Home / Romansa / Bos Kampret Ku / 5. Malam Memalukan

Share

5. Malam Memalukan

last update Last Updated: 2024-02-28 20:57:15

"Lil, nanti malam kamu gantiin saya mendampingi Pak Ezekiel acara gathering di hotel Rama, ya? Saya ada urusan keluarga yang nggak bisa saya tinggal."

Baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangannya, Bu Ana sudah memberinya tugas. Apa tadi, mendampingi Pak Ezekiel acara gathering nanti malam. Artinya dia tidak bisa berakhir pekan dengan tenang.

"Saya, Bu?" tanya Lila.

"Iya, kamu."

Sementara Yolanda di mejanya senyum-senyum jahil. Lila medesis. "Kenapa nggak Yolanda, Bu?"

"Aku udah bilang ke Bu Ana mau pulang ke Solo. Mamaku lagi sakit."

Lila menghela napas berat. Akhir pekan yang seharusnya dia gunakan untuk bersantai-santai, masih juga harus bertemu dengan bosnya yang menyebalkan itu.

"Nggak usah protes, Lila. Pak Ezekiel bakal marah nanti kalau nggak ada pendampingan dari dewan sekretaris." Bu Ana berucap, menampik kekesalan Lila.

"Iya, deh, Bu," sahut Lila berat.

Lila merasa canggung saat diberi tugas untuk mewakili Bu Ana, dalam menghadiri acara gathering para pengusaha. Ia harus menemani Ezekiel, si bos reseh. Meskipun terasa sulit, Lila berusaha menganggap ini sebagai kesempatan untuk membuktikan kemampuannya di mata atasan. Ya, hitung-hitung menghibur diri sendiri.

Malam harinya Lila pun datang ke hotel Rama. Acara gathering diadakan di auditorium hotel yang besar. Acara gathering para pengusaha yang mewah, pikir Lila. Terlihat dari kursi-kursi yang mengelilingi meja-meja bundar, lalu meja prasmanan panjang yang berisi berbagai menu makanan, serta panggung musik yang diisi band terkenal ibu kota. Wow, Lila pikir berapa mereka membayar band itu untuk perform di acara ini.

Lila menyadari bahwa ini bukan hanya pertemuan bisnis biasa. Ternyata, di dalam acara tersebut, diselipkan juga acara minum-minum. Terlihat dari beberapa pelayan yang mondar-mandir membawa nampan penuh dengan gelas berkaki panjang yang berisi cairan merah dan kuning kecoklatan. Lila bahkan merasa ruangan itu sudah seperti club malam saja.

Lila mencari-cari sosok Ezekiel di antara orang-orang berpakaian rapi yang semuanya terlihat seperti orang-orang dari kalangan atas.

Akhirnya, sosok tampan itu pun tertangkap oleh matanya. Dia buru-buru meghampiri Ezekiel yang sedang mengobrol dengan seorang rekan di dekat meja makan.

"Maaf, Pak. Saya telat," ucapnya.

"Kok kamu yang datang?" Ezekiel mengerutkan kening memandang ke arah Lila.

"Bu Ana yang menyuruh saya menggantikan beliau, Pak. Bu Ana ada acara keluarga malam ini."

"Oh, ya udah. Tapi, jangan bikin malu, ya?"

Dih, belum-belum sudah negatif saja si bos. Lagi pula apa yang bisa dia lakukan untuk membuat bosnya itu malu. Mulut Lila mengerucut menandakan dia mulai sebal dengan sosok Ezekiel itu.

Lila mengikuti langkah Ezekiel menemui para kolega sambil memasang senyum manis. Bahkan ada beberapa pria yang mencoba main mata dengannya. Heran, para pengusaha ini memang rata-rata mata keranjang, gerutunya salam hati.

"Kamu mau ngekor saya terus?" tanya Ezekiel membuat Lila terkesiap.

"Tugas saya kan mendampingi Bapak," timpalnya.

"Ya kan nggak harus ngekor terus. Saya kurang nyaman."

Hampir saja Lila mencakar wajah Ezekiel kalau saja dia tidak menahan diri dan mengingat bahwa sosok tampan di hadapannya ini adalah bosnya.

"Jadi, saya harus ngapain, Pak?"

