Bintang mengajak Langit ke kelas. Di sana dirinya membantu membersihkan luka di ujung bibir pemuda itu. Entah kenapa tidak ada rasa canggung, mungkin karena dulu mereka sudah bersama dan menghabiskan waktu bersama pula.“Maaf kalau Al kasar kepadamu,” ucap Bintang dengan tatapan penuh perhatian mengobati luka Langit.Anta bersedekap dada, menatap penuh curiga ke Bintang dan Langit, apalagi tadi pertanyaannya belum dijawab oleh keduanya.“Kalian sudah kenal lama? Bukankah kemarin masih seperti orang asing?” tanya Anta yang tidak bisa membendung rasa penasaran yang membuncah di dada.Langit dan Bintang menoleh bersamaan, lantas tersenyum lebar bersamaan juga.Anta berjingkat melihat sikap keduanya, kenapa bulu kuduknya merinding melihat tatapan mereka.“Jangan bilang kalian benar-benar pacaran tapi backstreet!” Anta menduga-duga karena baik Langit atau Bintang tidak ada yang buka suara. Jika itu benar, bukankah adik sepupunya itu berselingkuh dari Altair.Langit ingin membuka mulut untu
“Kak Bin!” Orion yang baru saja naik ke lantai dua, lantas melongok ke kamar sang kakak dan melihat sedang memilih sesuatu di meja belajar.“Apa?” Bintang menanggapi panggilan Orion tanpa menoleh ke arah adiknya itu.“Kak Langit, jangan buru-buru diminta pergi, ya! Aku mau ngobrol sama dia.”Bintang langsung berhenti mencari buku-bukunya, hingga kemudian terlihat terkejut lantas menoleh Orion.“Ka-kamu ketemu Langit?” tanya Bintang tergagap.Bintang cemas karena Langit tidak tahu Orion adalah adiknya. Jika Langit tahu, itu artinya Langit juga tahu kalau yang melempar kotak susu waktu itu adalah dirinya. Dia malu, mau ditaruh mana mukanya.Bintang berjalan cepat menghampiri Orion yang berada di ambang pintu, sedangkan Orion sedikit keheranan karena tingkah kakaknya.“Dia lihat kamu?” tanya Bintang dan langsung mendapatkan sebuah anggukan dari Orion.“Bahkan aku ajak Kak Langit masuk,” jawab Orion sambil menunjuk ke arah luar. “Kak Bintang juga kejam, masa temannya diminya nunggu di lua
Bintang sedang makan malam bersama keluarga, sesekali Annetha melirik putrinya yang makan dengan santai.“Pi, kamu tahu nggak tadi aku ketemu siapa,” ucap Annetha bicara dengan Arlan, tapi tatapan terus tertuju ke Bintang.Bintang masih terlihat santai menikmati makan malamnya, tidak terlalu menanggapi ucapan sang mami.“Ketemu siapa?” tanya Arlan sambil memandang Annetha, mulutnya mengunyah makanan yang baru masuk.“Papi ingat sama anak laki-laki yang dulu bikin Bintang nangis sampai minta pindah sekolah?” Annetha bicara dengan begitu antusias untuk menggoda putrinya.Seketika Bintang tersedak, bahkan batuk-batuk dan lupa di mana menaruh gelas air putihnya, sampai Orion yang menyodorkan gelas sang kakak, sebelum kemudian Bintang langsung menenggak isinya hingga tandas.Arlan menatap Bintang dengan rasa heran, sebelum kemudian beralih menatap istrinya.“Memangnya kenapa?” tanya Arlan yang ingat betul bagaimana saat itu Bintang merajuk sampai tidak mau makan, minta pindah sekolah, bahk
Laras berjalan sambil membawa kotak makan menuju ruang kelas Langit dan Bintang. Sesampainya di sana melihat Langit yang duduk sendiri dengan buku-buku terbuka di meja.“Langit,” sapa Laras saat baru saja menginjakkan kaki di kelas itu.Langit sedang membaca buku pelajaran, hingga memandang ke arah suara Laras berasal.Laras tersenyum melihat Langit yang memandang dirinya, lantas mendekat dan duduk di kursi Bintang. Dia meletakkan kotak makan yang dibawanya.“Tadi mamaku bikin kue kering banyak, jadi aku membawa beberapa untukmu,” ucap Laras kemudian mendorong kotak makan itu ke arah Langit.Langit memperhatikan kotak makan itu, kemudian menatap Laras yang terus mengulas senyum.“Kenapa kamu memberiku ini?” tanya Langit yang tidak langsung membuka kotak makan itu.Laras menyelipkan rambut yang jatuh di wajah ke belakang telinga, sebelum kemudian menjawab, “Ini hanya sebagai tanda terima kasih karena kamu sudah meminjamiku jaket waktu itu. Aku belum sempat berterima kasih, jadi mungkin
