Sesampainya di lokasi, Laura dan Leon hendak memasuki gedung besar yang ada di depan mereka.
Melihat semua tamu datang bergandengan tangan dengan pasangan masing-masing, membuat Laura teringat akan Devano. Ia kembali memikirkan di mana keberadaan kekasihnya itu."Bolehkah aku menggandeng tanganmu juga?" izin Leon dengan sangat lembut.Laura yang tidak keberatan pun mengangguk senyum. Tanpa berlama-lama lagi mereka bergegas masuk ke dalam gedung pernikahan tersebut.Dengan segera Leon mengajak Laura untuk bersalaman dengan pengantinnya terlebih dahulu. Lagi-lagi Laura hanya nurut saja dan tidak membantah perintah dari pria yang ada di sampingnya.Mereka menuju kedua mempelai, kemudian bersalaman dan berbincang-bincang kecil.Leon memperkenalkan pada Laura bahwa mempelai pria ini adalah rekan kerjanya. Mereka sudah saling kenal cukup lama.Setelah selesai menyapa, dengan ramahnya si pengantin wanita menyuruh Laura dan Leon untuk segera menduduki kursi tamu dan menyantap hidangan yang sudah disediakan. Mereka berdua pun mencari kursi kosong yang cukup jauh dari keramaian."Kamu duduklah di sini. Aku akan mengambilkan makanan ringan untukmu terlebih dahulu. Jangan kemana-mana, aku akan segera kembali," kata Leon."Baiklah," jawab Laura datar.Tidak lama setelah Leon pergi, secara mendadak seorang wanita lain duduk tepat di depan Laura. Benar, itu adalah Alice yang kebetulan datang ke acara yang sama."Siapa pria itu?" tanya Alice ketus.Laura heran kenapa tiba-tiba wanita tak dikenal itu bertanya sok akrab padanya."Apa maksudmu?""Jawab dulu, siapa pria yang bersamamu tadi?"Dengan gugup Laura menjawab bahwa Leon adalah tunangannya. Tiba-tiba Alice malah tertawa kencang, membuat Laura semakin kebingungan."Sebenarnya apa yang diinginkan wanita ini? Dia terlihat sangat aneh," tanya batin Laura."Perkenalkan! Aku Alice, teman dekatnya Leon."Sontak pengakuan Alice membuat Laura terdiam sejenak."Oh, teman dekat," jawab Laura singkat."Tidak! Lebih dari itu. Bisa dikatakan teman tapi mesra. Kamu tau arti kata mesra, 'kan?"Dalam sekejap, entah kenapa hati Laura langsung merasa gelisah. Ia tak menyangka kalau Leon bisa dekat dengan wanita lain.Tapi dia sadar bahwa dia dan Leon tidak memiliki hubungan apa pun, jadi buat apa memikirkannya."Kalau memang Leon memiliki teman wanita yang sangat dekat dengan dia, lalu kenapa malah menyuruh orang lain untuk menjadi tunangan palsunya? Padahal bisa saja dia menyuruh wanita bernama Alice ini untuk menempati posisiku sekarang."Meskipun begitu, Laura sedikit tak percaya apakah Alice dan Leon benar-benar memiliki hubungan yang sangat dekat atau ini hanyalah omong kosong saja.Karena Felix sempat mengatakan bahwa belum ada satu pun wanita yang bisa menyentuh hati Leon, sekalipun itu tunangan lamanya sendiri."Kenapa diam saja? Apa kamu tidak percaya? Baiklah, mungkin dengan pemandangan indah ini kamu baru akan mempercayainya."Alice menunjukkan sebuah foto pada Laura saat dirinya sedang memeluk Leon dari belakang. Ya, foto yang waktu itu diambil oleh seseorang ketika Leon dan Alice tengah berbincang di kantor.Laura sedikit terkejut hingga ia menutup mulut dengan tangan mungilnya."Ternyata memang betul. Tapi ... buat apa aku cemburu. Leon 'kan bukan siapa-siapa di hidupku."Tepat disaat itu juga, Leon datang dan langsung merebut ponsel milik Alice.Dengan gesit ia menghapus foto yang dirasa tak pantas dan segera mengembalikannya pada