Share

3

Author: Imouni29
last update Last Updated: 2021-04-25 10:29:08

Saras masih berada di rumah ibu mertuanya, ia terpaksa harus menginap di rumah Lia selama hari pernikahan Adira berlangsung. Otomatis ia harus menjalani sandiwara yang tampak terkesan sangat romantis bersama Kabir di hadapan keluarga mereka. Jika boleh jujur, Saras merasa sangat senang jika Kabir memperlakukannya dengan lembut dan romantis. Walaupun itu hanya sebuah sandiwara.

Sungguh, Saras sangat berharap kalau sandiwara yang tengah dijalani bisa berubah menjadi kenyataan. Ah, rasanya itu tidak mungkin bisa terjadi.

Hari semakin sore, persiapan menyajikan kue dan pembukusan makanan sudah selesai disiapkan. Tinggal menunggu waktu setelah isya maka para tetangga akan datang ke rumah untuk memberi selamat dan membaca surah-surah alquran guna memberkati kedua calon mempelai agar senantiasa selalu bersama dan acara pun tetap berjalan lancar sampai akhir.

Tampaknya Saras tengah menikmati angin sore sambil menatap langit yang sedikit kemerahan. Ia sengaja memilih untuk beristirahat sebentar agar pikirannya terasa tenang.

Saras memejamkan mata perlahan, merasakan hembusan angin menerpa wajah. Sesekali ia menghirup udara sore hari memandang indahnya senja tengah menyapa.

"Senja yang sama, tetap merah, hangat, sendu, dan selalu saja namamu yang dilafal oleh doaku. Ah, lagi-lagi tentang dirimu. Semoga saja Engkau tak pernah bosan mendengarkan doaku Tuhan, aku hanya ingin agar dia sadar akan apa yang dia lakukan, padaku itu salah," ucap Saras terdengar sangat pelan.

Jujur saja ia selalu berdoa agar dirinya bisa mendapatkan cinta dari sang suami. Saras jatuh cinta pada pandangan pertama saat pertama kali mereka bertemu. Jatuh cinta hanya dengan memandang wajah laki-laki itu, tetapi laki-laki itu tidak menyadari akan cintanya. Kabir sulit ditebak, bahkan terlihat datar sekaligus irit bicara kepada Saras. Andai saja pernikahan ini bukan karena perjodohan, mungkin saja ia sudah bahagia dengan pilihan hatinya sendiri. Ah, mungkin saja ini sudah menjadi takdir bagi kehidupan Saras. Tidak ada yang tahu bagaimana takdir Tuhan berjalan, kita sebagai umatnya hanya bisa menjalani dan lalui semua rintangannya.

Saat sedang sibuk dengan beban pikiran sendiri, seorang wanita paruh baya berdiri membelakangi Saras. Wanita itu mengulas senyum kecil saat mendapati anak gadisnya sedang berlamun.

Merasa ada orang tengah berdiri di belakang sana. Saras menoleh dan terkejut melihat sang ibu kandung berdiri di belakang seraya mengulas senyum kecil. Tanpa menunggu apa pun lagi, Saras langsung berlari kecil menghampiri sang ibu sekaligus memeluk wanita itu dengan erat. Tanpa diperintah air mata Saras terjatuh membasahi pipi. Ia menangis dalam dekapan sang ibu.

"Aku merindukanmu, Mi ...," lirih Saras dalam dekapan sang ibu.

Wanita paruh baya itu membalasnya sekilas, melerai pelukan itu. Ia menangkup wajah cantik putrinya dan menghapus buliran air mata yang membasahi pipi.

"Kamu menangis?" tanya wanita itu kepada putrinya.

Saras membalasnya dengan gelengan kecil, "Aku hanya merindukan Ummi."

"Seberat inikah kamu merindukan Ummi, sampai kamu menumpahkan tangismu dalam dekapan Ummi?"

Saras menatap lekat wajah sang ibu, seakan-akan ingin sekali menceritakan semuanya pada Rohayati. Namun, rasanya tidak bisa menceritakan semua apa yang tengah terjadi, seolah-olah ada sesuatu yang mengganjal di hati serta di dalam tenggorokannya. Sangat sulit sekadar menceritakan keluh-kesah yang tengah diderita.

