Tidak hanya mengambil semua gaji dari suami Arumi Saraswati, Ibu mertuanya tega memberikan sepiring singkong rebus yang sudah basi pada anak satu-satunya yang sedang kelaparan. Arumi menyakini roda kehidupan akan terus berputar. Ia bertekad membalas semua perbuatan orang-orang yang telah zalim padanya! Lantas, bagaimana Arumi membalas kezaliman keluarga suaminya?
View More"Bisa bersikap sopan tidak? Kamu mau belanja, apa mau nyari keributan? Di sini siapapun bisa melayani dan kami tidak suka pembeli kayak kamu. Lebih baik kamu pergi dari sini!" usir Bu Eti."Loh, Bu Eti ini kenapa? Pembeli itu raja. Jadi saya berhak pilih siapa saja yang boleh melayani saya. Kalau saya tidak mau di layani dia ya, ganti dong! Dan itu hak saya." Angkuh Bu Laras."Ibu benar sekali, pembeli itu memang raja. Tapi, pembeli yang seperti apa dulu. Kalau modelnya kayak ibu ini saya lebih baik kehilangan pembeli, karena saya yakin akan ada pembeli lain yang lebih baik dan sopan." Bu Eti tidak kalah kesalnya bahkan tangannya terulur meminta tiga wanita itu pergi."Begini ini kalau berteman sama orang kampung, jadi kebawa kampungan nya. Yuk, kiya pergi dari sini. Memangnya butik cuma ini doang! Entik, Andara, kita pergi dari sini. Kita cari butik yang lebih bagus." Bu Laras menarik pergelangan tangan dua menantunya meninggalkan butik itu.Bu Eti dan Arumi hanya geleng-geleng kepa
Kemarahan yang tidak bisa di bendung lagi, membuat Bu Laras menyambar gelas di meja dan menyiram wajah Bu Wati. Arumi yang geram berdiri menghampiri Ibu mertuanya. Bahkan Bayu tak kalah marahnya melihat sikap Ibunya pada orang tua Arumi."Apa yang ibu lakukan, hah? Apa karena selama ini aku diam, lantas ibu abaikan? Jangan membuatku lupa kalau ibu adalah wanita yang sudah melahirkan suamiku!" Arumi menahan pergelangan tangan Bu Laras, tatapan marah sekaligus kecewa atas sikap Ibu mertuanya yang tidak menghargai Ibunya. Bahkan tangan itu akan menampar wajah Ibunya."Jangan kurang ajar kamu! Aku ini orang tua, kamu seenaknya bersikap seperti itu padaku hah! Bayu, kamu ceraikan wanita seperti dia. Kamu bisa menikah dengan wanita pilihan ibu, dia lebih baik dari pada istrimu!" seru Bu Laras, mendelik saat tatapannya bertemu dengan Bu Wati." Silahkan bawa anakmu, aku tidak peduli. Nikahkan dia dengan wanita pilihan ibu aku sama sekali tidak peduli. Tapi, aku tidak terima atas apa yang ibu
Yoga berdiri dengan wajah garangnya begitu pula dengan Duta, Meksi tidak seperti Yoga akan tetapi Duta masih mampu mengontrol emosinya pada Bayu dan keluarganya."Motor itu mana? Kamu jangan asal bicara mas. Tanyakan dulu motor itu punya sapa!" geram Bayu."Alah kamu jangan sok lugu. Mana cepetan itu punya ibu, kamu nggak mau kan kalau kami membuat onar di sini bisa bisa kamu di usir dari ini. Tau rasa kamu!" Yoga tersenyum puas melihat Bayu hanya diam. Hatinya bersorak sebentar lagi motor mahal itu akan menjadi miliknya."Lama banget mana cepetan!" sambung Yoga."Tidak. Tidak ada satupun dari kalian yang menyentuh motor itu apalagi sampai membawanya pergi. Sebaiknya kalian pergi jika kedatangan kalian cuma bisa merusak dan membuat onar di rumahku." Tegas Bayu."Rumah kamu? Hahaha, mimpi aja kamu. Mana bisa kalian punya rumah semewah ini sedangkan kami yang kerja kantoran aja harus mikir-mikir." Ujar Entik."Itu kan kalian, tapi tidak buat kita." Sahut Bayu, menyombongkan diri. Tidak