Ezekiel mendecak. "Ini kan acara pesta, dan kamu bukan kencan saya. Ya terserah kamu mau ngapain, yang penting tadi sudah setor muka ke kolega saya."

Memang benar-benar ya pria satu ini. Dada Lila bergemuruh menahan kesal. "Ya, udah ... saya pamit keliling ya, Pak, panggil saya kalau butuh sesuatu."

"Hmm."

Sambil berbalik badan, Lila menggeleng pelan. Kok bisa ya ada orang semenyebalkan Ezekiel. Rasanya pria itu selalu ingin membuat Lila kesal.

"Mas, minta minumnya," pinta Lila pada seorang pelayan yang melintas di depannya. Pelayan itu memberinya satu gelas berisi cairan merah.

Lila meneguk minuman itu untuk menetralisir rasa kesal dalam hatinya. Mending minum dan menikmati pertunjukan musik yang disajikan. Hitung-hitung nonton konser gratis.

Malam semakin larut dan Lila sudah menghabiskan beberapa gelas. Ezekiel pun tidak terlihat lagi batang hidungnya. Kalau tahu begini, untuk apa pria itu didampingi. Tadi saja dia diusir. Bu Ana ini memang sengaja sepertinya, membuat akhir pekannya tidak tenang.

Tapi Lila tak peduli lagi. Karena sudah terlanjur minum, maka dia tidak bisa berhenti. Lagi pula dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan di acara ini. Berbicara dengan orang pun dia tidak kenal siapa-siapa kecuali Ezekiel yang entah ada di mana.

"Hello, Cantik," sapa seseorang membuatnya terkejut. Seorang pria paruh baya mendekatinya. "Sendirian saja?"

"Iya, Om," jawab Lila yang sudah setengah teler.

"Mau temenin om?"

"Temenin ke mana, Om?"

"Ngobrol di kamar. Om nginep di hotel ini."

"Ohh," sahut Lila. Dia tersadar kalau pria paruh baya itu sedang mengajaknya untuk tidur. "Maaf, Om ... saya sama bos."

"Oh, bos kamu siapa?"

Saat itu samar-samar Lila melihat Ezekiel mendekat dan berdiri di antara dirinya dan si pria itu. "Ada masalah, Pak Beni?" tanya Ezekiel.

"Oh, Pak Ezekiel. Tidak ada masalah. Saya sedang berbicara dengan Nona ini."

"Dia sekretaris saya," jawab Ezekiel seraya melipat kedua lengan.

"Oh, sekretaris Pak Ezekiel. Oke, oke, saya minta maaf, permisi." Pria itu berlalu dengan cepat. Sepertinya dia begitu segan dengan Ezekiel.

"Galak banget, Pak," kekeh Lila seraya mendorong bahu Ezekiel pelan. Mata Ezekiel mendelik melihat sikap berani Lila.

"Kamu minum?" tanya Ezekiel.

"Iya, Pak. Yaa ... abisnya saya bingung mau ngapain. Dari tadi ditinggal mulu sama Bapak," kikik Lila. Tubuhnya sedikit terhuyung. Jika saja Ezekiel tidak segera menangkapnya, mungkin Lila akan menimpa meja makan dan membuat kekacauan.

"Minum berapa gelas kamu?"

"Mmm ... sepuluh gelas ada kayaknya, Pak."

"Astaga!" Ezekiel memijat keningnya. Dia yakin kalau dia tidak cepat-cepat membawa Lila pergi, maka gadis itu akan benar-benar membuat kekacauan.

"Eh, mau ke mana, Pak?" sergah Lila saat Ezekiel menarik lengannya dan berjalan menuju pintu auditorium.

"Anter kamu pulang."

"Ih, Pak Ezekiel, aku belum mau pulang," rengek Lila. Dia bahkan tidak menyadari kalau bahasanya sudah berubah dari saya menjadi aku.

"Kamu bisa bikin saya malu."

"Enggak kok, Pak. Janji deh, aku nggak bakal bikin bapak malu."

Ezekiel mendecak sebal. Dia tidak peduli Lila protes atau tidak, dia tetap membawa Lila keluar.

"Pak, Pak ... aku belum mau pulang," rengek Lila kembali. Dia merangkul pundak Ezekiel dan mendusalkan kepala di sana.

"Kamu mabok, Lila!"

"Nggak kok, aku nggak mabok." Lila menghentikan langkah Ezekiel dan melingkarkan lengan di leher pria itu. "Pak Ezekiel ganteng banget, sih."

Ezekiel membulatkan mata. Dia pandangi wajah cantik bersemu merah yang begitu dekat dengan wajahnya. Sebagai lelaki normal, tentu saja dia merasakan sesuatu yang aneh dengan situasi itu.

"Nggak mau pulang, Pak."

"Memangnya kamu mau ke mana?"

"Ke kamar."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bos Kampret Ku   18. Ancaman Miranda

    Ezekiel memasuki rumahnya dengan wajah kusut. Suasana hatinya sedang tidak bagus. Bahkan Rebecca yang beberapa kali menelepon pun dia acuhkan. Ngomong-ngomong tentang Rebecca, jujur saja dalam hati Ezekiel merasa senang dengan kemunculan mantan kekasihnya itu setelah menghilang selama bertahun-tahun. Masih ada sedikit rasa yang tersisa di dalam hatinya untuk Rebecca. Namun, dia tidak tahu kenapa justru perempuan yang membuat suasana hatinya kacau adalah Lila. Ezekiel merasa begitu marah saat melihat Lila pulang dengan Ezra. Ezekiel tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan kesalnya pada Lila, sehingga dia justru malah melontarkan kata-kata pedas pada gadis itu. "El, baru pulang? Sini, mama mau ngomong!" panggil Miranda yang sedang duduk di ruang tengah. "Apa, Ma?" Ezekiel mendekati wanita itu dan duduk di seberang meja. "Mama mau tanya, kamu sama Lila sudah jalan berapa tahun?" Ezekiel terkesiap mendengar pertanyaan sang ibu. Inilah yang dia takutkan. Ibunya benar-benar mengang

  • Bos Kampret Ku   17. Ngapain Kamu Di Sini?

    Lila benar-benar bingung saat mendapat telepon dari Miranda kalau dirinya harus datang hari ini ke rumahnya. Apa yang akan dikatakan Ezekiel kalau dia bertemu dengan bosnya itu di sana. Pasti Ezekiel akan berpikir kalau dia mengejar-ngejar pria itu. Tapi, jika tak datang, Miranda pasti akan kecewa. Pasalnya wanita itu tadi sepertinya sangat ingin dirinya datang. Setelah bergelut dengan perasaannya sendiri, Lila pun akhirnya memutuskan untuk datang ke alamat yang sudah diberikan oleh Miranda. Dia mengenakan pakaian sesopan mungkin agar kesan Miranda tidak buruk padanya. Tapi, kenapa juga dia memikirkan kesan Miranda padanya. Taksi yang membawanya ke rumah Miranda berhenti di depan gerbang tinggi menjulang bercat putih. Setelah membayar ongkos taksi, Lila menghambur keluar dan pelan mendorong pintu gerbang yang tak terkunci. Dengan hati berdebar-debar Lila melangkah memasuki halaman luas dengan taman yang indah. Apes. Dia melihat mobil Ezekiel terparkir di depan garasi. Artinya pria

  • Bos Kampret Ku   16. Seratus Lima Puluh Persen Setuju

    "Nyonya, ada tamu nyari Den Ezekiel. Tadi saya sudah ketuk-ketuk pintu kamarnya tapi ndak dijawab." Miranda yang sedang bersantai di kursi goyang sambil menikmati secangkir teh sore hari di teras belakang rumah menoleh ke arah asisten rumah tangga yang berdiri tak jauh darinya. "Siapa, Mbok?" tanyanya pada wanita paruh baya dengan rambut digelung yang hampir semuanya telah memutih itu. "Ndak tahu, Nyonya. Cewek." Miranda menarik sudut bibirnya. Pasti Lila si calon mantu. Hatinya girang dan beranjak dari duduknya. "Biar saya saja yang temui. Nanti saya panggil Ezekiel," ujarnya seraya melangkah masuk ke dalam rumah. Dia berjalan menuju ruang tamu dan sosok cantik yang dilihatnya sedang duduk di sofa membuat alisnya mengerut."Rebecca?" "Hallo, Tante Miranda," sahut Rebecca sambil berdiri dan menghampiri Miranda. "Apa kabar, Tante, lama ya kita nggak ketemu." Perempuan itu meraih tangan Miranda dan menciumnya. Masih keheranan kenapa perempuan yang pernah dekat dengan putranya itu

  • Bos Kampret Ku   15. Perasaan Tak Enak

    Entah kenapa seharian ini Lila merasa begitu gelisah. Pikirannya tak bisa lepas dari pertanyaan siapa perempuan bernama Rebecca yang mengaku sebagai teman lama Ezekiel. Yang begitu mengganggu pikirannya adalah Rebecca saat ini masih berada di ruangan Ezekiel. Apa yang sedang mereka lakukan di dalam ruangan itu selama berjam-jam. "Lil, makan yuk, laper nih." Suara Yolanda membuat Lila terkesiap. Dia baru sadar kalau perutnya sudah keroncongan dari tadi minta diisi. Lila pun mengiyakan ajakan Yolanda dan keduanya pergi ke cafetaria khusus petinggi perusahaan yang masih berada satu lantai dengan ruangan mereka. "Pak Ezekiel tuh," celetuk Yolanda. Lila otomatis menoleh ke arah mata Yolanda menatap. Ezekiel memasuki cafetaria dengan perempuan itu. Keduanya tampak akrab dan Lila seketika terpaku meliat gerak-gerik Rebecca yang tampak manja pada Ezekiel. Sesekali perempuan itu menyentuh lengan Ezekiel dan mengelusnya. Lila buru-buru memalingkan wajahnya. Apa-apaan itu. Hatinya dipenuhi pe

  • Bos Kampret Ku   14. Perasaan Apa Ini

    "Pak Ezekiel," desah Lila seraya menahan dada Ezekiel, berusaha menjauhkan pagutan bibir bosnya itu pada bibirnya. Mendadak sepertinya pengaruh alkohol menghilang dari dalam tubuhnya. Wajah Lila memerah menahan gugup, malu dan entah perasaan macam apa yang tengah melandanya kini. "Lila ....""Antar saya pulang, Pak," ucap Lila seraya memalingkan wajahnya ke luar jendela. Tanpa membantah, Ezekiel melajukan mobilnya pelan menuju kos Lila. Sepanjang perjalanan Lila terdiam, begitupun Ezekiel. Hingga mobil berhenti di depan gerbang kos Lila."Makasih, Pak," ucap Lila seraya membuka pintu dan melangkah keluar. Mobil Ezekiel berlalu begitu saja dari hadapan Lila. "Huh!" gerutu Lila. "Udah cium-cium nggak ngomong apa-apa lagi," gerutunya seraya memutar badan dan masuk ke halaman rumah. Naik ke tangga menuju kamarnya, Lila pun merebahkan badan di atas kasur. Pikirannya melayang ke adegan ciuman panas dengan Ezekiel. "Tadi aku sadar nggak sih abis ngapain sama si bos kampret?" gumamnya pada

  • Bos Kampret Ku   13. Kena Semprot

    "Nih lihat baik-baik. Kamu nelpon Pak Ezekiel. E-ze-ki-el!" seru Yolanda sambil menunjuk layar ponsel Lila."Astaga, mampus aku!" Lila menepuk jidatnya. "Ih, mataku kok bisa siwer gini sih, Yol. Mana katanya aku disuruh jangan ke mana-mana. Dia mau nyusul." Mata Yolanda membulat. Mulutnya menganga. "Serius? Waaah ... asyik, dong. Ada yang bayarin nih minuman kita."Wajah Lila sudah pucat-pasi. "Tapi dia kaya marah-marah gitu, Yol." "Eh, Pak Ezekiel, tuh!" pekik Yolanda kegirangan. "Pak Bos! Pak! Sini!" Yolanda melompat-lompat sambil melambai ke arah pria tampan yang baru saja melangkah masuk ke club. "Aduhhh!" Lila menutup wajahnya berharap Ezekiel tidak melihatnya. Namun, tentu saja itu adalah usaha yang sia-sia. Karena saat ini, Ezekiel sedang berjalan menuju ke arahnya. "Kalian cuma berdua?" tanya Ezekiel dengan tatapan dingin. Lebih ke tatapan kesal saat memandang ke arah Lila. "Iya, Pak. Tapi sekarang bapak udah gabung ya jadi bertiga, dong," sahut Yolanda sambil tersenyum l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status