Sang ibu menuntun lembut putrinya menuju ranjang, terduduk bersama di sana. Saras merebahkan tubuhnya di pangkuan sang ibu, seulas senyum tercetak di bibir Rohayati seraya mengelus lembut anak puncak rambut putrinya.

"Katakan, Nak? Kamu ingin berbagi ceritamu dengan Ummi atau tidak?" Rohayati mengelus rambut Saras dengan pelan.

"Tidak ada, aku hanya ingin Ummi ada di sisiku. Hanya itu," balas Saras menatap lurus ke depan dengan hambar.

"Kamu sudah memiliki suami, Sayang. Seharusnya suamimu yang selalu berada di sampingmu."

Saras terdiam, ia tidak tahu mesti menjawab apa. Tatapannya kini nanar, tumpahlah lagi air mata. Dengan cepat Saras menyeka buliran bening itu.

"Dia sibuk, Mi. Aku memahami kesibukan suamiku," balas Saras dengan nada menahan tangisnya.

"Bagaimana dia selalu ada di sampingku, Mi? Sedangkan dirinya sangat membenci Saras," batin Saras, buliran bening yang tadi tertahan kembali terjatuh.

Elusan lembut yang dirasakan di kepala Saras berhenti. Perlahan tidak lagi dirasakan oleh Saras. Ia menelan salivanya sendiri dan meremas lutut sekaligus pakaian sya'ri sang ibu. Ia takut jika sang ibu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ikatan batin seorang ibu dan anak begitu kuat, 'kan?

"Kamu menyembunyikan sesuatu dari Ummi, Sayang," kata Rohayati ada yang janggal dengan sang anak.

Lagi-lagi Saras hanya diam dan diam. Ia tidak tahu harus mengatakan apa? Ia belum siap menceritakan semuanya pada sang ibu.

"Apa kamu tidak bahagia dengan pernikahan ini?" tanya lagi Rohayati, tanpa diperintah buliran bening menetes dari pelupuk mata Saras saat mendengar pertanyaan itu. Begitu juga dengan Rohayati, melihat bagaimana rapuhnya Saras.

Saras menggeleng, "Tidak, aku b--bahagia."

"Lalu kenapa kamu mena---"

"Mungkin dia merindukan diriku, Mi," lanjut seorang laki-laki tengah berdiri di ambang pintu kamar dan memotong ucapan Maya. Saras kenal betul suara siapa itu, sontak saja ia langsung bangun dan menoleh ke arah sumber suara itu.

Laki-laki itu berjalan menghampiri, sedangkan Maya berdiri tegap menghadap ke arah sang menantu. Kabir meraih tangan Maya, mencium telapak tangan tersebut dengan takzim.

"Kapan Ummi datang?" tanya Kabir berbasa-basi.

"Mungkin satu jam yang lalu, Nak," balas Rohayati. Saras yang tadinya terduduk, kini ikut berdiri di belakang punggung sang ibu.

"Sepertinya ISTRIKU sedang bermanja dengan ibunya," sindir Kabir dengan menekan kata 'istriku'.

Maya menoleh kepada Saras dan mengulas senyum singkat, lalu tatapannya beralih ke arah Kabir, "Bukankah kamu yang selalu memanjakan istrimu?"

"Ya, aku selalu memanjakan dirinya," papar Kabir menatap tajam Saras, seolah-olah ingin menerkam gadis itu.

Kabir berjalan melewati Rohayati dan menarik tangan Saras dengan lembut. Kabir mencium kening Saras dengan lama di depan sang ibu mertua.

"Dia begitu manja, Mi. Dan terlihat dia sangat menggemaskan," kata Kabir dengan ucapan manisnya. Saras menatap mata Kabir dengan hambar, beringsut dari tempat Kabir berdiri.

"Semoga pernikahan kalian selalu diberi kebahagiaan. Jika ada masalah, maka selesaikanlah dengan baik-baik." Rohayati pamit keluar untuk bergabung bersama Lia dan yang lain di luar sana.

Sepeninggalan Maya, Kabir menarik pinggang Saras dengan kasar ke dalam dekapannya, sedangkan Saras menjaga jarak dengan menaruh lengannya di dada bidang milik Kabir.