Bintang pergi meninggalkan Altair, berlari ke sisi gedung mall, kemudian berjongkok di sana. Meski dia terlihat begitu kuat dan tegar saat mengucapkan kata putus, tapi sebenarnya dia sedang merasa sakit, bukan karena patah hati, lebih ke sedih sebab dirinya dituduh selingkuh tapi malah Altair sendiri yang selingkuh.Bintang berjongkok dengan kedua tangan dilipat di atas lutut, menyembunyikan wajah di atas lengan, kemudian mulai menitikkan air mata.Lama Bintang di sana dan menangis, hingga akhirnya mulai sedikit tenang. Dia mengeluarkan ponsel dari dalam tas, kemudian mendial satu nama yang ada di kontaknya.“Langit.”Langit sedang berkumpul bersama teman-temannya, hingga ponsel berdering dan dia melihat nama Bintang terpampang di sana. Pemuda itu tersenyum, kemudian buru-buru menjawab panggilan itu.“Halo, Bin.” Langit menjawab panggilan itu dan mendengar suara Bintang dari seberang panggilan.Teman-teman Langit memperhatikan, mengira jika Bin yang dimaksud adalah laki-laki, sehingga
“Bin, kita perlu ngomong.”Saat baru saja menginjakkan kaki di halaman sekolah, lengan Bintang langsung dicekal Altair, membuat gadis itu berhenti melangkah.“Apaan sih? Gue udah ga ada urusan lagi sama loe, ya!” Bintang mencoba menepis tangan Altair, tapi cowok itu mencengkramnya erat.“Gue masih ga terima loe mutusin gue!” Altair semalaman mencoba menghubungi Bintang, tapi ternyata nomornya diblokir oleh gadis itu.“Terima atau ga itu urusan elu, bukan gue. Yang jelas gue minta putus ya putus! Ogah ya gue dikata cewe buangan elu, yang ada elu cowok buangan gue!”Bintang melepas paksa tangan Altair, lantas berjalan cepat untuk menghindar. Altair sendiri tidak lantas menyerah untuk membujuk dan meminta Bintang buat baikan lagi dengannya, meski dia berselingkuh tapi Altair tetap saja tidak bisa melepas Bintang.“Gue ga mau putus, Bin. Gue akui jika salah, apa loe ga bisa kasih gue kesempatan?” Altair bicara sambil mengikuti langkah Bintang.Bintang langsung menghentikan langkah, tersen
“Pi, semua karena Bintang. Langit hanya bantu Bintang karena Altair maksa buat ngajak pergi Bintang.”Bintang mencoba menjelaskan apa yang terjadi ke papinya, mereka kini bicara di ruang tersendiri atas permintaan Arlan.“Kenapa Altair tiba-tiba memaksamu, ada hubungan apa sebenarnya antara kalian? Kalau kamu tidak jujur ke Papi, maka Papi pun tidak akan bisa bantu kamu dan akan membiarkan mereka dihukum sesuai ketentuan sekolah,” ujar Arlan memancing putrinya untuk bicara.Baik dia maupun Annetha, memang tidak tahu kalau Bintang berpacaran selama ini.Bintang kebingungan menjawab pertanyaan Arlan, tidak mungkin dirinya bohong dengan memberikan alasan lain yang mungkin akan dianggap tidak masuk akal.“Kalau Bintang bicara, Papi jangan kasih tahu ke Mami. Bintang hanya takut kalau Mami nanti marah-marah, ga baik lho Pi buat kesehatan Mami.” Bintang membujuk sang papi untuk tidak memberitahu Annetha jika dirinya jujur dengan yang terjadi, untung saja Annetha sedang pergi ke rumah omanya
“Tuh, nasihati putramu. Kenapa dia bisa-bisanya berantem di sekolah.”Joya langsung menodong suaminya untuk bersikap tegas ke sang putra, begitu mereka sampai di rumah sepulang bekerja. Joya sudah menceritakan semuanya ke Kenzo tentang masalah yang terjadi di sekolah putra mereka tadi pagi.Langit duduk di ruang keluarga sambil memeluk bantal, menatap kedua orangtuanya sambil memasang wajah tidak berdosa. Ujung bibir pemuda itu terluka dan pipinya sedikit memar.Kenzo menatap tajam ke putranya, sedangkan Joya bersedekap dada menanti suaminya memarahi putra satu-satunya mereka itu.“Kamu berkelahi karena seorang gadis?” tanya Kenzo ke sang putra sambil mendudukkan tubuh di sofa.“Itu karena tuh cowok maksa dia buat ikut, Pi.” Langit mencoba membela diri.“Ya kamu bagus nolong dia, tapi ga sampai berantem juga, El.” Joya gemas sendiri karena putranya banyak alasan seperti suaminya. Tampaknya sifat sang suami memang menurun ke Langit.“Ya, dia yang ngajak berantem duluan, Mi. Mami dengar