Share

5

Author: Imouni29
last update Huling Na-update: 2021-04-29 12:42:45

Malam kian larut, acara syukuran dan lamaran sudah selesai dua jam yang lalu. Hanya tinggal mempersiapkan keseluruhan pernikahan Adira.

Sudah sangat malam, tetapi Saras tidak bisa memejamkan mata. Ia selalu mengubah posisi tidur, mencari posisi yang nyaman dan ia tidak bisa menemukan posisi ternyamannya. Kaki Saras turun dari ranjang, berjalan menuju balkon kamar.

Udara khas malam sangat dingin menusuk relung tulang. Ditambah dengan kilauan bintang di langit, membuat suasana malam tampak cantik saja. Tangannya terulur memeluk tubuh sendiri, merasakan embusan angin menerpa wajah, entah kenapa memori ingatan pertunangan sekaligus malam pertama dirinya dan Kabir kembali berputar.

Ingatan yang berusaha Saras enyahkan dari pikirannya sendiri. Kini memberontak memenuhi sebagian pikirannya.

Saras menengadah langit, menatap rembulan dan juga bintang di sana. Tanpa diperintah buliran bening jatuh begitu saja mengingat memori masa lalu yang menyesakkan benak.

"Lelucon macam apa ini? Sejahat inikah takdir?" tanya batin Saras.

Ia menyeka buliran bening tersebut, menetralisir perasaan yang berkecamuk dalam hati.

"Kamu harus kuat, Ras."  Itulah kalimat yang selalu terlontar dari mulut Saras. Menguatkan diri dan juga batinnya sendiri.

Tidak bisakah Tuhan memberi sedikit kebahagian untuk pernikahannya? Saras selalu berharap suatu hari nanti akan ada keajaiban dalam pernikahan yang penuh sandiwara ini.

Logikanya sudah merasa lelah menghadapi sikap kejam sang suami. Akan tetapi, sang batin meminta dirinya untuk tetap bertahan. Andai dulu, pernikahan ini terjadi bukan atas dasar menepati janji. Mungkin saja Saras sudah bahagia dengan laki-laki yang dicintainya.

***

Seorang laki-laki tengah duduk di depan meja bar sembari ditemani dengan minuman vodka. Suara musik berdegum memekakan telinga, tampak manusia sedang menggoyakan tubuh dengan vulgar.

Seorang wanita berpakaian seksi berjalan menghampiri laki-laki yang sedang asik minum vodka dengan rakus. Wanita itu berusaha menggoda dan menyentuh secara sensual pada wajah laki-laki itu. Akan tetapi, bukannya tergoda. Justru wanita tersebut malah didorong dengan kasar, lalu mengusirnya pergi.

Menyebalkan! Suasana hatinya sedang kacau, tetapi wanita malam malah menambah beban saja, semakin membuat pikirannya kacau. Tepukan di bahu membuat laki-laki itu terperanjak kaget, ia menoleh ke samping mendapati seorang laki-laki bersurai cepak kehitaman, wajah timur laki-laki itu sangat tak asing di penglihatannya.

"Hei jangan menatapku seperti ingin menerkam! Aku ini bukan gay," seloroh laki-laki bersurai cepak kehitaman itu dengan tawa yang dibuat-buat selucu mungkin.

Tak ada respon sama sekali dari lawan bicaranya. Tampaknya laki-laki yang sedang duduk sambil minum tak ingin diganggu. 

"Hidupku selalu banyak masalah, Bung," ucap Kabir terdengar dingin.

"Sudah banyak perubahan darimu, Kab."

"Waktu yang membawaku berubah, Celo."

"Kamu selalu bisa menjawab pertanyaan dariku, Kabir," ujar Celo.

Kabir mengulas senyum kecut menanggapinya. "Jika aku diam saja itu sama sekali tidak ada gunanya, lebih baik aku menjawab semua pertanyaan bodohmu itu."

"Oh ya, aku dengar sekarang kamu sudah menikah. Apa itu benar?" tanya Celo yang merupakan teman kuliah Kabir dulu.

"Untuk apa kamu bertanya itu, hah?" tanya Kabir dengan tatapan sinis.