Mereka serentak menoleh ke arah suara. Di mana tiga wanita itu berdiri di sana."Ibu tunggu di sini aja ya. Aku mau menemui ibu mertua.""Nak apa ibu mertua kamu masih begitu? Ibu kok, nggak terima ya." Arumi menggeleng. Menepis praduga Ibunya."Sebenarnya baik hanya saja —" Arumi urung melanjutkan ucapannya, suara ibu mertuanya kembali terdengar."Arumi cepetan kamu! Jadi karyawan aja sombong. Berapa sih gaji kamu di sini?" "Ibu ada apa? Aku sedang beres-beres," sahut Arumi, benar adanya."Alasan aja kamu. Mana motor itu?" "Motor? Motor siapa, buk?" Arumi semakin di buat bingung, 'apa mungkin motor yang berapa hari lalu di pakai ke rumah Bu Eti?' batin Arumi."Eh, bengong lagi. Mana cepetan! Lama banget mikirnya!" Entik menyentak lamunan Arumi."Siapa yang lama? Lagian yang ibu maksud itu motor siapa?" tanya Arumi, walau ia tahu maksud Ibu mertuanya."Belaga nggak tahu kamu. Motor punya ibu, siapa lagi? Kamu pikir kamu punya hak? Itu hak ibu ngerti kamu? Mana cepetan kasih motor it
"Maksud mas Yoga apa? Siapa yang sombong?" tanya Bayu, menelisik wajah Yoga."Kamu pikir? Kalau kami sudah biasa dengan kekayaan tapi kalian, ck! Sudahlah aku malas debat sama orang seperti kalian." Mereka memilih duduk menjauh dari keluarganya, Bayu tidak ingin ada keributan di acara Bu Eti.Acara yang kembali di mulai setelah berapa saat di hentikan berganti dengan menikmati jamuan yang sudah di siapkan oleh pemilik rumah. Keluarga Bayu terus memperhatikan pakaian yang melekat di tubuh keluarga Bayu. Bagaimana tidak pakaian yang harganya tidak murah itu kini melekat di tubuh mereka yang di anggapnya miskin. Terlebih sejak tadi sikap Bu Eti yang berbeda pada Arumi dan Bayu terlebih pada Salwa."Tamu istimewa Bu Eti sapa mbak?" Andara menyenggol lengan Entik."Mbak juga nggak tau, liat aja nanti. Siapa yang di ajak Bu Eti berdiri di sana," ucap Entik.Tak lama Bu Eti keluar hingga acara selesai dan membagikan berapa bingkisan berserta amplop pada warga yang hadir.Tidak ada penyebut
"Kamu dari mana?" Duta berdiri menghadang Andara yang akan masuk ke dalam kamar."Ada apa mas? Kenapa kamu tanya begitu?" tanya balik Andara."Jawab aja. Kamu pergi kemana?""Udah aku bilang ada kerjaan di luar. Kamu ini kenapa sih?" "Tugas kantor apa tugas pribadi? Diam di sini. Aku belum selesai bicara!" Duta menarik pergelangan tangan Andara menjatuhkan tubuh wanita muda itu di kursi ruang keluarga."Kamu pergi sama mas Yoga?""M– mas Yoga? Maksud kamu apa sih?" tanya Andara, panik."Jawab aja jujur. Sebenarnya kamu pergi urusan kantor apa pergi sama selingkuhan kamu?" Duta menatap wajah Andara yang terlihat pias. "A– aku, pergi urusan kantor. Kamu mikir aku selingkuh sama mas Yoga, panggil kesini kakak kamu, kita bicara. Aku nggak mau ya, di tuduh selingkuh sama kakak kamu." Ucap Andara datar."Kamu pikir aku main tuduh, begitu? Oke. Aku hubungi mas Yoga!" Duta menghubungi kakaknya tidak menunggu lama sambungan telpon terhubung."Ada apa, Ta?""Mas ke sini, bisa? Ajak pula mbak
