"I-iya Mah." "Kenapa? Kan Mama udah bilang sama kamu Arman, kalau menikah itu jangan sama orang miskin! Kamu bakalan kena susahnya. Sekarang lihat kan? Kamu jadi susah karena menikah dengan dia!" Hardik Mama, yang sudah terlihat kesal sekali dengan Lastri.Aku terdiam, bingung mau bicara apalagi. Karena aku sangat tau watak Mama seperti apa. Kalau sudah bicara, tak mau dibantah."Kenapa kalian cuma diam saja? Coba jawab, kenapa rumahmu sampai disita?" Mama mengulangi pertanyaannya lagi."A-aku punya hutang Mah. Jadi rumah beserta isinya yang diambil oleh rentenir tempat aku meminjam uang," Mama shock. Beliau hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja."Pilihan kamu cuma dua, Arman! Kamu tinggalin Lastri dan tinggal disini bersama Mama dan juga anak-anak. Atau jika kamu tetap nggak mau meninggalkan Lastri, kamu harus pergi dari rumah ini. Bawa juga anak-anakmu sekalian! Biar kalian tinggal di jalan sekalian! Mama nggak mau menanggung hidup kalian." Mataku sontak langsung melotot. Begit
"Terimakasih banyak Bang. Kamu sudah membelaku di depan Mama, semoga kita bisa ngelewatin semua ini bersama-sama lagi ya?" Ucap Lastri, saat kami sedang duduk di teras belakang rumah.Dia berusaha menggapai tanganku. Dan mau tak mau aku pun membalas genggaman tangannya. Padahal aku sudah muak dengannya. Aku sudah ingin sekali hidup bersama Irna. Tapi, masih ada misi yang akan ku jalankan setelah ini. Jadi aku harus sabar."Iya Mah. Sama-sama. Oh iya, kemarin aku ke rumah Pak Wijaya. Dan aku benar-benar terkejut karena Adnan adalah anak kandung dari Pak Wijaya. Berarti adikmu itu sekarang sudah jadi orang kaya raya ya, Mah?" "Jadi kamu udah tau kalau sekarang Nining sudah menjadi orang kaya?" Aku langsung mengangguk yakin. Beda dengan sikap Lastri yang langsung terdiam."Aku memang akan bekerja-sama dengan Pak Wijaya, Mah. Dan Adnan yang memegang kendalinya. Karena Pak Wijaya sekarang sedang sakit. Aku juga bertemu dengan Nining, karena waktu itu dia yang mendorong kursi roda Pak Wijay
Hari ini, aku sengaja menyuruh Lastri untuk menemui Nining lagi. Walaupun awalnya Lastri menolak karena katanya dia gengsi untuk meminta bantuan pada Nining. Tapi karena terus-menerus kupaksa, akhirnya dia pun luluh.Niatku setelah mengantarkan Lastri, aku akan segera menemui Irna dan mengantarkannya untuk fitting baju pengantin."Bang, aku ragu deh mau menemui si Nining. Aku malu sama dia," ucap Lastri ragu. Karena kami berdua kini telah sampai di depan toko kue milik Nining. "Kenapa harus ragu sih? Dia kan adik kandung kamu? Santai ajalah! Dia juga pasti bakal membantu kamu kok. Udah jangan kebanyakan mikir, mending sana buruan temui Nining." Paksaku pada Lastri.Walau awalnya dia ragu. Tapi akhirnya dia mau melangkahkan kakinya untuk segera masuk ke dalam toko kue milik adik iparku itu.Setelah sosok Lastri menghilang dibalik pintu toko. Aku segera melajukan mobil, menjemput permaisuri hatiku. Yaitu Irna.****"Lama sekali sih, Mas? Darimana saja?" Sungut Irna, saat aku telah sam
Pov 3Arman dan Irna sudah sampai di toko kue milik Nining. Disana juga ada Lastri yang memang sudah sejak tadi berada disana.Keringat dingin telah membasahi seluruh tubuh Arman. Bukan karena takut ketahuan oleh Lastri, tapi karena perasaan malu dan canggung jika bertemu dengan Nining.Apa nanti kata Nining, jika sampai melihat Arman bersama dengan Irna. Apa mungkin dia akan berpikiran yang aneh-aneh? "Mas, ayo Mas! Lama banget sih!" Irna terus mendesak Arman untuk segera keluar dari dalam mobil, menarik-narik tangan Arman. "Nggak usah di toko kue ini deh. Mending kita ke toko kue lain aja, gimana?" Irna berdecak kesal."Kenapa sih? Ada Mbak Lastri ya? Huft!" Gumamnya, sambil bertolak pinggang."Iya, aku tadi nyuruh dia nunggu disini. Aku takut kalau dia sampai tau kamu ada disini. Tau sendiri kan, dia itu suka bawel dan nggak tau tempat. Jadi lebih baik kita pergi aja dari sini, cari toko kue yang lain." Ajak Arman pada calon istrinya ini.Sejenak Irna berfikir, dan mau tak mau ak