"Hanya ingin memastikan itu dari kamu langsung. Kenapa kamu tidak mengundangku?"

"Untuk apa mengundang dirimu, hah?"

"Tidak ada gunanya juga dengan pernikahan sial itu," sambung Kabir seraya meneguk vodkanya kembali.

***

Hari menjelang pagi. Kicauan burung terdengar merdu. Udara khas pagi terasa sejuk. Pagi yang cocok untuk memulai selembaran baru. 

Tampak seorang gadis tengah merias diri sendiri, agar nanti ia bisa membantu sang ibu mertua membereskan barang-barang yang berantakan di bawah sana. Ia menatap lekat wajahnya sendiri di pantulan cermin, terlihat kantung mata hitam seperti panda.

Mencoba mengulas senyum paksa, agar wajahnya tidak terlihat lesu. Semalam Saras tidak bisa tidur, karena sengaja menunggu kepulangan Kabir. Namun, yang ditunggu oleh Saras tidak kunjung pulang.

Oh ya, Saras melupakan sesuatu, mana mungkin sang suami akan merasa bahagia ditunggu di rumah oleh dirinya. Saras selalu tersenyum getir untuk hal itu. Rasa cinta yang kian membelenggu membuat Saras terpaksa menunggu kepulangan Kabir.  

"Di mana Kabir?" tanya Lia, menyadari kehadiran Saras di ruang tengah. "Apa dia belum pulang dari semalam?"

"Hmm ... mungkin dia lagi lembur, Ma. Mama, 'kan tahu, kalau Mas Kabir selalu sibuk dengan pekerjaan kantor."

"Tapi seharusnya dia mengambil cuti beberapa hari, agar bisa membantu persiapan pernikahan Adira," ujar Lia. 

"Mama kayak yang enggak tahu saja gimana pekerjaan dari seorang owner di perusahaan Yasauno? Sekaligus pewaris keluarga Yaeauno, dia akan selalu sibuk," papar Saras seraya mengulas senyum menyakinkan.

"Beruntung Kabir memiliki istri sepertimu yang selalu mengerti keadaan dirinya yang selalu sibuk," ucap Lia seraya mengusap pelan bahu Saras. Meski Saras merasa ada yang perih di ulu hati.

Saras terdiam sejenak, menahan diri agar tidak menangis. "Dan bagaimana dengan diriku? Apakah aku bisa dikatakan beruntung memiliki suami yang tidak mengharapkan kehadiranku?" Saras membatin.

Tanpa mereka sadari, seorang laki-laki berpakaian formal tengah menguping dan menyimak pembicaraan antara menantu dan juga mertua. Seulas senyum kecut tercetak di bibir laki-laki itu. Ia melanjutkan langkahnya menuju kamar untuk bersiap-siap.

Semua sudah beres, bahkan makanan di dapur dan makanan kecil untuk tamu sudah siap. Kini hanya tinggal diskusi mengenai tanggal pernikahan Adira. Juga penyewaan gedung dan Wedding Organizer.

Lia berserta Doni---papa mertua Saras---tampak tengah berdiskusi bersama kedua orang tua dari pihak mempelai. Sesekali diskusi tersebut diselipkan tawa dan canda.

Berbeda dengan Saras, ia lebih memilih menepi di dapur. Mencicipi aneka puding yang dibuat sendiri. Ataupun membuat minuman es segar untuk kerabat yang masih ada.

Namun, ditengah sedang asik dengan kegiatannya, sebuah tangan kekar melingkar di pinggang Saras, hingga membuat Saras terkelonjak kaget. Seseorang memeluk Saras dari belakang, segera Saras meronta meminta pelukan itu terlepas. Akan tetapi, rontaan itu terhenti tatkala indra pendengarnya menangkap suara dingin dari sang suami.

"Jangan meronta! Aku juga tidak sudi melakukan hal ini. Lihatlah ke arah depanmu, seluruh keluarga bertanya-tanya dengan hubungan kita," ucap Kabir dengan apatis. Saras terdiam, sorot matanya tertuju ke arah objek yang dituju oleh Kabir.