"Tidak sudi aku bermanis-manis denganmu, gadis bodoh!" sentak Kabir tepat di wajah Saras. Lalu mendorong tubuh sang istri dengan kasar, hampir saja Saras tersungkur jatuh ke lantai.

"Bersiaplah! untuk memainkan sandiwara ini," desis Kabir terdengar dingin. Saras melangkah memasuki kamar mandi meninggalkan Saras yang terduduk di lantai.

Saras menatap hambar punggung milik Kabir yang menghilang di balik pintu kamar mandi. Matanya memanas, buliran bening terjatuh menetes.

"Sandiwara? Miris sekali," batin Saras.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Betrayal Of Love   39. Karma Fadhillah

    Kabir bungkam, kata-kata Fadhilla membuat hatinya tertohok. Ia melupakan hal penting itu; laki-laki bodoh nan pengecut sepertinya sangat tidak pantas menjadi seorang ayah. Membayangkan saja, Kabir merasa tidak mampu. Memiliki seorang anak dari wanita yang berbeda membuat ia takut tak bisa berbagi kasih sayang pada anak itu. Di sisi lain, hatinya sangat menginginkan Saras. Namun di satu sisi, ia merasa bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri. "Tidak bisa, 'kan?!" Fadhillah kembali bersuara. Nadanya meninggi, wajah sudah sembab oleh buliran bening. "Sungguh, aku sangat menyesal menikah denganmu! Bodoh memang," lanjut Fadhillah, terus mengutarakan apa yang selama ini menyesakkan di ulu hatinya. Kabir menatap kosong ke lantai, seolah mencari jawaban di sela-sela retakan ubin. Setiap kata yang keluar dari mulut Fadhillah bagaikan palu yang menghantam hatinya tanpa ampun. Rasa sabar wanita itu sudah habis, hatinya sudah mati rasa. Tidak ada lagi rasa cinta yang Fadhillah rasakan

  • Betrayal Of Love   38. Temenan Sama Mantan

    Fadhillah merasa bersalah kepada Saras. Ucapan Saras membuat Fadhillah merasa sakit hati. Memang benar sih lebih baik melepaskan daripada bertahan dengan seorang pengkhianat. Fadhillah menatap layar ponselnya di mana pesan dari Kabir muncul, Kabir memberitahukan bahwa laki-laki itu tidak bisa menjemput dengan alasan ada meeting yang tidak bisa ditunda. Fadhillah memaklumi, di sisi lain ia merasa kesepian. Sikap Kabir yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Sementara Saras, ia menghela napas pelan setelah berjalan jauh dari kafe menuju halte bus. Saras terduduk, pikiran berkecamuk. Sudut bibir mengulas senyum tipis, terlalu banyak luka yang ditorehkan oleh Kabir membuat Saras memendam rasa benci. "Jangan melamun, Ras!" Lamunan Saras buyar, tubuh menegang, kepala menoleh ke samping. Di sana, seorang laki-laki berambut hitam undercut ikut duduk di sampingnya dengan menciptakan sedikit jarak di antara mereka. "Gemintang? Ngapain di sini, bosen banget ketemu sama kamu." Saras berkel

  • Betrayal Of Love   37. Ketemu Fadhillah

    "Rasanya sepi, Ras. Enggak ada kamu di kantor." Saras tersenyum kecil mendengar kelakar dari Marcello. Kepala tertunduk menghirup bau Caramel Latte pesanannya. Lalu menyeruput dengan pelan. Niat hati ingin menghilangkan beban pikiran, malah bertemu dengan Marcello yang sehabis meeting dengan klien. "Masih ada pegawai yang kompeten kali di sana. Lagian ya kalo dipaksain, nanti malah rentan keguguran. Sayang banget soalnya," ucap Saras sembari mengelus perutnya yang sebentar lagi akan buncit. Marcello menanggapi dengan tawa kecil. Seharusnya Kabir kala itu bersyukur memiliki Saras. Ah, sudah pada dasarnya skenario Tuhan, tidak ada yang tahu akan seperti apa ke depannya. "Ras ...." Marcello memanggil, ragu ingin bertanya kepada wanita itu. Dipendam, rasanya akan penasaran. Bertanya, takut membuat Saras tersinggung. Sebab, pertanyaan yang akan diajukan bersifat pribadi dan terkesan sudah berada di jalur masing-masing. "Kenapa?" Saras bertanya, menatap Marcello sekilas. Lalu mengedark

  • Betrayal Of Love   36. Penyesalan?