"Terus Kakak semua sekeluarga baik kan?" Ucap Nining, setelah mereka mengurai pelukan. "Alhamdulillah aku sehat Ning. Oh iya, boleh nggak aku minta tolong sama kamu, Ning? Aku sebenarnya malu mau cerita sama kamu. Tapi karena cuma kamu saudaraku satu-satunya, maka dari itu terpaksa aku harus cerita sama kamu," Nining menyimak dengan seksama."Minta tolong apa Kak?" "Boleh nggak aku tinggal untuk sementara di rumah kamu? Rumahku sudah disita sama rentenir, Ning." Ucap Lastri lagi."Astaghfirullah! Disita, Kak?" Nining terkejut. Lastri semakin senang. Merasa kalau adiknya akan semakin kasihan padanya."Iya, makanya itu aku mau minta tolong sama kamu. Aku pengen numpang di rumah kamu, karena aku nggak mau tinggal di rumahnya Arman. Ibunya Bang Arman, ternyata seorang mertua yang galak. Cuma mau pas aku lagi seneng doang, saat aku susah seperti ini, dia malah memojokkan aku terus." Beber Lastri panjang lebar. Nining bingung akan permintaan kakaknya itu."Bang Arman bagaimana, Kak?" "Ma
Sesampainya di sebuah Mall. Lastri melangkahkan kakinya ke arah salon tempat biasa dia merawat diri dan juga merawat rambutnya. Saat dia sedang berjalan, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berjalan dengan terburu-buru, lalu laki-laki itupun akhirnya menabrak Lastri.Brruugghh! "Aduh!" Pekik Lastri. Si Laki-laki buru-buru membantu Lastri yang tadi sempat terjatuh, dan dia pun mengusap tangannya yang agak sedikit kotor."Ma-maaf. Saya nggak sengaja." Ucap lelaki tersebut."Duh! Gimana sih Mas? Kalau jalan itu pakai mata!" Sentak Lastri karena kesal. Sedangkan si lelaki itu malah tersenyum."Setau saya kalau jalan pakai kaki, Mbak. Jadi sekarang itu kalau jalan pakai mata ya? Baru tau saya, hehe," Lastri berdecak kesal."Udah salah bukannya minta maaf, malah ngeles. Huft!" Seloroh Lastri."Ya udah, iya. Maafin saya ya? Saya nggak sengaja, karena tadi memang sedang buru-buru, karena mau bertemu dengan client. Saya permisi dulu ya? Nanti kita ketemu lagi. Ini kartu nama saya, setelah
Arman dan Lastri akhirnya pergi dari Mall tersebut. Arman terpaksa meninggalkan Irna sendirian disana. Karena dia ingin segera menyelesaikan masalahnya dengan Lastri."Please, Mah! Kamu jangan cari masalah sama Irna! Aku itu sengaja ngedeketin Irna, demi rumah tangga kita. Memangnya kamu mau kalau kita hidup miskin? Nggak kan?" Cecar Arman pada Lastri. Saat mereka berdua sudah sampai di dekat taman tak jauh dari rumah Arman."Aku nggak bisa, Bang! Aku nggak bisa diduain kaya gini. Sekarang aku pengen kamu putusin Irna, dan tetap sama aku! Aku nggak mau tau," Arman berdecak kesal. Malas sebenarnya dia harus berpura-pura terus di depan Lastri. "Terus mau kamu apa? Putusin Irna? Mimpi kamu, Las! Aku lebih baik kehilangan kamu, daripada berlian seperti Irna. Dia keturunan orang kaya dan dia juga bisa menjamin hidup aku kedepannya." Lastri langsung melongo, saat mendengar perkataan yang dilontarkan oleh Arman."Apa?! Kamu tega, Bang! Kamu seenaknya bicara seperti itu, tanpa mikirin perasa
Kini Lastri terdiam mematung di depan toko kue milik Nining. Dia berdiri sambil membawa tas di tangannya. Waktu pun sudah menjelang malam.Tepat hari ini, dia diusir oleh Arman dan juga Mamanya. Hati Lastri sangat sakit sekali, karena perlakuan Arman yang sangat-sangat tak berperikemanusiaan.Dengan ragu dia melangkahkan kakinya ke dalam toko kue milik Nining. Ada rasa malu dan juga ada rasa yang benar-benar tak bisa dilukiskan oleh Lastri saat ini.Dia benar-benar telah merasa menjadi manusia yang terhina dan juga bodoh. Karena dengan seenaknya di dibuang oleh Arman, dan tak layak seperti sampah."Permisi, Mbak. Ada Niningnya?" Tanya Lastri pada si penjaga toko."Bu Niningnya sudah pulang, Mbak." Lastri terdiam sejenak. Bingung harus melakukan apa."Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" Tegur si penjaga toko lagi."Boleh saya minta alamat rumah Bu Nining, Mbak? Saya kakaknya Bu Nining," ucap Lastri."Sebentar, saya telepon Bu Nining dulu ya, Mbak? Karena saya nggak berani kalau ngasih ala