Ibu Susu Bukan Pengganti

Ibu Susu Bukan Pengganti

last updateÚltima actualización : 2025-11-20
Por:  Phine FemeliaActualizado ahora
Idioma: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
No hay suficientes calificaciones
10Capítulos
14vistas
Leer
Agregar a biblioteca

Compartir:  

Reportar
Resumen
Catálogo
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP

Setelah melahirkan, Denada kehilangan bayinya ketika masih inap di rumah sakit. Bayi hasil hubungan di luar pernikahan bersama mantan kekasihnya, Tristan. Pihak rumah sakit tidak mampu menemukan sehingga Denada pun kembali ke kotanya, juga untuk menemui Tristan. Setelah mengetahui kenyataannya, Denada pergi dengan menangis di pinggir jalan. Bersamaan dengan itu, Denada bertemu dengan seorang baby sitter, sedang menggendong bayi yang menangis. Beliau tampak bingung. Setelah didatangi, ternyata bayi itu membutuhkan susu. Teringat dengan bayinya yang hilang, secara alami Denada memberikan ASI bertepatan dengan datangnya ayah dari sang bayi, Emas. Setelah selesai memberikan ASI, akhirnya Emas meminta Denada menjadi ibu susu bagi bayinya. Apakah Denada bersedia? Lalu, dapatkah Denada menemukan bayinya yang hilang?

Ver más

Capítulo 1

Bab 1 Awal Petaka

Denada merasa tidak menyangka setelah melihat hasil yang ditunjukkan oleh alat tes kehamilan itu sehingga melihat terus.

"Dua garis!" batin Denada histeris.

Denada melihat langit kamar mandi dengan memejamkan sebentar kedua matanya dan memikirkan bayak hal termasuk reaksi pacarnya, Tristan kalau mengetahui hal itu. Akankah menerima atau justru mengabaikan? Tapi mengingat tentang dia yang sangat baik bahkan peduli terhadap dirinya membuat Denada berpikir, seharusnya sang pacar bisa menerima. Ya. Denada harus yakin.

Meski begitu Denada masih tidak menyangka bahwa kejadian siang bolong di kamarnya bersama sang pacar membuat benih itu hadir. Denada jadi kembali teringat kejadian itu, dimana jam istirahat kerja ... Tristan datang ke rumahnya.

***

Denada membuka pintu dan melihat Tristan yang ternyata datang. Satu sisi merasa heran dan di sisi lain merasa senang. "Sayang?"

"Iya. Aku meluangkan waktu buat istirahat di sini," kata Tristan dengan tersenyum. Denada tersenyum senang.

"Ayo masuk dulu," kata Denada dengan bergeser sebentar untuk menyuruh sang pacar masuk. Tristan berjalan masuk dan Denada menutup pintu, lalu mereka berjalan beriringan menuju kursi dan duduk bersebelahan.

"Jadi kamu gak makan siang?"

Tristan memegang tangan Denada yang ada di pangkuan pemiliknya dan menjawab, "Aku masih kenyang."

"Memangnya tadi kamu sarapan banyak?" tanya gadis itu dengan merasa ingin tahu.

Tristan mengangguk dan bertanya, "Kamu sudah makan siang?"

"Tuh, aku chat kamu kalau sedang makan siang," kata Denada dengan tersenyum.

"Aku memang belum sempat membaca karena segera datang ke sini," kata Tristan dengan tersenyum dan mempererat genggaman tangannya.

"Gimana kerjaan kamu? Lancar, bukan?" tanya Denada dengan merasa ingin tahu. Kadang gadis itu memang tanya tentang pekerjaan sang pacar.

"Lancar. Gak ada kendala apa pun. Berjalan seperti biasanya," kata Tristan dengan tersenyum.

"Baguslah," kata Denada dengan mengangguk dan tersenyum.

"Aku masih ganggu kamu makan siang, nih?" tanya Tristan dengan lembut.

"Sudah selesai kok. Beberapa menit sebelum kamu datang," kata gadis itu dengan merasa senang, karena mendengar nada lembut dari pertanyaan sang pacar.

Tristan berpikir sebentar dan berkata dengan tersenyum, "Aku datang ke sini sekadar mau melepas penat dari kesibukanku di kantor, hari ini."

Denada mengangguk dengan merasa senang dan lanjut berkata dengan ceria, "Kapan pun kamu datang aku gak masalah, justru senang, Sayang."

Denada melihat tangannya yang digenggam Tristan dan tersenyum senang dan mengelus sebentar pipi kiri sang pacar. Tristan yang merasakan hal itu sangat bahagia, lalu mengambil tangan pacarnya dan menggenggam lagi. Mereka saling melihat dengan mimik yang sumringah, lalu kemesraan mereka berlanjut dengan berdekatan sehingga sedikit menyisakan jarak. Seperti yang selama ini sering dilakukan, mereka berciuman dengan saling menautkan dan lihai di dalamnya. Semakin lama mulai menciptakan suasana di sekitar yang intens.

Merasa cuma berdua, mereka leluasa untuk melakukan hal lain dengan Tristan yang berani memegang area terlarang di bagian atas tubuh sedangkan Denada mulai mengelus pupu sang pacar. Denada begitu menikmati sentuhan Tristan yang lembut namun tepat sasaran.

Akhirnya mereka berhenti menjamah dan tautan terlepas dengan pelan lalu saling melihat dengan hasrat yang mulai ada meskipun sesekali Denada tampak ragu. Meski dalam diam, tatapan mereka saling menunjukkan bahwa suasana yang mendukung dan hasrat yang mulai tinggi mampu membuat mereka melupakan janji yang pernah terucap. Janji bahwa hal yang dilakukan cuma sebatas ciuman.

Tanpa berpikir panjang lagi, mereka melepaskan pegangan tangan dan tubuh Denada melayang karena Tristan menggendongnya bak pengantin baru lalu melangkahkan kaki menuju kamar sang kekasih yang sebelumnya pernah ditunjukkan dan Denada tampak berpikir keras. Apa tidak masalah begitu? Di dalam kamar, Tristan membaringkan tubuh Denada dengan selembut mungkin dan melepaskan gendongannya lalu Tristan duduk di sebelahnya. Meski hasratnya sudah berbicara sehingga membuat logika kalah, Tristan masih ingin mendengar dari bibir sang kekasih.

"Kamu gimana?" tanya Tristan pelan.

Denada menggigit sebentar bibir bawahnya karena ragu tapi satu sisi jujur dirinya memang sangat menginginkan, sama seperti kekasihnya itu. Denada merasa dirinya memang sudah gila. Dengan keputusan bersama, dia memilih untuk hanyut akan peristiwa di siang itu. Tristan mengelus lembut pipi kiri sang kekasih dengan lembut. Sentuhan itu semakin membuat Denada merasa melayang hingga membuat keputusan ....

"Jangan ragu lagi," bisik Denada di depan wajahnya sang kekasih.

Sontak mereka berciuman sehingga bibir saling bertautan. Tangan kiri Tristan beralih mengelus pupu kekasihnya itu. Semakin lama intens dan Tristan beralih ke anggota tubuh sensitif yang lain hingga kedua dada secara bergantian lalu beralih ke bibir lagi dengan sesekali memilin. Hasrat mulai melambung tinggi dan setelah berbagai hal yang dilakukan sebagai pemanasan awal, mereka ada di tahap dimana saling menanggalkan pakaian masing-masing dengan gerakan cepat hingga tubuh polos mereka terpampang nyata.

Mereka berbaring dan Tristan beralih mencium perut Denada sehingga sesekali pacarnya itu memejamkan kedua mata karena merasakan nikmat, apalagi merupakan hal baru untuknya. Tristan berhenti mengelus dan mengarahkan intinya lalu Denada menahan sebentar sehingga pemuda itu melihat sang kekasih dengan tatapan bertanya.

"Kamu harus pelan ya? Katanya ... sakit," kata Denada sedikit berbisik.

"Ya. Aku akan pelan dan katanya itu cuma awal. Selanjutnya kamu akan merasa enak dan kita bisa menikmatinya," kata Tristan membelai rambut Denada dengan lembut.

Denada jadi tersipu malu dan mereka kembali menautkan bibir hingga akhirnya terjadi penyatuan inti dengan suasana yang semakin panas. Berbagai hal dilakukan mereka untuk mencapai klimaks dan kepuasan. Keringat pun saling menyatu dengan balutan napsu duniawi, tapi mereka masih tidak menyadari, justru semakin gencar memasukkan inti itu dan sesekali terdengar erangan saling bersahutan.

***

Denada berhenti mengingat kejadian terlarang itu, dia kembali sadar dari lamunan dan membatin, "Aku harus segera memberi tahu Tristan."

Denada keluar dari kamar mandi dan menuju nakas tempat ponselnya diletakkan, lalu mengambil benda itu dan mencari nomor kekasihnya. Dia mengirim sebuah pesan.

Denada : Sayang, malam ini kamu ada waktu?

Gadis itu menunggu balasan pesan dari Tristan. Rasanya tidak sabar ingin memberitahu agar sang kekasih segera bertanggungjawab dengan menikahinya.

"Sepertinya dia masih sibuk. Gimana kalau aku datang ke kantornya saja?" batin Denada. Dia berpikir keras, untuk mempertimbangkan hal itu dan akhirnya mengangguk yakin lalu segera bergegas menuju ke tempat dimana Tristan kerja.

Pukul 18.30.

Denada sampai di kantor sang kekasih dan berhenti mengendarai sepeda motor lalu turun dan berjalan menuju pos satpam. Seorang satpam yang tidak terlalu tua datang menghampiri dan tersenyum sopan. Dia sudah mengenal Denada sebagai pacar dari anak pimpinannya.

"Pak, saya masuk ya?" kata Denada dengan tersenyum.

"Ya. Silakan. Kebetulan Pak Tristan belum pulang," kata dia dengan ramah.

Denada mengangguk dengan sikap sopan dan berjalan masuk hingga ke ruang kerjanya. Selama ini, setiap datang pada jam di luar operasional kantor Denada memang dipersilahkan untuk langsung masuk saja oleh Tristan. Entah kenapa jantung Denada berdetak kencang memikirkan rasa gelisahnya. Berita yang akan disampaikan bukan hal yang dinilai menggembirakan karena kandungannya ada sebelum pernikahan. Kalau pun Tristan mau menikahinya, orang tua dari dia gimana?

Expandir
Siguiente capítulo
Descargar

Último capítulo

Más capítulos

A los lectores

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comentarios

Sin comentarios
10 Capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status