Kabir berkata benar, tampak di depan sana ada Yuyun, Lia, dan Maya tengah menatap ke arah mereka. Tak hanya ketiga wanita setengah baya itu, Adira pun turut menatap kemesraan palsu yang dilakukan oleh Kabir.

"T--tolong, l--lepas." Saras melirih, kembali meronta sampai pelukan itu terlepas.

Kabir menatap dingin ke arah Saras. Berani sekali gadis itu memberontak. Jika tidak sedang di rumah sang ibu, mungkin sekarang Kabir sudah menyiksa Saras demi bisa melampiaskan rasa marahnya.

"Kali ini kamu selamat dari amarah saya, gadi sialan!" umpat Kabir. Memilih berlalu meninggalkan dapur.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Betrayal Of Love   39. Karma Fadhillah

    Kabir bungkam, kata-kata Fadhilla membuat hatinya tertohok. Ia melupakan hal penting itu; laki-laki bodoh nan pengecut sepertinya sangat tidak pantas menjadi seorang ayah. Membayangkan saja, Kabir merasa tidak mampu. Memiliki seorang anak dari wanita yang berbeda membuat ia takut tak bisa berbagi kasih sayang pada anak itu. Di sisi lain, hatinya sangat menginginkan Saras. Namun di satu sisi, ia merasa bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri. "Tidak bisa, 'kan?!" Fadhillah kembali bersuara. Nadanya meninggi, wajah sudah sembab oleh buliran bening. "Sungguh, aku sangat menyesal menikah denganmu! Bodoh memang," lanjut Fadhillah, terus mengutarakan apa yang selama ini menyesakkan di ulu hatinya. Kabir menatap kosong ke lantai, seolah mencari jawaban di sela-sela retakan ubin. Setiap kata yang keluar dari mulut Fadhillah bagaikan palu yang menghantam hatinya tanpa ampun. Rasa sabar wanita itu sudah habis, hatinya sudah mati rasa. Tidak ada lagi rasa cinta yang Fadhillah rasakan

  • Betrayal Of Love   38. Temenan Sama Mantan

    Fadhillah merasa bersalah kepada Saras. Ucapan Saras membuat Fadhillah merasa sakit hati. Memang benar sih lebih baik melepaskan daripada bertahan dengan seorang pengkhianat. Fadhillah menatap layar ponselnya di mana pesan dari Kabir muncul, Kabir memberitahukan bahwa laki-laki itu tidak bisa menjemput dengan alasan ada meeting yang tidak bisa ditunda. Fadhillah memaklumi, di sisi lain ia merasa kesepian. Sikap Kabir yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Sementara Saras, ia menghela napas pelan setelah berjalan jauh dari kafe menuju halte bus. Saras terduduk, pikiran berkecamuk. Sudut bibir mengulas senyum tipis, terlalu banyak luka yang ditorehkan oleh Kabir membuat Saras memendam rasa benci. "Jangan melamun, Ras!" Lamunan Saras buyar, tubuh menegang, kepala menoleh ke samping. Di sana, seorang laki-laki berambut hitam undercut ikut duduk di sampingnya dengan menciptakan sedikit jarak di antara mereka. "Gemintang? Ngapain di sini, bosen banget ketemu sama kamu." Saras berkel

  • Betrayal Of Love   37. Ketemu Fadhillah

    "Rasanya sepi, Ras. Enggak ada kamu di kantor." Saras tersenyum kecil mendengar kelakar dari Marcello. Kepala tertunduk menghirup bau Caramel Latte pesanannya. Lalu menyeruput dengan pelan. Niat hati ingin menghilangkan beban pikiran, malah bertemu dengan Marcello yang sehabis meeting dengan klien. "Masih ada pegawai yang kompeten kali di sana. Lagian ya kalo dipaksain, nanti malah rentan keguguran. Sayang banget soalnya," ucap Saras sembari mengelus perutnya yang sebentar lagi akan buncit. Marcello menanggapi dengan tawa kecil. Seharusnya Kabir kala itu bersyukur memiliki Saras. Ah, sudah pada dasarnya skenario Tuhan, tidak ada yang tahu akan seperti apa ke depannya. "Ras ...." Marcello memanggil, ragu ingin bertanya kepada wanita itu. Dipendam, rasanya akan penasaran. Bertanya, takut membuat Saras tersinggung. Sebab, pertanyaan yang akan diajukan bersifat pribadi dan terkesan sudah berada di jalur masing-masing. "Kenapa?" Saras bertanya, menatap Marcello sekilas. Lalu mengedark

  • Betrayal Of Love   36. Penyesalan?