wanita yang selama ini selalu mengganggunya."Leon, kamu apa-apaan sih! Semenjak bergaul dengannya, kamu jadi tidak mengenal yang namanya sopan santun, ya?" teriak Alice ketus.Tanpa ragu sedikitpun, Leon menyampaikan permintaan maafnya karena terlalu lancang dan tidak sopan pada Alice. Tapi Alice tak mau memaafkan begitu saja.Leon berkata jika Alice saja tak mau memaafkannya hanya karena dia mengambil barang Alice tanpa izin, lalu bagaimana dengan Alice yang mengambil fotonya secara diam-diam. Bahkan foto yang tidak pantas.Kini Alice terdiam bisu. Mulutnya tak bisa melayangkan perlawanan lagi karena sudah kehabisan kata-kata."Lagi pula untuk apa kamu di sini? Jangan bilang kamu memang sengaja mengikuti kita hanya untuk mengganggu Laura," tanya Leon yang diakhiri dengan dugaannya.Alice kembali tertawa dan bilang Leon terlalu percaya diri. Dia menjelaskan bahwa alasannya datang ke sana karena kebetulan si mempelai wanita adalah teman sekolahnya dulu."Sudahlah, Leon." Laura memegang tangan Leon di hadapan Alice, membuat mata Alice memerah panas."Baiklah. Ayo kita pergi, Sayang," ajak Leon sembari merangkul Laura.Dengan penuh emosi yang membelenggu di dalam diri, Alice terus menancapkan pandangannya ke arah mereka berdua. Tak terima melihat kemesraan yang mereka tunjukkan."Sialan! Dasar wanita gila, wanita murahan! Lihat saja, aku akan segera membalasnya," tekad Alice penuh dendam."Permisi ...," suara seorang panitia membuat Alice terkejut."Kenapa? Mau menawarkan makanan? Tidak! aku tidak mau makanan apa pun di tempat ini. Pergilah menjauh dariku!""Ma---maaf, tapi bukan itu maksud saya.""Lalu?""Sebenarnya ini adalah meja khusus untuk keluarga pengantin. Sedangkan untuk tamu, berada di sebelah sana." Si panitia menunjukkan jarinya ke arah barat dengan sopan.Merasa sangat malu, Alice langsung marah-marah tidak jelas hanya untuk menutupi rasa malunya tersebut.Dia berkata kalau seharusnya panitia di sini memberi tanda agar orang lain tidak salah tempat.Bahkan Alice juga sempat menjelek-jelekkan para panitia dengan berkata bahwa mereka semua sudah kehilangan akal sehat.Tak rela waktunya terbuang sia-sia di saat seperti ini, Alice menelpon supir pribadi yang sedang menunggu di parkiran. Setelah si supir datang, Alice memberikannya segelas minuman."Tumpahkanlah ke baju wanita itu!" perintah Alice dipenuhi kekesalan."Tapi, Nona, bagaimana kalau ---""Kalau apa? Hah! Kamu mau saya pecat?""Jangan, Non. Saya masih harus bekerja karena cicilan saya juga masih banyak.""Nah, ya sudah. Selesaikan saja tugas dariku!"Laura bertanya pada Leon mengenai siapa Alice sebenarnya. Tanpa menoleh sedikit pun, Leon berkata dia hanyalah teman sebatas kerja, tidak lebih."Apa dia menyukaimu?" tanya Laura dengan polos."Kemungkinan iya, tapi aku tidak peduli."Tak mau Laura memikirkan yang aneh-aneh, Leon menyuruh Laura untuk melupakan omong kosong yang baru saja Alice lontarkan."Lakukan saja tugasmu sebagai tunangan palsuku seperti biasanya," perintah Leon yang berubah menjadi tegas dalam sekejap.Laura kembali diam, sadar kalau Leon merasa terganggu dengan pertanyaannya itu."Bisakah aku mengajak wanita tadi untuk bekerja sama agar mau menggantikan posisiku saat ini? Sepertinya dia memang benar-benar menyukai Leon. Kemungkinan besar tawaranku tidak akan ditolak, 'kan?" tanya Laura pada diri sendiri.Mendadak, seorang pria tak dikenal menumpahkan segelas minuman hingga membasahi dress milik Laura.Dengan spontan Leon pun langsung berdiri dan hampir menegurnya, tapi dia mencoba untuk mengendalikan emosi.Ya, supir suruhan Alice itu segera meminta maaf dengan pernyataan bahwa ia tak sengaja.Seperti biasa, Laura tak mau membuat masalah menjadi besar. Ia mengatakan pada Leon jika dirinya ingin ke toilet sebentar untuk membersihkan dress-nya."Baiklah, hati-hati!" ucap Leon.Laura bertanya pada seorang panitia di mana toilet wanita. Panitia itu menjawab ada di halaman belakang, tepatnya tidak jauh dari kolam renang.Sesampainya di toilet, Laura langsung membasuh pelan air wastafel pada dress tersebut.Sebenarnya dia sedikit kesal, tapi dia juga tidak bisa menyalahkan orang yang melakukan ketidaksengajaan.Setelah selesai, Laura langsung keluar dan hendak kembali menemui Leon.Tetapi saat Laura berjalan melewati sisi kolam yang sangat sepi dan tak ada seorang pun di sana, tiba-tiba Alice merebut tas Laura dari arah belakang. Membuat Laura kaget dan spontan merampasnya kembali.Mereka saling berebut satu sama lain, hingga Alice yang tak mau kalah pun nekat mendorong Laura hingga terjatuh ke kolam.Panik karena kolamnya terlalu dalam, Laura berusaha untuk menyentuh keramik tepi kolam dan mencoba kembali naik.Namun, Alice malah menahan kepala Laura hingga membuatnya tak bisa bernapas."Matilah, wahai Laura! Matilah! Dasar wanita murahan, pengecut, tidak berguna," ucap Alice dengan tawa jahatnya.Alice melihat Laura sudah tak menunjukkan respon lagi. Tak mau perbuatannya di ketahui oleh orang lain, dia memanggil supir yang sejak tadi ada di dekatnya.Alice berjanji akan membayar gaji sang supir sebanyak tiga kali lipat bulan ini asalkan dia mau membantunya untuk mengeluarkan Laura dari kolam dan segera membawanya ke mobil.Sebelum itu Alice sempat bertanya terlebih dahulu apakah di luar penjaganya masih banyak seperti saat dia baru datang atau sudah tidak ada. Si supir menjawab bahwa memang masih ada penjaga, tapi tidak banyak dan hanya sekitar 1 atau 2 orang saja.Alice bilang itu adalah hal yang mudah. Ia tinggal menyogok saja dan masalah langsung selesai.Sambil mengikuti si supir yang sedang membawa Laura, Alice mengeluarkan ponsel milik Laura dari dalam tas yang tadi dia rebut. "Syukurlah tidak di kasih password," kata Alice.Dengan terburu-buru, dia mencari kontak Leon di ponsel tersebut dan berniat mengirimkan pesan palsu padanya."Leon, maaf jika aku membuatmu menung
Saat Alice sudah meninggalkan tempat, Laura segera berlari menuju pintu dan berusaha membukanya. Tapi karena pintu tersebut telah dikunci dari luar, maka tidak akan ada yang bisa membukanya kecuali kunci itu sendiri. Laura sudah kelelahan dan mulai pasrah.Dengan wajah imut, Vani menatapi Laura. Ia duduk di sebelah Laura dengan sangat manis, membuat Laura merasa gemas dan ingin mencubit pipinya.Perlahan, Laura mendekati Vani dan ingin mencoba mengakrabkan diri. Tapi sayangnya anak itu malah menjauh dari Laura karena takut."Apakah aku terlalu menyeramkan?" tanya Laura pada diri sendiri.Masih tak mau menyerah, Laura terus mencoba untuk membuat Vani mengerti bahwa dia bukanlah orang jahat."Maaf jika pertanyaanku ini sedikit tidak sopan. Tapi, apakah benar kamu pembantunya Alice?"Vani hanya diam, ia tak merespon pertanyaan Laura sedikit pun. Laura berpikir sejenak, mencoba menebak-nebak lagi."Atau keponakannya?" lanjut Laura, tapi tebakannya masih tak di jawab oleh Vani."Baiklah.
Vani memohon pada Laura agar mau membuatkan kue untuknya. Dia ingin mencicipi rasa yang sama untuk kedua kali, tapi dengan gaya yang berbeda."Maksud kamu?" heran Laura.Vani ingin kue yang kali ini dibuatkan untuknya adalah kue bolu, bukan kue kering. Sudah lama sekali Vani menginginkan kue tersebut. Sejak dulu dia memang senang sekali dengan makanan manis. Tapi semenjak tinggal bersama Alice, dia jarang sekali diberi makan. Bahkan di setiap hari ulang tahunnya, Vani tak lelah untuk menunggu hadiah kue impian yang akan Alice belikan untuknya.Dia tak berharap banyak, hanya sekedar kue murah pun juga sudah membuatnya sangat senang.Namun, Alice tak pernah menghiraukan keinginan adik kecilnya itu. Vani sudah terbiasa menunggu pemberian sang Kakak yang tidak akan pernah terwujud sampai kapan pun.Merasa kasihan, Laura mengiyakan permintaan Vani. Meski dia sedikit ragu karena takut rasanya berbeda dari buatan Launa.Tanpa menunggu lama, mereka mulai membuat adonan bersama menggunakan b
Nek Risa berkata bahwa ia ingin Laura kembali ke rumah ini. Dia juga meminta Leon agar menjadikan Laura sebagai pasangan hidupnya suatu hari nanti karena tau bahwa Laura adalah wanita baik-baik.Leon hanya diam dan tak merespon. Ia tidak yakin bisa memenuhi keinginan tersebut. Apalagi Leon sadar bahwa Laura tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Kebaikan dan perhatian Laura selama ini hanyalah cermin dari sikapnya saja, bukan karena sebuah perasaan.Leon hampir stres saat itu juga. Di satu sisi, dia harus mencari Laura agar bisa membuat neneknya senang. Di sisi lain, kondisi Nek Risa sudah semakin parah dengan banyaknya permintaan yang ia lontarkan.Ingin menenangkan diri, Leon pamit untuk keluar dan menyuruh sang nenek agar beristirahat.Seminggu kemudian, Laura terlihat tengah membereskan ruang makan di apartemen milik Alice. Jika dia tidak memenuhi perintah Alice , maka Laura takut malah Vanilah yang akan mendapat imbasnya.Dengan pikiran tak karuan, Laura terus mencari cara bag
Nek Risa berkata bahwa ia ingin Laura kembali ke rumah ini. Dia juga meminta Leon agar menjadikan Laura sebagai pasangan hidupnya suatu hari nanti karena tau bahwa Laura adalah wanita baik-baik.Leon hanya diam dan tak merespon. Ia tidak yakin bisa memenuhi keinginan tersebut. Apalagi Leon sadar bahwa Laura tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Kebaikan dan perhatian Laura selama ini hanyalah cermin dari sikapnya saja, bukan karena sebuah perasaan.Leon hampir stres saat itu juga. Di satu sisi, dia harus mencari Laura agar bisa membuat neneknya senang. Di sisi lain, kondisi Nek Risa sudah semakin parah dengan banyaknya permintaan yang ia lontarkan.Ingin menenangkan diri, Leon pamit untuk keluar dan menyuruh sang nenek agar beristirahat.Seminggu kemudian, Laura terlihat tengah membereskan ruang makan di apartemen milik Alice. Jika dia tidak memenuhi perintah Alice , maka Laura takut malah Vanilah yang akan mendapat imbasnya.Dengan pikiran tak karuan, Laura terus mencari cara baga
Vani terlihat sangat gembira mendapatkan teman baru yang selama ini ia inginkan. Dengan antusiasnya gadis kecil itu memainkan boneka-boneka yang sudah rusak parah bersama dengan Laura.Meski tanpa bicara apa pun, Laura dapat melihat kegembiraan luar biasa di mata bulatnya Vani.BRAKK!!Tiba-tiba Alice datang mendobrak pintu, membuat Laura dan Vani terkejut. Tak ada angin tak ada hujan, Alice terus tertawa terbahak-bahak. Seolah-olah sedang ada lelucon yang berhasil mengocok perutnya."Hei, Laura!" teriak Alice memanggil nama wanita yang tengah duduk di karpet berbulu.Laura melirik dengan sinis, tak mau menyahut."Aku punya kabar gembira untukmu," seru Alice mendekat ke arah Laura.Laura pun dibuat keheranan, kabar apa yang Alice maksud."Si Nenek tua itu akhirnya mati. Woah, keren banget gak tuh?" ujar Alice masih dengan tawanya.Seketika Laura membuka mulut dengan spontan, dan matanya juga terbuka lebar. Ia masih mencoba berpikir positif dan berharap bukanlah Nek Risa yang Alice ma
Alice menyuruh Leon agar duduk terlebih dahulu, sementara dia akan ke dapur untuk mengambil minuman sebentar."Baiklah," ujar Leon pelan seraya melayangkan tatapan ke arah televisi Alice yang masih menyala.Dengan cepat Alice pun bergegas pergi. Ia menyuruh Laura untuk menuangkan minuman bersoda yang ada di kulkas ke dalam sebuah gelas.Laura dan Vani yang tengah mencuci piring pun dibuat keheranan melihat gerak-gerik Alice yang begitu gugup. "Untuk siapa?" tanya Laura penuh kecurigaan."Bukan urusanmu. Cepat lakukan saja!" balas Alice yang malah memarahi.Laura membersihkan tangannya yang dipenuhi sabun dan segera melakukan apa yang Alice perintahkan. Sedangkan Vani masih menyusun piring-piring yang baru saja dicuci ke dalam rak piring.Setelah selesai, Laura memberikan gelas tersebut pada Alice. Tak sengaja jarinya menyentuh tangan Alice dan terasa sangat dingin."Alice terlihat sedang ketakutan, ada apa sebenarnya?" tanya Laura dalam hati.Sebelum pergi, Alice menyuruh Laura dan V
Setelah kembali ke kediaman Halton, Laura menjalani hari seperti biasanya. Melihat pakaian kotor menumpuk, dengan segera tangannya tergerak untuk mencuci.Setelah semua selesai, Laura senam kecil terlebih dahulu sebelum membawa wadah besar berisi pakaian yang hendak ia jemur.Laura pun menguatkan kedua lengan untuk membawa wadah tersebut ke halaman belakang. Kebetulan di sebelah taman memang ada tempat khusus untuk menjemur.Mengibaskan pakaian basah itu dengan sangat indah, seolah-olah sedang berada di sebuah istana."Huh! Akhirnya selesai juga," ucap seorang Laura sembari mengusap dahi dengan pelan.Di saat yang bersamaan, tak sengaja dirinya melihat seorang pria tampan yang tengah duduk santai di kursi taman, tidak jauh dari posisinya saat ini.Diam-diam dipenuhi rasa penasaran, Laura terus mengintip. Ia penasaran siapa pria yang tengah membaca buku beserta headset yang menutupi telinganya.Berharap Laura dapat mengenal dia secara langsung, Laura pun mulai mencari perhatian. Dia ta