    Saras tersenyum miris melihat berbagai foto mesra dan penuh kemewahan dari akun media sosial Fadhilah. Ada sedikit rasa cemburu di hati melihat keduanya kini telah resmi bersanding sebagai suami-istri. Saras bukannya tidak bisa mengiklaskan laki-laki itu, hanya saja ia tak suka melihat orang yang sudah membuatnya terluka berbahagia di sana. Tangan mengelus perut yang sebentar lagi akan terlihat membuncit. Bibir tertarik ke atas membentuk senyuman kecil. Tak terasa ia melalui hari-hari sendirian, tidak terlalu sendirian. Dibantu oleh kedua orang tua, yang nekat keduanya ingin menetap di Jakarta. Saras senang, di sini merasa dimanjakan. Tidak hanya sang mama kandung, mama mertuanya juga sering datang menjenguk sambil membawakan berbagai jenis makanan. Katanya, untuk anak Saras. "Ras, kamu yakin mau lanjut kerja?" tanya Lia yang kebetulan sedang berkunjung ke rumah. Saras yang sedang asik menyantap rujak buatan sang mama mertua ralat mantan mertua, berhenti sejenak. Setelah dipikir-pik

  • Betrayal Of Love   35. Sah

    Saras terdiam, pandangannya begitu lekat menatap manik mata Gemintang. Ulu hati terasa sesak, ia penasaran dengan alasan apa yang Gemintang sembunyikan sampai memilih pergi meninggalkan tanpa sebuah pesan. Namun, rasa sakit ditinggalkan, juga patah hati berbulan-bulan, membuat ia enggan mendengarkan. Akan tetapi, kala melihat binar sendu dan penuh harap dari laki-laki itu, membuat hati Saras goyah. "Aku sudah memaafkanmu, tetapi aku tidak bisa memberimu kesempatan untuk mengisi ruang di hatiku. Dulu, aku sudah memberimu kesempatan itu, tetapi kamu malah pergi meninggalkan begitu saja. Jujur Gem, aku enggak mau sakit hati untuk kedua kalinya," ucap Saras menarik sudut bibir dengan tipis, ia tidak yakin jikalau itu sebuah senyuman. Gemintang mengerti, ia terlalu pengecut untuk sekadar menyapa kembali. Atau bahkan mengirimi Saras pesan sebelum pergi. Ia hanya tak mau, Saras mengetahui bagaimana latar belakang keluarganya. Apalagi Saras merupakan anak yang bahagia memiliki keluarga utuh.

  • Betrayal Of Love   34. Bertemu Gemintang

    Satu bulan berpisah dengan Saras membuat Kabir mau tidak mau mengiakan permintaan sang ibu, yang meminta untuk menikahi Fadhillah demi anak yang tengah dikandung. Berat rasanya mengiakan permintaan itu, apalagi sekarang Kabir benar-benar sudah jatuh cinta kepada Saras. Mengapa semua yang terjadi terasa tidak adil untuk Kabir. Penyesalannya masih menyelimuti benak. Tatapan mata begitu kosong ke arah depan tak terelakkan. Batin bertanya-tanya bagaimana kabar Saras di sana. Apakah wanita itu hidup dengan baik? Lalu siapa yang memenuhi momen ngidam dari wanita itu? Banyak sekali pertanyaan yang berputar di kepala tentang sosok wanita yang mulai mengambil tempat di hati Kabir. Pertemuan kemarin dengan Gemintang, mampu membuat Kabir menyimpulkan. Bahwa Saras merupakan wanita yang sulit digapai kembali. Kabir sadar, sudah banyak luka yang ditorehkan pada hati wanita itu. Kabir merasa malu kepada dirinya sendiri, andaikan saja dulu ia lebih bisa menghargai dan juga membuka mata tentang rasa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status