    Saras tersenyum miris melihat berbagai foto mesra dan penuh kemewahan dari akun media sosial Fadhilah. Ada sedikit rasa cemburu di hati melihat keduanya kini telah resmi bersanding sebagai suami-istri. Saras bukannya tidak bisa mengiklaskan laki-laki itu, hanya saja ia tak suka melihat orang yang sudah membuatnya terluka berbahagia di sana. Tangan mengelus perut yang sebentar lagi akan terlihat membuncit. Bibir tertarik ke atas membentuk senyuman kecil. Tak terasa ia melalui hari-hari sendirian, tidak terlalu sendirian. Dibantu oleh kedua orang tua, yang nekat keduanya ingin menetap di Jakarta. Saras senang, di sini merasa dimanjakan. Tidak hanya sang mama kandung, mama mertuanya juga sering datang menjenguk sambil membawakan berbagai jenis makanan. Katanya, untuk anak Saras. "Ras, kamu yakin mau lanjut kerja?" tanya Lia yang kebetulan sedang berkunjung ke rumah. Saras yang sedang asik menyantap rujak buatan sang mama mertua ralat mantan mertua, berhenti sejenak. Setelah dipikir-pik

  • Betrayal Of Love   35. Sah

    Saras terdiam, pandangannya begitu lekat menatap manik mata Gemintang. Ulu hati terasa sesak, ia penasaran dengan alasan apa yang Gemintang sembunyikan sampai memilih pergi meninggalkan tanpa sebuah pesan. Namun, rasa sakit ditinggalkan, juga patah hati berbulan-bulan, membuat ia enggan mendengarkan. Akan tetapi, kala melihat binar sendu dan penuh harap dari laki-laki itu, membuat hati Saras goyah. "Aku sudah memaafkanmu, tetapi aku tidak bisa memberimu kesempatan untuk mengisi ruang di hatiku. Dulu, aku sudah memberimu kesempatan itu, tetapi kamu malah pergi meninggalkan begitu saja. Jujur Gem, aku enggak mau sakit hati untuk kedua kalinya," ucap Saras menarik sudut bibir dengan tipis, ia tidak yakin jikalau itu sebuah senyuman. Gemintang mengerti, ia terlalu pengecut untuk sekadar menyapa kembali. Atau bahkan mengirimi Saras pesan sebelum pergi. Ia hanya tak mau, Saras mengetahui bagaimana latar belakang keluarganya. Apalagi Saras merupakan anak yang bahagia memiliki keluarga utuh.

  • Betrayal Of Love   34. Bertemu Gemintang

    Satu bulan berpisah dengan Saras membuat Kabir mau tidak mau mengiakan permintaan sang ibu, yang meminta untuk menikahi Fadhillah demi anak yang tengah dikandung. Berat rasanya mengiakan permintaan itu, apalagi sekarang Kabir benar-benar sudah jatuh cinta kepada Saras. Mengapa semua yang terjadi terasa tidak adil untuk Kabir. Penyesalannya masih menyelimuti benak. Tatapan mata begitu kosong ke arah depan tak terelakkan. Batin bertanya-tanya bagaimana kabar Saras di sana. Apakah wanita itu hidup dengan baik? Lalu siapa yang memenuhi momen ngidam dari wanita itu? Banyak sekali pertanyaan yang berputar di kepala tentang sosok wanita yang mulai mengambil tempat di hati Kabir. Pertemuan kemarin dengan Gemintang, mampu membuat Kabir menyimpulkan. Bahwa Saras merupakan wanita yang sulit digapai kembali. Kabir sadar, sudah banyak luka yang ditorehkan pada hati wanita itu. Kabir merasa malu kepada dirinya sendiri, andaikan saja dulu ia lebih bisa menghargai dan juga membuka mata tentang rasa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status