengeras panjang dan besar. Sandra menggenggam benda keramat milik Roy yang panjangnya lebih satu jengkalnya sendiri. Roy semakin beringas menghisap dan meremas ketika genggaman tangan Sandra mulai bergerak dari atas ke bawah pada benda kebanggaan setiap pria tersebut. Tak puas hanya dengan meremas dalam genggaman tangannya, Sandra mendorong tubuh Roy hingga bersandar pada jok mobil. Mata Sandra terbelalak ketika melihat bentuk dan ukuran benda keras yang sedari tadi ia remas. Besar panjang dan berurat tegang. "Sandra, akkhh," Roy melenguh ketika merasakan benda pusaka miliknya melesat masuk ke mulut Sandra hingga mentok ke tenggorokan. Roy memejamkan mata sambil memegangi kepala Sandra yang bergerak turun naik seiring keluar masuknya benda pusaka miliknya kedalam mulut Sandra. Sandra melirik melihat ekspresi wajah Roy yang memejamkan matanya sambil bersandar pada jok mobil ketika ia melumat dan memainkan lidahnya pada benda pusaka milik Roy sambil sesekali membenamkan seluruh benda tersebut kedalam mulutnya. Sandra seperti sedang menikmati es krim kesukaannya hingga terdengar suara berdecak seiring keluar masuknya benda tegang besar dan panjang tersebut kedalam mulutnya. Bersambung ...Kondisi kesehatan papa Arumi semakin drop, meski Arumi memohon dengan berurai air mata, sang papa tetap menolak untuk dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar."Tunggu papa sembuh dulu, saya akan memenuhi permintaan papa," ujar Roy, ia duduk di sisi brangkar sambil mengusap lembut lengan papa Arumi. Namun pria uzur yang semakin lemah tersebut menggeleng lemah, dari sudah matanya mengalir tetesan bening. Bukan karena rasa sakit ataupun belum siap ajal menjemputnya, namun terbayang anak semata wayang. Arumi bakal tinggal sebatang kara jika Roy tidak segera menikahinya."Mas Roy, boleh ikut saya sebentar, ada sesuatu yang ingin saya jelaskan," ujar dokter, saat melihat kondisi papa Arumi semakin lemah."Baik, dok," jawab Roy, sekilas ia melirik pada Arumi yang terus-menerus menangis di sisi brangkar berhadapan dengan Roy, di batasi oleh brangkar yang di tempati papanya. Kemudian Roy mengikuti dokter ke ruang sebelah."Mas Roy, kondisi pasien saat ini sudah tidak bisa ditolong, kangker par
"Liburan ini kita jalan, yuk. Entah kemana gitu, suntuk berteman tabel dan rumus mulu." Saat bersantai di taman kampus, Alya tiba-tiba nyeletuk punya ide. Ia lirik sang kekasih dengan mesra, berharap mendapat dukungan."Boleh juga tuh, gimana Roy?" jawab Enda, sembari menoleh pada Roy yang lagi asik scrol layar ponselnya."Mau jalan kemana? Mel, punya ide gak?" Roy mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel, ia menoleh pada Amella yang juga tengah mabar sama teman-teman satu hobinya, main game kesukaannya."Jangan tanya aku, kamu ada waktu gak? Kalau aku oke-oke aja maunya kemana," jawab Amella, tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar ponselnya. Game yang ia mainkan lagi seru-serunya.Roy, Enda dan Alya saling lempar pandang saat melihat Amella yang lagi seru-serunya main game. Sampai-sampai gadis tersebut seperti ingin meremas ponselnya yang ia genggam dengan kedua tangan, sembari menatap layar ponsel tanpa berkedip."Yahhh, kalah! Kalian sih, ganggu konsentrasi aku aja, kalah aku