"Mas, kamu masih mikirin ibu? Apa perlu kita ke sana, lihat keadaan ibu, mas?" tanya Arumi, melihat Bayu yang lebih diam sejak kejadian satu minggu lalu. "Buat apa dek? Mas tidak akan menginjakan kaki di rumah itu lagi. Biarkan saja mereka menikmati hak yang bukan miliknya, suatu saat nanti mereka kena karmanya." Sahut Bayu dingin."Mas nggak boleh ngomong gitu. Biar bagaimanapun Bu Laras itu ibu kandung kamu," Arumi duduk di samping Bayu mengusap lembut punggung kokoh itu."Ibu kandung rasa ibu tiri. Entah lah, mas masih enggan ketemu. Selama ini aku terlalu nurut sama mereka terlebih ibu, karena aku berfikir jika ibu akan sayang sama aku di kemudian hari nyatanya sampai detik ini ibu tidak peduli sama aku menganggap jika aku ada hanya karena tujuannya. Mas lelah dek, terlebih pada mereka berdua. Sekarang aku paham kenapa mas Yoga sama mas Duta selalu mengungkit aku numpang anak tidak di harapkan. Aku terlalu polos atau —" ucapan Bayu terhenti, Arumi menutupnya dengan tangannya. Gel
Sejak kepulangannya dari rumah Arumi dan Bayu, Bu Laras tidak hentinya terus memikirkan apa yang dikatakan oleh putra bungsunya hingga saat ini begitu membekas di hatinya."Buk, uang penjualan rumah si miskin itu masih ada? Aku pinjam ya, nggak banyak kok," Yoga duduk di samping Bu Laras. Anak sulungnya yang selalu merongrong uang darinya, bahkan warisan nenek Bayu sebagian sudah di ambil oleh Yoga."Uang? Bukannya kamu punya bagian? Sudah habis?" tanya balik Bu Laras."Aku beli mobil Buk, tapi aku mau beli yang lain lagi," sahut Yoga."Beli apa lagi? Mobil masing-masing, ibu juga mau beli sesuatu. Sudahlah ibu mau istirahat." Bu Laras melangkah ke kamar meninggalkan putranya begitu saja."Buk pinjemin aku. Aku lebih butuh uang itu dari pada ibu," Yoga terus mendesak membuat Bu Laras jengah.Bu Laras berbalik di tatapnya anak kesayangan itu. Sesaat sebelum suaranya kembali terdengar."Kamu dapet bagian lebih besar dari kami apa sudah habis? Kalau cuma beli mobil masih ada sisanya. Yog
"Apa yang ada dalam pikiran, kalian ingin menguasai harta kami? Itu semua milik kami bukan hak kalian. Apa kalian tidak takut teguran dari Allah, sampai kalian tidak takut dengan akibat dari perbuatan kalian ini?!" seru Arumi, mengangkat jarinya menunjuk tiga wanita di depannya."Kamu nggak usah ceramah. Udah cepetan mana sini! Andara bantu mbak tahan dia, ibuk tahan bocah kecil itu," "Lepaskan anakku, kalian keterlaluan demi harta tega melakukan hal keji! Ibu dengar, sedikit saja ibu menyentuh anakku, aku pastikan tidak akan memanggilmu ibu!" seru Arumi. Berusaha melepaskan diri dari cengkraman Entik dan Andara."Kamu pikir siapa, kamu? Selamanya kamu nggak panggil ibu, ndak masalah. Kamu cuma menantu miskin yang cuma jadi beban anakku!" "Mbak iket aja. Arumi punya tenaga apa sih, kuat banget," kesal Andara, hampir saja kalah tenaga dengan Arumi yang terus memberontak."Tahan sebentar, aku tadi hubungi mas Yoga. Sebentar lagi mereka datang," "Aku tidak akan melupakan hari ini. In
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments