“Padahal tadi saya sama adik saya aja pulangnya.”
“Naik motor? Baju kamu tipis gitu? Gak takut masuk angin?”“Tapi, kan, rumah Bapak beda arah sama saya. Gak cape, Pak?”“Gak cape. Udah kamu istirahat aja, masih tiga puluh menit lagi menuju rumah kamu.”Dara hanya bisa menghela napasnya dengan pasrah mendengar ucapan yang lebih terdengar seperti perintah dari bosnya itu.Sagara bersikeras untuk mengantarkan Dara meskipun ada adiknya yang dapat mengantarkan dia ke rumah. Perlu diketahui bahwa jarak antara rumah Dara dan Sagara berlawanan, wanita itu tidak paham kenapa bosnya harus memaksa untuk mengantarkan dirinya hanya dengan alasan cuaca malam yang dingin dan takut dirinya terkena flu. Wanita normal mana yang hatinya tidak bergetar jika diperlakukan seperti ini oleh seorang pria.Di sepanjang perjalanan, keduanya hanya terdiam. Keheningan tidak sepenuhnya mengisi suasana mobil karena Sagara menyetel radio yang memutarkan lagu-Dara memalingkan wajahnya dengan cepat ketika menyadari bahwa terdapat kata “sudah” dalam kalimat yang diucapkan Sagara. Jika ia tidak salah tangkap, maksud dari kalimat itu adalah Sagara pernah menyukai Sharleen, namun saat ini perasaan tersebut sudah tidak ada lagi. “Saya yakin kamu ngerti maksud saya.” Ucapan Sagara seolah-olah tahu betul apa yang saat ini sedang diduga-duga oleh Dara. Jika benar, kenapa Sagara harus terbuka mengenai kisah cintanya di masa lalu kepada Dara yang hanya merupakan karyawannya. Dara sendiri tidak ingin membebani dirinya dengan mengetahui kisah pribadi sang bos. “Oh…iya, Pak,” jawab Dara yang sedang mencari cara untuk merespons informasi tersebut.Keduanya saling diam. Sagara terlihat biasa saja sembari tetap fokus pada kemudinya, lain halnya dengan Dara. Otak dan mulut wanita itu sulit untuk bekerja sama sehingga mulutnya itu akhirnya mengeluarkan suara. “Mantan Bapak cantik,” sahut Dara meskipun otaknya ber
“Ah! Akhirnya beres juga ini naskah terakhir! Kesedot layar komputer juga lama-lama gue bacain ini naskah satu-satu.”Dara memukul meja depan pelan karena rasa senang yang tak terbendung. Walaupun menerima naskah-naskah baru yang layak untuk diterbitkan adalah tugas sehari-harinya, saat perusahaan memiliki acara seperti ini, naskah yang masuk akan membludak dan ia harus memeriksanya dalam waktu dekat. Untung saja sang atasan memperpanjang batas waktu pengumpulan naskah sehingga membuat pekerjaan dirinya dan rekan lainnya sedikit lebih ringan.“Gue juga udah beres!” sahut Jibran yang kurang lebih memiliki tugas yang sama dengan Dara sebagai sesama editor.“Habis ini kita harus makan-makan di luar sih,” ujar Shana ikut menyahuti Dara dan Jibran.Mendengar kata ‘makan-makan’ membuat editor termuda, Lily, jingkrak-jingkrak kegirangan. “Makan-makan!? Ayo, Kak! Aku barusan liat tempat makan yang kayaknya enak di internet!” ucap Lily dengan semangat.
Bena, Lily, Jibran, dan Shana serentak menoleh ke arah Dara yang bereaksi seolah-olah dirinya mengenal Sharleen. Itu tidak sepenuhnya salah, namun tidak benar juga. Dirinya hanya pernah bertemu sekali dengan wanita itu seminggu yang lalu. Ia yakin bahwa Sharleen tidak akan mengingat dirinya yang notebenenya hanya seorang karyawan biasa.“Lo kenal?” tanya Shana heboh.Dara menggelengkan kepalanya dengan kuat. “Gak kenal sih, cuma pernah gak sengaja ketemu aja,” jawab Dara jujur.“Dimana, Kak?” Lily yang tidak pernah absen dari berita gosip manapun sudah pasti akan bertanya pertanyaan detail seperti ini.“Kafe bar.”“Lo ngapain ke kafe bar?”“Nengok adik gue. Dia manggung sama bandnya disana.”“Sendirian?”Pertanyaan terakhir yang dilontarkan oleh Bena membuat Dara diam sejenak untuk berpikir. Hampir saja mulutnya yang sulit untuk diajak kerja sama itu mengatakan bahwa ada seseorang yang bersamanya saat itu, yakni
Dara tertegun dan tubuhnya langsung beku. Ia tahu betul suara siapa yang baru saja didengarnya. Ia ingin sekali memukul dirinya sendiri karena timing yang tidak tepat ini. Ia perlahan membalikkan badannya. “Hehe… bukan ghibah kok, Pak,” ujar Dara dengan suara bergetar karena panik Sagara tiba-tiba ada di belakangnya. Dirinya merasa tidak adil karena sedari tadi yang bergosip adalah Lily, tapi Sagara harus datang saat dirinya sedang berbicara.Bena, Shana, Jibran, dan Lily menahan tawa mereka setelah mengorbankan Dara selaku rekan kerja sendiri. Jika Dara merupakan orang yang mudah emosi, ia mungkin sudah melemparkan pulpen yang sedang ia megang ke salah satu rekan kerjanya.Di sisi lain, Sagara juga sebenarnya sedang menahan tawanya ketika melihat wajah panik Dara. Pria itu melipat kedua tangannya di dada sembari menaikkan kedua alisnya. “Jangan gosip mulu makanya di jam kerja,” ucap Sagara memberikan petuah. “Gimana? Naskah-naskah peserta lomba udah diso
Suasana menjadi tegang ketika Shana mengeluarkan sindirannya kepada Sharleen yang dirasa tidak memiliki etikad yang sopan dalam memasuki ruangan kerja orang lain. Wanita itu bahkan tidak menyapa seorang pun kecuali Sagara. Sharleen langsung tersenyum canggung mendengar sahutan yang ditujukan kepadanya. “Oh, iya, halo semua! Gue Sharleen dari Kusuma Law Firm yang bakal bantu kalian semua soal masalah kontrak atau hukum lainnya. Mohon kerja samanya!” seru Sharleen yang terdengar seperti terpaksa dibalik kalimat-kalimat ramah yang diucapkannya itu.Pandangan Sharleen yang semula hanya tertuju kepada Sagara kini beralih ke sosok di sebelahnya, yakni Dara yang sedang duduk manis di kursinya dan belum sempat beranjak karena jarak waktu antara Sagara yang berdiri terlalu dekat dengannya dengan datangnya Sharleen samgatlah pendek.“Hai! Lo yang waktu itu sama Sagara di kafe bar, kan? Ketemu lagi kita.” Sharleen mengulurkan tangannya kepada Dara untuk bersalaman,
“Jadi ini mau bahas apa, Pak?” “Gak bahas apa-apa. Tadi saya udah minta Rosa untuk pesen makan, kita makan bareng aja disini.”Dara duduk dengan canggung di ruang kantor Sagara. Salah pria itu yang tanpa persetujuan melibatkannya ke dalam sandiwara pekerjaan ini.“Emang kenapa sih, Pak, gak mau makan bareng temen Bapak. Kasihan loh kayaknya kecewa banget,” ucap Dara yang sebenarnya menyelipkan sindiran kepada Sharleen. Dirinya masih kesal dengan insiden jabat tangan tadi.“Males aja. Saya bingung mau respons apa kalo dia lagi bahas masa lalu,” jawab Sagara terus terang.Dara tidak paham mengenai masa lalu seperti apa yang dimaksud dengan Sagara. Ia tidak mengetahui kehidupan pribadi pria itu dan tidak mau mengetahui terlalu dalam mengenai hal tersebut. Seperti janjinya, wanita itu berharap dirinya bisa menjaga jarak dengan Sagara.“Oh…”Di saat yang bersamaan, Rosa, sekretaris Sagara, memasuki ruangan dengan menenteng d
“Pesanannya sudah semua ya, Kak.”“Iya sudah, Terima kasih Mba.”Alunan musik lofi yang tenang memenuhi penjuru kafe dengan tema klasik yang saat ini tidak terlalu ramai pengunjung. Hanya beberapa orang termasuk Carissa dan Sagara di dalam kafe tersebut. Pengunjung lain sibuk dengan laptop di depan mereka. Kafe ini memang cocok dijadikan untuk tempat bekerja di luar kantor karena suasananya yang nyaman.Carissa dan Sagara kurang lebih juga memiliki tujuan yang sama dengan pengunjung lainnya. Bukan bekerja formal seperti pegawai lainnya, melainkan bekerja untuk membahagiakan orang tua mereka dengan melakukan kencan berdua. Mereka bahkan telah memberikan swafoto mereka kepada orang tua masing-masing sebagai bukti kalau mereka saat ini sudah memiliki ‘progres’.“Sibuk?” tanya Sagara karena Carissa sedari tadi sibuk bermain dengan ponselnya.“Hmm…” jawab Carissa tidak niat.Sagara menghela napasnya. Pria itu sebenarnya malas membuang
“Gue gak ikutan ah!” Seru Sagara tidak setuju dengan ‘permainan’ yang diajukan oleh Carissa.“Katanya mau yang seru?” Carissa mendesis lalu mengeluarkan senyum menggodanya. “Lo gak penasaran emang?”“Penasaran soal apa?”“Siapa yang bakal dia jawab duluanlah! Lo atau gue.”Sagara tertawa tidak percaya. “Ya pasti lo lah! Kan, lo kakaknya?” jawab Sagara.Carissa menggelengkan kepalanya. “She hates me for sure,” balas Carissa. “Ayolah! Biar seru sedikit acara ‘date’ kita,” rayu Carissa agar Sagara menyetujui ajakannya.Sagara mengeluarkan gelengan kepala yang kuat. “Kalo Dara ngambek sama gue, lo mau tanggung jawab?” Carissa tertawa kencang. Hampir merusak suasana tenang dan damai di kafe yang saat ini sedang mereka singgahi. “Tenang aja kalo soal itu. Sedetik Dara liat gue sama lo, udah pasti bakal ngerti dia kalo gue yang ajak lo buat prank dia,” jawab Carissa.Wanita itu menatap Sagara sebentar sebelum kembali membuka mulutnya untuk berbicara. “Lagian, gue yakin lo lebih suka kalo ada