"Duh, nyonya menir udah nungguin rupanya," bisik Roy dalam hati, begitu muncul dari balik pintu, Sandra sudah menunggu sembari memeluk kedua tangannya di depan dada. Tatapan Sandra yang tajam berdiri sambil bersandar di dinding membuat Roy mencelos."Roy, aku mau bicara!" Seru Sandra, saat Roy melipir langsung masuk kamar belakang untuk menghindari tatapan tajam Sandra. Mendengar suara Sandra yang memanggil dengan setengah berteriak, Roy menghentikan langkahnya, kemudian ia berbalik."Gak perlu teriak, bicara pelan aku masih bisa dengar," jawab Roy setelah berbalik menghadap Sandra."Dari mana kamu seharian, udah malam gini baru pulang?" sembari melangkah mendekati Roy, Sandra bertanya. Dari sorot matanya, Tante muda tersebut tengah memendam emosi yang siap meledak. Pergi dari pagi, sudah malam Roy baru pulang ke rumah."Ke kampus," jawab Roy singkat, ia berusaha setenang mungkin saat Sandra semakin dekat. Jujur, karena baru sekali ini Sandra terlihat begitu marah, Roy sedikit menciut
"Calon menantu papa, supaya Arumi tidak lagi menjadi sumber masalah antara papa dan mama," ujar Arumi memperkenalkan Roy pada papanya. Pria pensiunan aparatur sipil negara tersebut terenyuh menatap Arumi, kemudian tatapannya beralih pada Roy yang diam tertunduk. Ucapan Arumi mengandung sindiran halus pada papanya, dan Roy tidak berani ikut campur sebelum diminta."Papa minta maaf, Arumi. Bukannya kamu yang menjadi sumber masalah pertengkaran papa dan mama, itu semua terjadi karena papa membela kamu saat dimarahi. Kamu dengar sendiri kan? Tidak ada yang baik tentang kamu, saat mama kamu marah. Sekarang dia sudah pergi, dan papa berjanji tidak ada kesempatan untuk dia kembali," jawab papa Arumi, menatap anak perempuan satu-satunya.Tak kenal waktu, kadang tanpa sebab dan alasan. Mama Arumi yang merupakan ibu tirinya sering marah, hingga menyebabkan pertengkaran demi pertengkaran dengan papanya. Puncak dari semuanya, Arumi kabur dari rumah dan bertemu dengan Roy di sebuah tempat hiburan
"Senang banget nonaktifkan ponsel! Gak, aku gak akan ganggu kamu, mas. Aku tahu kalau kamu sibuk terus." Untuk pertama kalinya Arumi merengut, mungkin bawaan janin yang mulai berkembang dalam rahimnya. Roy hanya menjawab dengan mengucek pucuk kepala Arumi, sembari tersenyum."Kita pergi sekarang," ujar Roy, begitu melihat sebuah tas Arumi yang sudah berada di atas ranjang dalam kamar penginapan yang telah di tempati Arumi selama hampir dua bulan."Mas, antarkan aku pulang aja. Perempuan sundel itu udah pergi ninggalin papa, kasihan papa di rumah sendirian gak ada yang urus," jawab Arumi, ia minta diantar pulang kerumahnya.Roy tentu saja melongo mendengar permintaan Arumi, padahal selama ini Arumi selalu menolak untuk diantar pulang, meskipun Roy sudah membujuk dengan berbagai cara. Hingga terjadilah kecelakaan yang tak disengaja, yang menyebabkan Arumi hamil."Perempuan sundel? Siapa? Mama kamu?" tanya Roy, saat bicara terlihat Arumi begitu membenci istri papanya."Bukan mamaku, tapi
Hampir tengah malam Roy baru pulang, biasanya Sandra menunggu di balik pintu untuk memberikan kejuta, berlanjut hingga ke ranjang. "Apakah Sandra udah tidur kali ya?" tanya Roy dalam hati, setelah membuka pintu dengan kunci cadangan, suasana dalam rumah terlihat sepi.Selama tinggal satu atap dengan Sandra, supir pribadi hanyalah kedok untuk mengelabuhi suaminya. Padahal yang sebenarnya Sandra dan Roy sepasang kekasih tanpa ikatan pernikahan, Sandra menjadikan Roy selingkuhan untuk memuaskan hasratnya yang tak ia dapatkan dari sang suami."Mungkin beneran udah tidur, mendingan aku tidur, capek!" gumam Roy dalam hati, setelah mendekatkan telinganya ke pintu kamar Sandra, tidak ada suara apapun. Roy masuk kamarnya, yang sebelumnya selalu tidur satu selimut dengan Tante muda tersebut.Tidak butuh waktu lama, Roy akhirnya terlelap dalam tidurnya. Capek raga, capek pikiran. "Kabarilah orang tuamu, dalam waktu dekat saya ingin kalian bertunangan dulu, setelah wisuda kalian akan segera meni