"Tuan muda!!" seru beberapa pelayan dengan perasaan panik berkeliling ke seluruh kediaman rumah mewah itu. Anak laki-laki tertua di keluarga bangsawan itu tiba-tiba menghilang saat menjelang makan siang. Para pelayan itu takut jika mereka tidak menemukan anak majikannya hingga menjelang makan malam, para pelayan tersebut akan diberikan hukuman yang cukup berat. Sekitar 3 jam setelah pencarian akhirnya salah satu pelayan menemukan anak majikan yang sedang melukis di atas dahan pohon. "Astaga tuan muda!!" para pelayan tersebut panik bukan main dan langsung membawa tuan muda untuk turun ke bawah. Anak laki-laki berusia 9 tahun hanya memasang wajah cemberut ketika dirinya dibawa oleh salah satu pelayan untuk turun dari atas pohon. "Itu sangat bahaya, tuan muda. Kalau anda jatuh, tuan dan nyonya besar pasti memarahi kita." tetapi anak kecil itu tidak peduli dan tidak mendengarkan ucapan kepala pelayan itu. "Aku ingin melukis dari atas pohon itu!" seru anak itu menujuk ke atas pohon. Kep
"Rupanya kamu di sini." Ryan menoleh ke arah asal suara. Alesia berjalan menghampiri ksatria yang tengah berlatih. Ryan memberi salam kepada Alesia dengan sopan. "Ada yang bisa saya bantu, nona?" Alesia memberikan sebuah gulungan kertas kepada Ryan. "Berikan ini kepada Tuan Whitehook." Ryan memasang wajah kebingungan. Mempertanyakan alasan putri duke memberikan sebuah gulungan kertas kepada Tuan Whitehook. "Ini berkaitan dengan kutukan sang ratu." "Hubungan dengan Jimmy apa?" ucap Ryan penasaran kenapa Alesia butuh seorang Jimmy Whitehook. "Masa kamu sebagai sahabatnya tidak tau apa-apa soal pekerjaan Tuan Whitehook?" Ryan hanya mengangkat kedua bahunya dengan malas. Lagipula, bagi seorang ksatria muda seperti Ryan ini tidak peduli soal pekerjaan sahabatnya. Kesal karena respon Ryan yang lambat, akhirnya Alesia memberikan gulungan kertas itu dengan paksa. "Besok kamu libur, kan? Ambil kesempatan liburmu untuk temui Tuan Whitehook." Ryan hanya menghela nafas panjang. Kemudian pria
Gloria tengah berjalan sendirian di tengah taman kediaman Duke Cardinbugh. Cuaca musim semi yang hangat membuat suasana sang ratu pun membaik. Sudah lama sekali dia tidak merasakan rasa kedamaian seperti ini. Baik saat dia menjadi Gloria yang awalnya dikurung penjara maupun sebagai dirinya sendiri, Dortheo. Ratu Gloria yang tengah menikmati pemandangan indah itu tidak sengaja melihat seorang wanita muda yang tengah tertidur di atas kursi taman. Dengan posisi duduk serta menyentuh sebuah buku terbuka merasakan angin sepoi di musim semi ini. Dilihat dari pakaian mewah wanita muda itu, Gloria bersspekulasi bahwa wanita muda yang sedang tertidur bukan sembarang orang. Gloria pun berjalan mendekati wanita cantik itu dan duduk di sebelahnya. Pas sang ratu tengah tertidur, wanita muda itu tampak tertidur pulas. Gloria menoleh ke segala sisi di area taman yang indah ini. Tidak ada satupun orang yang berada di taman itu selain dirinya sekaligus wanita muda di sampingnya. "Apa aku biarkan di
Dortheo terbangun dan melihat sekeliling. Suasana di sekitarnya menjadi gelap. Tidak ada objek di sekitarnya untuk dilihat. Lelaki itu bertanya-tanya dimana dia sekarang. Terakhir kali lelaki itu ingat adalah dia terbangun di rumah mewah milik penguasa di wilayah Cardinbugh. Setelah itu rasa sakit aneh tiba-tiba keluar hingga tidak sadarkan diri. "Dortheo..." suara aneh itu terdengar di telinga sang mantan jendral itu. Dortheo melihat sekeliling lagi. Sayangnya, yang dia lihat hanya kegelapan tanpa objek sama sekali. Suara aneh itu terus memanggil namanya hingga lelaki dewasa itu kesal. "Siapa kamu?! Tunjukkan dirimu!" tidak lama, muncul sosok wanita yang tidak asing baginya. Berdiri di depan Dortheo dan menatap lurus ke depan. Tatapannya kosong dan datar. Tatapan itu seakan-akan teringat seseorang bagi Dortheo. Lelaki itu bertanya siapa sosok itu. Sosok wanita itu terdiam menatap lurus kd arah Dortheo tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali. "Apa kamu tidak tau siapa aku." Dortheo m
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun berjalan ke arah sebuah kamar tidur milik sang ibu. Dia membuka pintu dan mengintip sebentar. Memastikan apakah ibunya ada di dalam kamar atau tidak. Wanita berambut perak tengah fokus melukis di kanvas dengan serius. Anak itu membuka pintu dan mendekati ibu kandungnya. "Ibu..." wanita itu menoleh ketika anak laki-lakinya membuka suara. Tatapan sang ibu begitu lembut dan hangat. Anak itu menyukai tatapan ibunya seperti itu. "Ibu sedang apa?" wanita itu melirik ke arah lukisan yang dia kerjakan, kemudian dia buru-buru menutup lukisannya dengan kain putih. Sang ibu kembali ke arah anaknya sembari menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Ibu hanya melukis saja." sang ibu bertanya kepada anaknya alasan anak laki-lakinya itu datang kemari. Anak itu menunjukkan sebuah kertas yang dia tuliskan kepada ibunya. "Aku sudah menulis sebanyak 3 halaman!!" ibunya mengambil kertas tersebut dan membaca dengan seksama. sebuah senyum bangga ditunjukkan kepada sang
Sang ratu yang tidak diketahui namanya terdiam dan merenung. Menatap buku harian yang lusuh dan tidak bisa dibaca beberapa halaman. Dortheo, seorang mantan pasukan dengan jabatan tinggi itu menggaruk tubuh yang dimasukinya dengan gatal. Beberapa hari ini, dia merasa sakit, gatal, dan panas akibat simbol aneh tiba-tiba muncul, namun perlahan menghilang beberapa saat bersamaan dengan rasa sakit tadi juga berangsur menghilang. "Aku ingin tau kenapa dia bisa mendapatkan kutukan seperti ini." ucap Dortheo di tengah pikiran yang terus melanda. Kedua telinganya menangkap suara langkah kaki yang mendekati ruang penjara. Sang ratu menoleh ke arah pintu penjara berkarat dengan cepat. Indra pendengarannya menangkap suara asing yang akan mendekat ke tempatnya. Wanita bertubuh kurus itu menduga kalau ada sekitar 2 orang. Langkah kakinya terasa beda dengan yang sering dia dengarkan. Menduga lagi kalau mereka bukan pengawal yang sering datang ke sini. Suara langkah kaki itu terus mendekat dan kera